3. Puan

14 2 0
                                    

/pu.an/
1. tempat sirih dari emas atau perak (biasanya dipakai oleh permaisuri atau pengantin perempuan)
2. empuan; perempuan
3. nyonya (lawan tuan)
4. kelapa yang daging buahnya lunak sekali dan mudah hancur, biasa dibuat minuman yang dicampur dengan es dan sirop; kelapa kopyor
5. cairan susu asli hewan perah (seperti sapi dan kambing); susu puan

***

Only a fool would underestimate a man with nothing to lose.

― Lance Conrad,

***

Minggu adalah hari libur yang asing. Bagi ayahnya yang bekerja di bidang konstruksi, akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk melancong bersama klien, entah ke mana. Biasanya, Arina akan duduk di meja belajar dan mengerjakan tugas, sesekali dengan bantuan pengajar yang disewa tiap akhir minggu untuk membantu Arina. Ibunya akan pergi arisan pada siang hari, namun menemani Arina sebelum berangkat.

Kali itu, ia disambut dengan rumah kosong. Pengajarnya belum datang hingga satu jam lagi. Tak ada ibunya yang biasanya turut membaca tugasnya. Padahal, Arina seringkali protes tatkala ibunya duduk di sekitarnya, namun, entah mengapa, Arina rindu.

Berbeda dengan Arina yang terpaku pada buku, lagu lamat-lamat terdengar dari ruang sebelah. Arina memang tak mengintip, tapi suara pergerakan terdengar di sebelah. Sepertinya, Karina tengah berlatih fisik untuk aktivitas barunya.

Arina keluar kamar untuk mengambil minum. Tatkala kembali, ia mendengar pintu depan terbuka.

"Assalamualaikum."

"Waalaikum salam. Mama baru sampai Bandung?" tanya Arina.

"Halo, Arina. Apa kabar?"

Mendengar suara tamu itu, Karina keluar kamar.

"Mama udah beres kerjanya?" tanya Karina.

"Untuk sekarang udah beres. Kayanya masih libur seminggu ke depan," jawab mama mereka.

Mama mereka mengusap rambut Karina.

"Karina olahraga? Tumben?"

"Aku daftar cheerleader, Ma," jawab Karina.

"Bagus dong!" Mama mereka menoleh. "Kalau Arina?"

"Aku udah ikut ekskul Jepang, Ma."

"Emang ya, masa muda harus aktif dan ketemu orang-orang!" Mama mereka bertepuk tangan. "Mama beberes dulu ya. Lanjutin aja kegiatan kalian."

Mama mereka masuk ke kamar. Arina berjalan ke kamar sebelum dihentikan Karina.

"Rin, apa aku perlu banget ikut kamu belajar?" tanya Karina.

Arina mengangkat bahu.

"Aku sih nggak maksa. Toh emang pengajarnya disewa buat bantuin ngerjain tugas. Kalau ngerasa ga perlu, ya ga usah."

"Kalau gitu, kamu duluan aja, ya. Aku ngerjain sendiri dulu."

Arina mengangguk, lalu menimpali, "Kalau nanti masih bingung, keluar aja buat nimbrung."

Karina mengangguk.

Tugas kembali menjadi pusat perhatian Arina. Ia baru keluar dan memindahkan buku setelah pengajarnya datang. Arina juga telah menginstruksikan pembantu rumah tangga untuk menjamu gurunya.

Dua jam pertama, mereka membahas tugas biologi, fisika, dan kewarganegaraan yang luput dari memori Arina. Tatkala mereka membahas matematika, Karina bergabung.

Di tengah pembahasan soal, mama mereka membawakan oleh-oleh dari tempatnya bekerja.

"Nih, Mama bawa tahu dari Sumedang. Makan-makan ya," ucap mama mereka.

[2/3] PadmasanaWhere stories live. Discover now