"Nyerah aja kenapa sih? Temen lo cinta mati itu kayaknya."
Jaffran menyahut santai saat Jeno datang ke rumahnya malam hari dan bercerita mengenai dirinya, Shanum dan Aksa. Cowok itu sibuk mengunyah permen dimulut, dengan tangan yang juga sibuk bermain ponsel.
"Gue merasa jadi konsultan tahu nggak," Jaffran kembali bersuara membuat Jeno mendongakkan kepala, "Sore tadi Aksa juga cerita, sekarang elo. Tinggal nunggu Shanum aja dah gue."
"Aksa.. cerita apa ke elo?"
"Yang pastinya bukan jelek-jelekkin lo ya," Jaffran beringsut membetulkan posisi duduknya, "Ya, dia cuma cerita aja. Terus minta saran."
"Minta saran buat apa?"
"Yang pasti bukan minta saran buat mutusin Shanum." jawab Jaffran cengengesan sementara Jeno mendengus kesal melempari cowok itu dengan tutup toples.
"Gue nggak bisa."
"Nggak bisa apa?" tanya Jaffran bingung.
"Gue nggak bisa ngerelain Shanum gitu aja."
"Duh, bos! Melek dong!" cowok itu geleng-geleng kepala, "Gimana mau ngerelain kalau lo milikin Shanum aja enggak?" balasnya berhasil membuat Jeno terhenyak seketika.
"Gini ya," Jaffran menaruh ponselnya di atas meja, "Kita ini bukan anak kecil. Dan lo sama Aksa juga temenan udah lama. Salah satu dari kalian harus ngalah. Cewek banyak, Jenovan!!! Yang mau sama lo banyak!!" serunya dengan mata melotot.
"Kenapa bukan dia aja yang ngalah? Kenapa harus gue?" balas Jeno tak terima merasa disudutkan.
"Lo harusnya sadar. Dari awal semuanya udah jelas." Jaffran kembali menggelengkan kepala, "Shanum pacaran sama Aksa. Dan itu artinya dia yang milih Aksa. Bahkan sekarang walaupun Shanum udah tahu lo suka sama dia, itu cewek tetep diam aja, 'kan?"
Jeno mengerjap mencoba memahami.
"Itu artinya, dia nggak peduli, Jen. Dia nggak peduli mau lo naksir dia atau enggak karena dia udah milih Aksa." lanjut Jaffran membuat Jeno jadi diam tersadar, "See? Dari awal semuanya udah jelas. Lo nya aja yang nggak mau tahu."
"Tapi," Jeno meneguk ludah, masih berusaha menyangkal, "Lo tahu kan kalau orang yang naksir diam-diam itu justru lebih besar rasa cintanya?"
"Jeno.. Jeno.." cowok didepannya mengusak rambut, "Nggak peduli siapa yang lebih besar rasanya, nggak peduli siapa yang datang lebih dulu, karena dari awal Shanum udah milih Aksa."
Jeno kembali terdiam.
"Dia milih Aksa karena dia percaya sama cowok itu."
...
"Gue suka sama Jeno."
"Hah!?"
Vio dan Shanum berteriak kaget mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Caca barusan.
"Wah, gila lo?" sahut Vio menggelengkan kepala tak percaya, "Bisa-bisanya lo nggak ngasih tahu gue?!"
Sementara Shanum jadi bergerak canggung. Tak menyangka Caca menaruh perasaan pada laki-laki yang punya perasaan padanya. Gadis itu mengerjap-ngerjap saat melihat Caca yang cengengesan riang bercerita pada Vio disebelahnya.
"Tapi.. Jeno tuh nggak punya pacar kan?" tanya Caca cemberut sedih.
"Nggakkkk!!!" seru Vio, "Cowok pintar kayak dia mana tahu soal cewek sih, Ca? Tenang aja, gue pastiin lo bakal mendapatkan hati seorang Jenovan Adran Altarezza!"
Caca tersenyum sumringah, merangkul Vio senang sambil melompat-lompat. Shanum hanya terkekeh menatap mereka. Gadis itu memilih untuk pergi ke toilet karena tak tahu harus bicara apa pada Caca yang terlihat senang karena bisa mengungkapkan perasaannya pada sahabat-sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nevertheless
Fanfiction[ ON-GOING ] Shanum pikir, pertemuannya dengan Aksa di jam sebelas malam itu adalah pertemuan yang pertama dan terakhir baginya. Tapi siapa sangka, Shanum malah menyeret Aksa yang tidak tahu apa-apa ke dalam masalah pribadinya. "Please, kali ini aja...