"Kamu kenapa? Makanannya nggak enak?"
Shanum tersentak mendengar pertanyaan Papa barusan. Ia menggeleng pelan, kembali melanjutkan makan malamnya. Gadis itu terus kepikiran perkataan Aksa di sekolah tadi. Apa benar Jeno punya perasaan padanya? Tapi.. kenapa selama ini cowok itu diam saja?
Shanum menghela nafas, meneguk air putih disampingnya sampai tandas. Piring yang tadi penuh berisi nasi kini kosong dengan sendok dan garpu diatasnya.
Makan malam selesai.
Shanum kembali ke kamarnya di lantai dua. Ia merebahkan diri di kasur, menatap langit-langit kamar. Kembali terpikirkan ulang tahun papa yang hanya tersisa dua hari lagi. Shanum harus cepat-cepat mencari kado. Gadis itu beringsut duduk, kini berpikir kado apa yang sekiranya cocok untung papa.
...
Shanum membuka pintu toko pelan-pelan. Ia melirik ke sekelilingnya, memastikan tak ada Aksa ataupun Bunda yang berjaga di kasir. Gadis itu mengendap-ngendap melangkah mundur ke belakang.
"Ngapain lo?"
Bruk!
"Akh!" Shanum terperanjat segera membalikkan badan melihat Aksa yang berdiri didepannya. Cowok itu memiringkan kepala, bertolak pinggang menatap Shanum yang mengelus dahinya karena menabrak Aksa barusan.
"Kenapa sih lo bisanya bikin gue kaget mulu!?" teriak Shanum kesal, sengaja menyenggol bahu Aksa saat melewatinya.
Shanum menghampiri Mbak Rani bertanya apakah kue pesanannya sudah siap atau belum. Mbak Rani mengangguk, segera mengambil kue coklat yang dipesan Shanum beberapa hari yang lalu.
"Emangnya ulang tahun bokap lo kapan?" tanya Aksa menghampiri Shanum di kasir.
"Hari ini." jawab Shanum singkat.
Aksa manggut-manggut, "Happy Birthday ya."
Gadis itu menoleh menatap Aksa sebentar lantas kembali fokus pada Mbak Rani yang sudah kembali sambil membawa kue miliknya.
"Mau tulis sesuatu nggak, Teh?" tanya Mbak Rani, "Bisa milih kertasnya mau yang mana."
"Eh, boleh?"
Mbak Rani menganggukkan kepalanya.
Shanum memutuskan untuk menulis pesan singkat pada papa. Kertas yang dipilihnya adalah sebuah kertas putih dengan gambar lelaki yang memakai topi ulang tahun. Aksa memperhatikan gadis itu dari samping, rambut panjangnya yang terurai sedikit menghalangi gadis itu saat menunduk. Tanpa ragu, Aksa mencoba menyingkirkan rambut Shanum yang terlihat mengganggunya, menyelipkan beberapa anak rambut gadis itu ke belakang telinga.
Shanum tersentak kaget, menoleh pada Aksa yang sama kagetnya. Cowok itu berdeham pelan berusaha untuk tidak terlihat salah tingkah, "Apa? Gue cuma risih! Makanya rambut lo tuh dipotong!" desis Aksa galak.
"Rambut gue ya terserah gue lah! Ribet banget lo!" balas Shanum kesal.
Selesai mengambil kue, Shanum langsung memesan taksi online untuk pulang. Aksa menemaninya menunggu di depan toko. Cowok itu terus-terusan melirik Shanum membuatnya mendecak sebal menyuruh Aksa untuk diam.
"Lo sama Jeno gimana?" tanya Aksa tiba-tiba.
Shanum mengerjap, tak menyangka Aksa akan menanyakan hal itu padanya, "Nggak gimana-gimana. Kenapa lo nanya itu?"
"Ya, gapapa. Gue cuma kepo." jawab Aksa seadanya, "Terima aja."
Shanum melirik bingung, "Terima apa?"
"Jeno."
Gadis itu lagi-lagi tersentak, menatap Aksa yang kini juga menatapnya. Shanum membasahi bibir, "Dia nggak nembak gue. Jadi gue harus nerima apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nevertheless
Fiksi Penggemar[ ON-GOING ] Shanum pikir, pertemuannya dengan Aksa di jam sebelas malam itu adalah pertemuan yang pertama dan terakhir baginya. Tapi siapa sangka, Shanum malah menyeret Aksa yang tidak tahu apa-apa ke dalam masalah pribadinya. "Please, kali ini aja...