15 : Melampaui Batas

38 6 0
                                    

Aksa baru saja sampai di sekolah. Ia berjalan di koridor menuju loker untuk mengambil bukunya disana. Saat membuka loker berwarna biru tersebut, Aksa diam sebentar. Kini menyadari bahwa sudah tidak ada lagi coklat, permen, minuman atau apapun itu di lokernya. Cowok itu mengangkat bahu santai, mungkin gadis-gadis Aksara Nusa sudah tidak menaruh perhatian lagi padanya. Baguslah. Aksa tak mau ambil pusing. Karena baginya, yang penting untuk sekarang hanyalah kesehatan Bunda.

"Masih inget sekolah lo?"

Aksa menoleh mendengar suara Jeno barusan. Satu tangannya menutup pintu loker dengan tangannya yang lain memegang buku paket.

"Jaga-jaga aja sih biar nggak di drop out." balas Aksa asal. Keduanya jalan beriringan menuju koridor kelas mereka.

Jeno disampingnya melirik luka di wajah Aksa, pipi kiri cowok itu dipasangi plester. Kemudian memandang seragam lusuh Aksa yang nampaknya tidak di setrika.

"Lo masih kerja ditempatnya Bang Fajar?"

Aksa mengangguk samar.

"Masih sering balapan?"

Yang ditanya mengangguk lagi.

"Kalauㅡ"

"Buset dah, bawel banget lo!" desis Aksa menyenggol bahu lebar Jeno, "Dah nyampe nih di depan kelas gue! Sana!"

Aksa melambai kecil tanpa menoleh segera masuk ke dalam kelasnya. Jeno yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala memakinya dalam hati.

...

Lapangan sekolah terlihat ramai di jam pulang begini. Tim basket Aksara Nusa berlatih habis-habisan untuk turnamen yang akan diadakan seminggu lagi. Banyak siswa yang memilih untuk menonton daripada pulang ke rumah setelah bel pulang sekolah.

Bangku penonton hampir penuh. Shanum yang ikut menonton disana bersama Vio asik meneguk minuman sodanya. Sorak-sorai terdengar saat salah satu pemain berhasil mencetak skor. Padahal ini hanya latihan saja.

Baru saja ingin menempelkan kembali bibirnya ke kaleng soda, minuman milik Shanum itu tiba-tiba di ambil entah oleh siapa. Pelakunya menegak habis soda tersebut kemudian meremas kalengnya menggunakan satu tangan dan melemparnya asal ke arah belakang.

Shanum yang melihat itu bergidik ngeri, membayangkan sekuat apa tenaga Alaska Sauqi Pranomo tersebut.

"Sama-sama," celetuk Shanum jengkel, "Jangan seenaknya ambil punya orang dong."

"Gapapa, kan punya lo."

"Gila," gumam Shanum merotasikan bola matanya.

Aksa beringsut duduk disamping gadis itu, memutuskan ikut menonton mengundang perhatian siswa lain yang ada disana. Eric yang memang bergabung dengan tim basket sekolahnya, melambai semangat pada Aksa. Membuat cowok itu mendecih meneriakinya dengan kata kasar.

"Alay lo!"

Sorakan kembali terdengar saat tim Eric berhasil mencetak skor untuk yang kesekian kalinya. Cowok bule itu kembali melambai pada Aksa, memasang wajah sombong.

"Duh, Sha, gue duluan ya," Vio sibuk menggendong tas birunya, "Kakak gue udah didepan."

"Lho? Dijemput?" Shanum menoleh, "Katanya mau bareng aja naik taksi online?"

Vio menggeleng pelan, "Nggak tahu nih kakak gue tiba-tiba ngejemput, baru balik dari tempat kerjanya."

Shanum mengerucutkan bibir, "Yaudah, hati-hati." ujarnya sebelum Vio benar-benar pergi dari sana. Gadis itu jadi mendesah lesu memandang tak minat ke arah lapangan.

NeverthelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang