"Bunda,"
Aksa menghampiri Bunda yang sedang duduk bersandarkan bantal sambil menonton tv. Ibu dua anak itu menoleh bertanya pada anak sulungnya, kenapa memanggil?
"Ada Tante Lea."
Aksa tak tahu bagaimana caranya Lea bisa tahu kalau Bunda dirawat di rumah sakit ini. Begitu melihat Lea didepan ruang rawat inap ibunya, Aksa jelas terkejut. Mau tak mau menyampaikan kedatangan Lea pada Bunda.
Wanita dua puluh delapan tahun itu masuk dengan langkah ragu. Tangannya membawa parsel buah dan satu plastik putih lainnya. Aksa bicara sebentar lalu memutuskan untuk keluar mencari Sila yang katanya membeli makanan di kantin rumah sakit.
"Sebelumnya maaf saya nggak bilang apa-apa dulu sebelum kesini. Maaf kalau terkesan kurang ngajar dimata Ibu," ucap Lea menaruh buah tangannya di atas meja nakas, "Saya kesini karena dengar dari teman Aksa yang bilang kalau Ibu masuk rumah sakit."
Bunda tersenyum simpul, mengangguk pelan mengucapkan terima kasih.
"Saya minta maaf," lanjut Lea menunduk, "Selama ini saya nggak bisa benar-benar datang ke hadapan Ibu karena terlalu malu dan takut. Saya harap Ibu bisa memaafkan saya,"
Bunda menggeleng pelan, "Saya sudah maafkan kamu dari lama, Andrea. Nggak ada yang perlu diluruskan lagi, semuanya sudah selesai. Kamu bahagia dengan David dan saya bahagia dengan anak-anak saya."
Lea mengerjapkan matanya beberapa kali berusaha menahan tangis, "Maaf."
Bunda beringsut menepuk-nepuk punggung Lea sambil terkekeh, "Saya maafkan. Terima kasih karena sudah jauh-jauh datang kesini,"
...
"Tante Lea.. ini boleh dimakan?" tanya Sila memegang sebuah permen dengan berbagai macam bentuk.
Lea mengangguk, "Itu buat kamu."
Sila tersenyum sumringah, "Makasih."
Aksa menatap Bunda, Lea dan Sila yang asik bercanda. Tatapan cowok itu melunak seketika. Sampai sekarang Aksa masih saja tak mengerti kenapa bundanya bisa sebaik itu. Padahal jelas-jelas Lea sudah menghancurkan rumah tangganya. Sudah merusak kebahagiaan anak-anaknya.
"Aksa anak baik disekolah," Lea bercerita saat Bunda bertanya bagaimana perilaku Aksa disekolah membuat cowok itu meneguk ludah gugup, "Dia.. cuma sering telat aja." lanjut Lea berusaha menutupi semua catatan hitam Aksa disekolah, "Dia punya banyak teman jadi Ibu nggak perlu khawatir."
Aksa nyengir menatap Bunda yang memujinya.
"Bahkan Aksa udah punya pacar lho,"
"Tante!"
Aksa menggeleng kuat-kuat menyuruh wanita disebelahnya untuk tutup mulut. Yang sialnya malah membuat Bunda makin bertanya penasaran.
"Kebetulan pacarnya keponakan saya."
Bunda tertawa, "Wah, dunia sempit ya."
Aksa memejamkan mata berusaha tuli mendengar obrolan Bunda dan Lea. Sila yang ada disana asik memakan permen, tak peduli dengan sekitar.
"Namanya Shanum."
"Eh, saya udah pernah ketemu sama dia. Sempat main ke rumah juga,"
"Oh ya? Shanum memangㅡ"
"Tan," Aksa menyela, kembali memohon agar Lea berhenti bicara karena semua itu hanya rekaan semata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nevertheless
Fanfiction[ ON-GOING ] Shanum pikir, pertemuannya dengan Aksa di jam sebelas malam itu adalah pertemuan yang pertama dan terakhir baginya. Tapi siapa sangka, Shanum malah menyeret Aksa yang tidak tahu apa-apa ke dalam masalah pribadinya. "Please, kali ini aja...