19 : Growing Feelings

39 6 0
                                    

Malam itu pertama kalinya Aksa kalah di arena. Tak ada yang menyambutnya riang seperti yang dilakukan Rehan sebelum-sebelumnya. Entah kenapa pikiran Aksa tiba-tiba kacau. Cowok itu tidak bisa berkonsentrasi. Detik setelahnya Aksa mendapat telepon dari Sila. Adiknya itu mengatakan bahwa ia mendapat telepon dari rumah sakit. Tanpa ba-bi-bu, Aksa kembali menyalakan motornya, melaju kencang menuju rumah sakit.

Pukul tiga dini hari, Aksa baru ingat. Ia belum menyerahkan uang taruhannya semalam. Apalagi kali ini ia kalah. Yang artinya harus mengeluarkan dua kali lipat lebih besar dari jumlah biasanya. Aksa mendesah gusar berusaha menghubungi Rehan. Lagi, ponsel cowok itu tidak aktif.

...

Pulang sekolah, mereka berkumpul seperti biasa di rumah megah milik Jaffran. Rehan yang hari ini tidak sekolah disambut heboh dengan yang lain. Ia mengatakan bahwa hari ini persidangan perceraian kedua orang tuanya. Maka dari itu ia memutuskan untuk tidak sekolah dan mematikan ponselnya sementara waktu.

Tv di ruang tengah dibiarkan menyala, tak ada satupun dari mereka yang menonton. Hanya menjadikan siaran tersebut sebagai penghias telinga. Dua dari mereka asik bermain games. Dua lainnya asik berbincang, sesekali mencomot cemilan di dalam toples. Dua lagi sibuk dengan ponsel mereka masing-masing

Setengah jam berlalu masih dengan keadaan mereka yang seperti itu. Baru saja Jaffran menawarkan untuk memesan makanan via online, ponsel Aksa berdering. Nama Shanum tertera jelas disana. Mereka yang melihat langsung bersiul menggoda membuat Aksa kesal tak segan menendang betis mereka satu persatu.

"Halo?"

"Wah, langsung di angkat. Nggak sia-sia gue nyulik cewek lo."

Aksa tersentak kaget, jelas mengenali suara ini. Salah satu lawannya di arena tadi malam.

"Alaska... Alaska. Lo tuh keseringan menang sampai nggak sudi ngasih duit lo ke kita? Jangan pikir lo bisa kabur gitu aja ya," cowok itu terkekeh serak yang terdengar menyebalkan ditelinga Aksa.

Yang lain mengernyit bingung melihat ekspresi marah Aksa. Mereka mulai bertanya namun Aksa tetap diam enggan menjawab. Tak bisa membendung rasa penasaran, satu persatu dari mereka mulai mendekat. Memaksa Aksa untuk menjawab. Cowok itu mendecak, memutuskan untuk mengaktifkan mode loud speaker.

"Kasih duit lo sekarang. Tiga kali lipat atau cewek lo bakal gue gilir ke anak-anak."

Keenam cowok itu membulatkan mata kaget, menatap Aksa meminta penjelasan. Masih terkejut dengan ucapan si penelepon, tiba-tiba dari ponsel Aksa muncul sebuah gambar. Mereka mengubahnya ke panggilan video. Semuanya membuka mulut tak percaya melihat Shanum terduduk lemas dengan kaki dan tangan diikat disana.

"Kalau sampai lo nelpon polisi, gue nggak jamin cewek lo bakal baik-baik aja."

Aksa segera mematikan sambungan tersebut, mengepalkan tangan marah segera berdiri menyambar kunci motornya.

"Sa! Buset dah!" Rehan ikut berdiri, "Lo kalah semalam?"

"Gue lupa ngasih uangnya," balas Aksa dengan suara serak dan wajah kalut, "Sumpah. Semalam Bunda gue kambuh lagi makanya gue sampai nggak ingat ngasih duit itu."

Yang lain menatap kasihan. Kemudian lima cowok itu jadi terlonjak kaget saat melihat Jeno yang sudah duduk di atas motornya.

"Lo semua kenapa diem aja!? Cepetan ambil kunci motor lo!" Jeno berteriak membuat empat lainnya yang masih diam termangu segera beralih menduduki motor mereka.

NeverthelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang