"Lo tuh nggak ngerti bagian mananya sih!?"
Shanum menggeram kesal sambil membuka lembaran buku didepan Aksa, menjelaskan kembali apa yang menjadi pertanyaan cowok itu di hari pertama mereka sebagai tutor dan murid.
"Contohnya yang ini! Caranya sama dan lo tinggal ganti angkanya doang! Astaga, bisa botak gue lama-lama!" seru Shanum mengacak rambutnya sendiri.
Sekarang pukul empat sore. Halaman depan perpustakaan selalu menjadi tempat paling bagus bagi mereka yang ingin belajar atau menyendiri karena tempat ini selalu sepi setiap harinya.
Aksa menggaruk rambutnya bingung, benar-benar tak mengerti dengan semua soal berisi angka-angka dihadapannya. Cowok itu melirik Shanum yang kini asik bermain ponsel. Ia menghela nafas memutuskan untuk kembali berpikir berusaha menyelesaikan soal-soal tersebut.
...
Dua minggu berlalu dengan cepat. Hanya tersisa tujuh hari lagi sebelum mereka melaksanakan ujian akhir semester. Siswa-siswi Aksara Nusa sudah mulai terlihat sibuk, banyak dari mereka yang lebih sering keluar masuk perpustakaan sekolah.
"Kamu sering ketemu Tante Lea nggak disekolah?" tanya Bunda menghampiri Aksa yang sedang mencuci piring malam itu.
Aksa mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Shanum kabarnya gimana?"
Piring yang sedang dipegangnya terlepas begitu saja dari tangan saat mendengar nama Shanum disebut. Aksa menggerutu, kembali membasuh piring tersebut dengan air.
"Hati-hati dong, Mas." ucap Bunda mengelus bahu putranya, "Nggak usah buru-buru."
Aksa mengangguk patuh, "Shanum baik." balasnya berusaha menjawab sebisa mungkin. Entah kenapa saat nama Shanum disebut, Aksa berhasil panas dingin dibuatnya. Detakan anomali yang berasal dari jantung Aksa kembali terdengar.
"Kamu nggak pernah jalan-jalan atau apa gitu sama dia?" tanya Bunda, lagi. "Diem mulu perasaan di rumah."
Aksa jadi gelagapan sendiri, "Kan mau ulangan, Shanumnya sibuk belajar."
Bunda manggut-manggut memaklumi, "Kapan-kapan ajak kesini lagi. Kita makan bareng-bareng,"
Aksa tersenyum sekilas sebelum kembali menganggukkan kepalanya.
"Udah gede ya anak Bunda," wanita itu mengelus rambut Aksa yang sekarang sudah berubah menjadi warna hitam, "Bahagia terus ya, Nak. Lakukan apa yang kamu mau, oke? Bunda nggak bakal ngelarang selama itu hal-hal yang baik."
Putranya hanya bisa tersenyum masam.
"Kejar apa yang ingin kamu kejar." lanjut Bunda membuat Aksa berhasil menoleh menaruh seluruh atensinya pada wanita itu, "Jangan ragu-ragu karena masa depan kamu ada di tangan kamu sendiri."
...
Aksara Nusa melakukan kegiatan outbound di dekat pegunungan Bandung sebelum melaksanakan ujian akhir semester. Halaman depan gedung sekolah tersebut terlihat ramai. Siswa-siswi sibuk menggendong tas mereka, mempersiapkan banyak barang untuk kegiatan yang akan mereka lakukan disana selama tiga hari dua malam.
Tepat pukul tujuh, semua siswa dipersilahkan masuk ke dalam busnya masing-masing. Setiap bus ada lima puluh kursi yang berisi siswa Aksara Nusa juga beberapa guru dan para tenaga kerja.
"Lo duduk sendirian gapapa?" tanya Caca cemberut sedih, "Atau kita tuker aja biar Vio duduk sama lo? Gue gapapa kok duduk sendiri."
Shanum menggeleng pelan sambil terkekeh, "Gapapa, udah santai aja. Lo udah duduk jadi nggak usah pindah-pindah lagi." balasnya, "Lagian gue kan duduk dibelakang kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nevertheless
Fanfic[ ON-GOING ] Shanum pikir, pertemuannya dengan Aksa di jam sebelas malam itu adalah pertemuan yang pertama dan terakhir baginya. Tapi siapa sangka, Shanum malah menyeret Aksa yang tidak tahu apa-apa ke dalam masalah pribadinya. "Please, kali ini aja...