41. Terungkapnya fakta baru

394 54 0
                                    

Happy Reading ❤
.
.
.




"Kami sudah menikah tiga tahun yang lalu. Kami saling mengenal saat masih menjadi rekan kerja lima tahun lalu. Setelah menikah, saya melarangnya bekerja. Saya tidak tahu kalau ia memiliki seorang anak karena ia sendiri yang mengatakan tidak memiliki anak"

Gia terkejut mendengarkan penuturan dari pria paruh baya yang ia temui di rumah sakit.

"Sebelum kecelakaan, saya bertengkar hebat dengannya karena saya tau fakta yang sesungguhnya. Saya membaca pesan-pesan yang kamu kirimkan padanya. Saya terkejut sekaligus kecewa karena telah dibohongi oleh orang yang saya cintai. Saat saya tanya alasannya, dia mengatakan kalau takut saya tidak bisa menerima anaknya. Dia juga mengatakan alasan kenapa tidak memberi tahumu" lanjut Pria paruh baya itu.

"Apa alasannya?" tanya Gia dengan air yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

"Maaf, tapi mungkin itu akan menyakiti hatimu"

"Tidak masalah" tegas Gia.

"Ibumu mengatakan kalau kamu tidak perlu tahu"

Sesak. Itulah yang saat ini Gia rasakan. Baru kemarin ia mengetahui fakta bahwa ibunyalah yang bermain belakang dengan pria lain bukan sang Ayah seperti yang ibunya katakan selama ini padanya, dan sekarang ia kembali mendengar fakta bahwa ibunya telah menikah lagi tanpa sepengetahuannya.

Ibunya yang selama ini mengatakan berada di luar kota nyatanya masih berada dalam satu kota dengannya. Ibunya yang selama ini mengatakan sibuk bekerja nyatanya sibuk bersama keluarga barunya tanpa memikirkan putrinya yang kesepian di rumah, putrinya yang membutuhkan perhatiannya, putrinya yang membutuhkan kasih sayangnya.

Ibunya bahkan mengatakan jika ia tak memiliki anak. Bukankah secara tak langsung ibunya sudah menganggapnya tiada? Meskipun demikian sakit yang Gia rasakan, ia tetap bersedia untuk mendonorkan darahnya untuk sang ibu.

Saat ini, Gia yang baru selesai mendonorkan darah terduduk lemas di kursi panjang yang berada di taman rumah sakit ini. Tak sendiri, ia ditemani laki-laki yang membawanya ke sini.

"Makan nih buat ngisi tenaga lo, pucet banget muka lo. Udah kaya vampir" Gavin menyerahkan plastik berisi bubur ayam untuk Gia.

Gia menerimanya tanpa minat "Thanks"

Gavin lalu duduk di sebelah Gia. Ia tau susana hati gadis itu sedang kacau. Ia mengerti bagaimana perasaan Gia. Ia sendiri yang bukan anak kandung dari Ayudia pun kecewa pada ibu tirinya yang telah membohonginya, apalagi Gia yang anak kandungnya sendiri.

"Gue tau lo nggak nafsu makan, tapi gue juga nggak mau ya kalo lo nanti pingsan. Biaya rumah sakit mahal, males gue bayarinnya. Gih makan!"

Gia menghela nafas berniat untuk memakan bubur itu walau ia tak nafsu. Baru mau membuka plastik, tiba-tiba suara seseorang yang ia kenal menghentikan tangannya.

"Gia" panggil Geo sedikit berteriak lalu menghampiri kekasihnya.

"Ini rumah sakit, kalo lo nggak tau" peringat Gavin. Geo melirik Gavin malas lalu duduk di tengah-tengah Gia dan Gavin.

"Maaf aku baru dateng" ucap Geo lirih sambil menggenggam tangan Gia.

Gia tersenyum tipis. Ia tau tadi Geo ingin mengantarnya namun tak diberi izin oleh gurunya. Alhasil Geo menunggu hingga sekolah usai "Nggak papa kok"

"Anak-anak mau ikut, cuma aku larang. Takut pada rusuh" lanjut Geo membuat Gia sedikit terkekeh.

"Iya Geo, nggak papa"

Geo&Gia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang