BAB | 13

2.1K 76 4
                                    

BUGH!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BUGH!

Tersulut emosi Yusuf memukul sudut bibir Harist, juga menendang perut Harits. Hingga laki-laki itu terkapar lemah.

“Mas...” Humaira semakin terisak ketika melihat suaminya terkapar.

Harist beranjak berdiri, kembali mengepalkan tangannya.

BUGH!

BUGH!

BUGH!

Harist terus memukul wajah juga perut Yusuf, tanpa memberi celah untuk Yusuf memukul dirinya, meluapkan emosinya yang sangat memuncak.

“JANGAN PERNAH MENGGANGGU ISTRI SAYA LAGI, ATAU KAMU BERAKHIR DI RUMAH SAKIT!” ancam Harist tak main-main, sorot matanya menatap Humaira yang terisak histeris. “Masuk!” Harist menyuruh Humaira masuk, dengan nada yang begitu dingin

Yusuf tertawa remeh, ia menyeka darah yang mengalir di sudut bibir serta hidungnya. “Gue sama sekali nggak takut sama lo.” Ucap nya setelah itu berlalu pergi, berjalan sempoyongan.

Harist menghampiri Humaira, laki-laki itu langsung memeluk tubuh bergetar istrinya.

“Saya mau marah sama kamu, tapi saya nggak bisa marah sama kamu Humaira...” lirih nya, ia mengusap lembut punggung istrinya menenangkan.

“Maafin Humaira Mas, Maaf...” Humaira semakin mengeratkan pelukannya, membenamkan wajahnya di dada bidang suaminya.

***

“Mas, pasti sakit ya?” tanya Humaira, tangannya menangkup dagu suaminya, ibu jarinya mengelus lembut sudut bibir Harist yang terluka.

Harist menggeleng. “Ini nggak seberapa dari rasa sakit di hati Mas, ketika Mas melihat kamu di perlakukan tidak baik oleh sahabat kamu. Apalagi ketika sahabat kamu melihat aurat kam-“

“Mas maaf...” potong Humaira, kedua matanya berkaca-kaca menatap suaminya, sungguh ia sangat merasa bersalah.

“Nggak apa-apa sayang, semua udah terjadi, lagi pula ini bukan kesalahan kamu sepenuhnya.” Meski begitu Harist tetap berkata lembut pada Humaira.

Air mata Humaira mengalir seketika. “Humaira obatin ya Mas?” ucapnya meraih kotak P3K di atas nakas, yang ia bawa tadi ke kamarnya.

“Jangan nangis sayang, cengeng banget sih hm?” Harist menghapus air mata Humaira.

Humaira menuangkan obat alkohol pada kapas, lalu mengobati luka di sudut bibir suaminya. “Tadi tuh Humaira khawatir banget, takut kalau Mas kenapa-kenapa.” Setelah selesai mengobati lukanya, kedua tangan Humaira membuka satu persatu kancing kemeja suaminya.

Kepincut Ustadz TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang