BAB | 32

912 32 4
                                    

Jangan takut akan perpisahan, karena sejatinya perpisahan itu hanya sementara dan kehidupan di akhirat itu selama-lamanya.”


--Harist Nizar Albasyir--

Setelah sholat tahajjud dan mengaji Harist dan Humaira saling mencurahkan hatinya satu sama lain, romantis di sepertiga malam adalah suatu rutinitasl bagi mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah sholat tahajjud dan mengaji Harist dan Humaira saling mencurahkan hatinya satu sama lain, romantis di sepertiga malam adalah suatu rutinitasl bagi mereka.

“Mas mengapa akhir-akhir ini Humaira merasa takut, Humaira takut kita berpisah—wallahi Mas Humaira tidak akan pernah siap dengan perpisahan itu. Humaira sangat mencintai Mas Harist.” kata Humaira dengan menatap penuh ketulusan lelaki kesayangannya itu.

Mendengar ucapan istrinya jantung Harist bergemuruh, satu tangannya mengelus lembut surai rambut panjang Humaira. “Perpisahan pasti selalu ada, sayang hidup di dunia hanya sementara. Maka siap tidak siap kita harus menerima perpisahan itu. Tapi kita juga harus percaya dengan ketentuan dan takdir Allah, jika kita saling mencintai karena Allah maka Allah akan menyatukan kita kembali di surga kelak. Jangan takut akan perpisahan, karena sejatinya perpisahan di dunia itu hanya sementara dan kehidupan di akhirat itu selama-lamanya.” Tutur kata lembut dari Harist membuat perasaan Humaira begitu tenang, Humaira benar-benar tidak menyangka dirinya memiliki suami yang begitu sempurna. Hingga tanpa sadar air mata Humaira mengalir.

“Hei-hei kenapa menangis sayang? Jika ucapan Mas membuat kamu menangis maapkan Mas sayang dan Mas mohon jangan pernah memikirkan hal yang membuat kamu sedih. Mas mengajak kamu berlibur hanya untuk bersenang-senang sayang bukan untuk menangis.” Harist menghapus lembut air mata Humaira. “Jangan teteskan lagi air mata ini, mata indahmu tidak pantas mengeluarkan air mata.” setelah itu Harist mengecup lembut kening istrinya. “Ya Allah hamba begitu mencintai bidadari yang engkau ciptakan, terimakasih telah menghadirkan bidadari cantik untuk hamba dan hamba berjanji akan menjaganya hingga engkau persatukan kami kembali di surgamu.”  batin Harist, setelah itu Harist membawa istrinya ke dalam dekapannya.

“Mas Harist Humaira berharap Allah memanggil kita bersama, Humaira tidak mau jika Allah memanggil salah satu dari kita. Humaira ingin kita bersama selamanya.” ucap Humaira.

“Kita serahkan takdir kita hanya kepada Allah sayang.”

***

Sudah satu minggu Harist dan Humaira menghabiskan waktunya di Bali, pagi ini mereka tengah besiap-siap untuk pulang bertemu dengan putra dan putri kecil mereka.

“Kesayangan Mas mengapa pagi ini cantik sekali?” Harist tiba-tiba saja memeluk Humaira dari belakang, Humaira yang tengah mengeringkan rambutnya pun hanya tersenyum dan tersipu malu. “Selalu disambut oleh bidadari secantik kamu adalah anugerah bagi Mas, kamu adalah anugerah terindah yang Allah ciptakan untuk Mas. Humairaku Mas berjanji Mas akan menjaga cinta ini hanya untuk kamu sayang.” setelah itu Harist mengecup lembut pipi Humaira yang bersemu merah.

Kepincut Ustadz TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang