BAB | 10

2.4K 88 2
                                    

Humaira saya menjadikan kamu sebagai kekasih hidup saya, berarti saya juga menerima segala kekuranganmu. Pada saat saya mengucapkan qoblitu, saya berjanji untuk membahagiakan kamu, menjadikanmu sebagai bidadariku.

--Harist Nizar Albasyir--

“WHAT JADI LO NIKAH SAMA USTADZ?!” teriak Cica, membuat Humaira juga Gelisha tersentak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“WHAT JADI LO NIKAH SAMA USTADZ?!” teriak Cica, membuat Humaira juga Gelisha tersentak.

“Cica jangan keras-keras!” kesal Humaira.

“Lo itu nggak bisa lihat kondisi banget ya!” Gelisha ikut kesal.

“Memang kenapa gue sebagai sahabatnya Humaira, wajar dong kaget Humaira nikah sama Ustadz. Lagi pula ini di kamar gue jadi wajar gue mau teriak sekeras apapun, toh nggak ada yang denger. Paling cuma jin di kamar gue yang denger, tenang jin di kamar gue nggak akan cepu!” Cica menjeda ucapannya, ia memegang bahu Humaira menatap wajah sahabatnya dengan tatapan mengintimidasi. “Humaira bukannya gue nggak suka, jaman sekarang—ah nggak maksudnya jaman dulu hingga sekarang rata-rata Ustadz itu poligami. Memang lo mau di poligami sama suami lo yang notabene nya sebagai Ustadz?”

Astaghfirullah, Cica istighfar!”

“Kok lo malah nyuruh gue istighfar, seharusnya lo jawab pertanyaan gue Humaira.”

Humaira mendengus. “Rata-rata Ustadz yang berpoligami pasti ada alasannya, jangan memandang rendah berpoligami. Kita hanya tahu di luar tapi nggak di dalam ceritanya ... Cica Fellicia denger, Mas Ustadz Harist suami gue nggak akan melakukan hal itu.” Jelas Humaira.

“Dari mana lo tahu kalau Mas Ustadz lo itu, nggak akan poligami?”

“Karena ketulusannya, gue yakin di hati Mas Harist hanya ada gue seorang.”

“Kalau misalnya suami lo nikah diem-diem atau bahkan dia tiba-tiba minta ijin lo buat nikah lag giman—”

“Jangan menanyakan hal yang belum pernah terjadi Cica.” Potong Humaira.

“Ya maaf...” lirih Cica memeluk tubuh Humaira. “Gue cuma takut lo di sakiti lagi sama seseorang yang lo cintai.”

Humaira membalas pelukan Cica. “Makasih udah peduli dan selalu mengkhawatirkan gue...”

Alhamdulillah, puji Tuhan  akhirnya udah nggak debat lagi.” Gumam Gelisha. “Gue ikutan.” ucap Gelisha memeluk tubuh kedua sahabatnya.

***

Malamnya Harist dan Humaira tengah duduk di sofa yang berada di dalam kamarnya.

“Mas Harist, kapan Aisha pulang?” tanya Humaira.

Harist merangkul bahu Humaira, memeluk istrinya dengan penuh kasih sayang. “Kata Umma, Aisha menginap satu minggu.” jawab Harist.

Kepincut Ustadz TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang