BAB 1

4.1K 314 13
                                    

Malam ini Freen masih terbelenggu dalam pikirannya sendiri. Dia hanya diam menatap pemandangan di luar sana dari balik jendela kamarnya. Seperti malam sebelumnya, pikiran gadis berambut sepunggung itu kembali memutar kenangannya yang telah meinggalkan bekas dalam hidupnya.
Bahkan setelah banyaknya musim berganti, rasa luka itu belum mengering.

Freen menghela napas lalu bergumam lirih, “setelah sejauh ini .. kenapa aku masih seperti diriku yang dulu? Aku benar-benar bodoh.”

Kenapa?

Kenapa dia tak bisa bernapas seperti orang lain?

Setiap malam, ketika ia hanya seorang diri dadanya terasa sesak. Rasa sepi itu memeluknya erat. Setiap malam suara yang paling dirindukan itu sering kali membawanya dalam mimpi yang menyedihkan. Dan wajah orang yang ia rindukan itu membawanya ke jalan buntu.

Pada akhirnya Freen hanya bisa menundukkan kepalanya, membiarkan dirinya merasakan kesakitan yang tak pernah bisa ia ungkap atau orang lain ketahui.

Tap tap ...

Lima menit kemudian Freen menegakkan kembali tubuhnya kembali ketika suara langkah kaki mendekat. Dari bayangan jendela dia melihat ayahnya mendekat.

“Tanggal pertunanganmu sudah diatur jadi lakukan yang terbaik agar perusahaan kita semakin berkembang,” ujar sang ayah tegas.

“Apa hanya itu satu-satunya jalan ayah?”

Kedua alis ayahnya bertaut dan menatap Freen tajam. “Apa maksudmu?”

Freen membalikkan tubuhnya dan membalas tatapan ayahnya tanpa ada ketakutan dalam sorot matanya. “Aku bisa melakukan apapun untuk perusahaan. Tapi tidak dengan pertunangan atau pun pernikahan.”

“Apa kau bilang!?” bentak sang ayah kesal tapi masih menahan amarah. Untuk sesaat pria yang sudah beruban itu terdiam karena Freen berani menentangnya. Namun tak lama pria itu kembali memasang wajah dingin dan berujar, “aku tak membutuhkan pendapatmu.”

“Ayah!”

“Suka atau tidak aku tidak peduli!”

“Kenapa kau melakukan ini padaku? Apa ayah sungguh berpikir itu demi kebahagianku atau ayah hanya peduli dengan uangmu?”

Rahang ayah Freen mengeras dan tanganya sudah siap menampar wajah putri satu-satunya itu. Namun tangan pria itu berhenti sebelum menyentuh wajah Freen.

“Kenapa berhenti? Apa perkataanku menyakitimu ayah? Kenapa?”

Ayah Freen mendengus kesal lalu berujar, “aku tak mau berdebat denganmu. Lagipula tak ada cara bagimu untuk menolaknya. Jadi bersikap baiklah pada calon tunanganmu nanti.”

Setelah mengatakan itu sang ayah meninggalkan anak gadisnya dalam kesengsaraan yang besar seorang diri. Entah mengapa pria itu tak tahu betapa terlukanya hati sang putri karena diperlakukan begitu kejam?

Freen hanya ingin bernapas bebas.

Dia hanya ingin berjalan diatas kakinya.

**

Pagi yang cerah telah datang dan Freen sudah berkutat di meja kerjanya. Penampilan gadis itu seperti biasanya, tampak elegan dan cantik seakan tak pernah terjadi sesuatu malam kemarin. Dia bekerja dengan profesional dan tak mau karyawannya memandang sebelah mata hanya karena dia putri pemilik perusahaan.

“Apa kau sudah memeriksanya? Bagaimana? Dia tampaknya memiliki potensi besar untuk perusahaan kita,” ujar Heng antusias. Pria tinggi itu selalu memberikan penilaian yang cukup akurat dan karena itu Freen memilihnya menjadi sekertarisnya. Terlebih mereka sudah berteman sejak kuliah.

Freen menelan ludah dan memainkan bolpoin dalam genggamnya. Ada perasaan tak nyaman berkecamuk dalam hatinya ketika ia membaca berkas yang Heng berikan.

“Ada apa Freen?” tanya Heng ketika ia menangkap gelagat aneh temannya. Dia cukup mengenal Freen jadi ia bisa sedikit membaca pikiran gadis itu.

Freen menatap tajam Heng. “Aku bosmu di sini jadi jangan memanggilku seenaknya.”

“Ups maaf nyonya bos,” jawab Heng dengan sedikit kekehan. Pria itu memang suka bercanda. “Lalu bagaimana pendapatmu tentang dia?"

"Aku .. tidak menginginkannya," jawab Freen.

"Apa!?"

"Sudah cukup pembahasan tentang ini. Keluarlah."

"Tapi aku sudah membawanya kemari!” ujar Heng panik.

Mata Freen seketika melotot. “Apa?”

“Hey, kenapa kau terkejut begitu?”

“Dasar bodoh, kenapa kau tak memberitahuku dulu? Kenapa kau memutuskannya sendiri? Apa kau pikir kau ini pemilik perusahaanku hah!?” omel Freen. Dia sangat kesal dengan Heng.

“Maafkan aku, tapi dia benar-benar sangaaaat cantik dan berbakat. Kau akan langsung suka saat pertama kali kau melihatnya.”

“Kau ini!”

“Nona cantik masuklah!” teriak Heng kearah pintu dan sesaat kemudian seorang gadis membuka pintu lalu perlahan ia mendekat.

Setiap langkah kaki gadis itu terdengar manis di telinga Freen dan seakan menghipnotisnya. Seketika Freen membeku di tempatnya ketika ia melihat wajahnya dan gadis itu tersenyum sehangat matahari pagi ini. Seakan senyuman itu juga membawa hujan yang menyejukkan ketika musim kemaru panjang melanda.

Senyum itu telah menggetarkan seluruh dunia Freen.

“Ayo perkenalkan dirimu pada CEO perusahaan ini,” pinta Heng pada gadis itu.

Tangan gadis itu memberi salam pada Freen. “Selamat pagi, perkenalkan namaku .. Becky. Becky Amstrong,” ujar Becky sembari tersenyum lebar.

Gadis blasteran itu semakin menawan saat ia terseyum. Dan sekarang Freen tak tahu apa yang harus ia lakukan.

Haruskah ia bahagia atau sedih dengan pertemuan ini?

My Ms. CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang