bab 8

2.8K 276 19
                                    

Setelah syuting kemarin malam, pagi ini Becky sudah berada di lokasi syuting di sebuah desa dekat pantai dengan pemandangan indah. Jalan setapak di sana dikelilingi pohon rindang dengan langit biru cerah membentang indah. Rasa lelah setelah menempuh perjalanan jauh seakan terbayarkan.

Di tempat itu Becky mengenakan dres cerah selutut dengan motif bunga tengah beradu akting dengan seorang wanita paruh baya. Hingga lima menit kemudian sang sutradara berteriak ‘CUT’ dan proses syuting selesai dan Irin segera menghampiri Becky.

“Becky apa kau perlu sunblock lagi? Kulit bayimu ini pasti akan memerah sebentar lagi,” tawar Irin. Dia tahu jika Becky memiliki kulit sensitif.

“Nanti saja Irin, aku baik-baik saja.”

“Apa kau mau cemilan?” tawar Irin dan Becky menggeleng. “Kau haus?” tanya Irin lagi.

Becky kembali menggelang. “Tidak. Irin istirahatlah, kau pasti juga lelah.”

“Aku memang lelah tapi jadwal kita masih ada satu lagi jadi makanlah selagi sempat. Kuperhatikan sejak pulang syuting kemarin kau lebih banyak melamun.”

Becky melihat Irin beberapa saat, tampak tak yakin dengan apa yang ingin ia sampaikan. Haruskah ia menceritakan tentang ia yang mendadak akan punya tunangan? Dan orang itu Ms. Freen bos mereka. Becky hanya menghela napas panjang.

“Kenapa? Ada apa? Kau sedang menyembunyikan sesuatu ya?” cerca Irin.

Becky menghela napas panjang lagi lalu berujar, “entahlah .. belakangan ini aku juga bingung dengan diriku sendiri Irin. Dan aku tak yakin apa kau akan memahaminya meski aku memberitahumu.”

Kedua alis Irin bertaut, “memangnya ada apa? Ayo katakan padaku.”

Becky kembali menggeleng lemah. “Aku juga tak tahu. Terkadang aku merasa sangat kesepian, bersalah dan sangat rindu pada seseorang. Terkadang aku juga merasa mengenalnya tapi juga tidak. Hatiku merasa sesak setiap kali melihat wajahnya. Tapi hatiku juga berdebar. Lebih anehnya lagi aku tak tahu pada siapa perasaan itu tertuju,” ungkap Becky.

“Haah?” Irin semakin heran lalu segera menempelkan telapak tangannya di kening Becky, mengecek kondisi gadis itu baik-baik saja apa tidak. “Kurasa kau baik-baik saja. Tapi kenapa kau bicara melantur? Apa semalam kau mabuk? Ah tidak mungkin, sejak kemarin aku bersamamu sampai hari ini.”

Becky menurunkan tangan Irin dari wajahnya lalu ia mengerucutkan bibirnya. “Lihat kan, kau tak paham maksudku.”

Irin menggeleng lemah. “Jelaskan lebih rinci lagi agar aku bisa paham. Katakan siapa dia yang sudah membuatmu seperti ini?”

Becky menundukkan kepalanya dan bergumam, “aku juga tidak yakin siapa dia.”

“Haah .. kau ini, astaga Becky! Pasti kau terlalu masuk dalam karaktermu dalam drama. Sadarlah Becky kau ini Becky Amstrong, bukan Mon! Jangan sampai karakter gadis itu terbawa sampai kehidupanmu.”

Becky menegakkan kembali kepalanya, menatap Irin. “Umm .. sepertinya kau benar. Aku mungkin terlalu terbawa perasaan karakter Mon.”

Irin mengusap lengan Becky dan menyemangati gadis itu. “Kau sudah bekerja keras Bec jadi jangan terlalu memaksakan dirimu. Apa kau mengerti?”

“Iya, terimakasih,” jawab Becky lesu. “Ngomong-ngomong apa jadwalku setelah ini?”

“Ah itu .. tunggu sebentar.” Irin merogoh tas ranselnya dan mengambil ponselnya. “Siang ini, jam 2 kau akan melakukan sesi wawancara dengan sebuah majalah online.”

“Dimana lokasi wawancaranya?”

“Karena bintang utama drama ini juga ada disini maka mereka yang akan datang kemari. Jadi kita memiliki waktu luang sampai jam 2 siang dan setelah itu kita akan kembali ke kantor untuk meeting.”

My Ms. CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang