bab 3

3K 265 9
                                    

Kehangatan itu masih tertinggal dan seperti enggan untuk dilupakan.

Mata Becky tak berhenti menatap telapak tangannya ketika ia sedang duduk di ruang tunggu untuk mengikuti sebuah audisi drama terbaru. Mata gadis itu terpaku memadangi telapak tagannya setelah Freen mengenggamnya untuk berjabat tangan. Entah mengapa kehangatan itu masih tertinggal.

Rasanya .. kehangatan itu seperti tak asing. Seakan sudah sangat lama ia merindukan kehangatan yang juga mendebarkan hatinya. Apakah jauh sebelumnya mereka pernah bertemu?

‘Tidak, kita tidak pernah bertemu sebelumnya.’

Namun setiap kata yang Freen katakan begitu tegas dan meyakinkan. Becky sendiri pun tak yakin jika mereka pernah bertemu. Tapi mengapa perasaan ini begitu mengganggunya sejak ia pertama melihat gadis itu?

Apakah dirinya yang gila karena terus memikirkan orang yang baru saja ia temui? Becky menggeleng lemah. Tidak, pasti semua itu hanyalah perasaannya saja dan ia tak mau memusingkan hal itu terus-menerus.

Sesaat Becky mengambil napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. “Ayo Becky berkonsentrasi dan jangan biarkan hal-hal tidak penting menganggu pekerjaanmu. Semengat!” teriak Becky yang membuat beberapa orang disekitarnya menoleh kearah Becky. Melihat gadis itu dengan tatapan aneh sehingga Becky menjadi salah tingkah sendiri.

“Maaf, aku tak bermaksud mengagetkan kalian,” ujar Becky merasa tak enak.

“Nona tolong jangan berisik,” ujar salah seorang staf yang berada disana.

“Mm-maaf,” jawab Becky.

“Peserta nomer 10 nona Becky Amstrong silahkan masuk,” ujar staf yang baru saja keluar dari ruang audisi.

“Iya,” Becky segera beranjak dari tempat duduknya dan berjalan memasuki ruang audisi. Namun belum juga jauh melangkah ponselnya bergetar. Cepat-cepat Becky mengecek ponselnya dan keningnya sedikit berkerut ketika ia mendapat pesan dari sang CEO.

‘Kau harus berhasil atau aku akan memecatmu.’

“Hufft ...” Becky menggeleng lemah lalu ia kembali melanjutkan langkahnya. Bosnya yang satu ini memang berbeda. Entah dia sedang menyemangatinya atau ingin mendepakknya keluar.

**

Di kantor, Freen berjalan mondar mandiri di depan meja kerjanya dengan ponsel berada di genggamnanya. Sejak ia menjadi CEO tak pernah ia memiliki kekhawatiran sebesar hari ini. Wajahnya tak bisa berbohong takkala sesuatu tengah mengganjal pikirannya dan ia benci merasakan perasaan semacam ini.

“Sial kenapa aku begitu penasaran? Rasanya seperti mencekikku,” gumam Freen kesal dengan dirinya sendiri. Ketenangannya selama ini mendadak tengah diuji.

Tak lama ia berhenti mondar-mandir lalu ia menoleh ke meja kerjanya. Sejenak Freen menggigit bibirnya sebelum akhirnya berjalan ke meja dan meraih gagang telepon dan menghubungi sekertarisnya.

“Ada apa Nyonya CEO?”

“Cepat ke ruanganku. Ini penting.”

“Baik,” jawab Heng lalu panggilan berakhir.

Lalu tak sampai lima menit Heng mengetuk pintu dan memasuki ruangan Freen. Sejujurnya pria itu penasaran untuk apa dia memanggilnya di jam sibuk. Sesuatu yang sangat jarang terjadi. Pasti ada hal mendesak menyangkut perusahaan.

“Ada apa Freen? Apa ada yang sangat mendesak?” tanya Heng.

Freen kembali ke tempat duduknya lalu sejenak ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Mendadak ada keraguan saat ia ingin memberikan tugas pada Heng.

My Ms. CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang