3. Foxglove

2.6K 155 2
                                        

Seperti dugaanku, segalanya berubah tak sesuai rencana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti dugaanku, segalanya berubah tak sesuai rencana. Hingga seluruh isi kotak dibacakan, hanya ada dua suara yang memilih nomor 3. Di sampingku, Oki, gadis berambut pendek yang jadi pasanganku sebagai calon wakil sedang mengusap sudut matanya. Wajahnya terlihat suram sejak pagi, sama sepertiku, dia punya firasat buruk tentang pemilihan kali ini.

"Mana janji lo, Ra?" kata Oki setelah semua suara dibacakan dan pasangan nomor satu dinyatakan resmi menjadi ketua dan wakil ketua.

"Lo janji untuk bisa menang. Gue percaya sama lo, tau nggak? Seharusnya gue dengar perkataan orang-orang tentang lo kalau lo itu pembawa sial." Dia bangkit dari kursinya. Mengibaskan rambut sebahunya ke wajahku dan menghilang entah kemana.

Dibully bukan apa-apa bagiku, tapi membuat orang kecewa adalah bencana. Rasa bersalah akan selalu menghantuiku sampai kapanpun jika aku tidak meminta maaf kepada Oki.

Lagipula, memang benar aku sudah berjanji dan kami sudah membuat perkiraan serta perhitungan siapa saja yang akan memilih kami. Perhitungan menunjukkan ada lebih dari setengah siswa Triptha akan mendukung kami, terutama teman-teman Laras yang jumlahnya sangat banyak mungkin sudah cukup untuk membuat kami menang. Namun, kenapa semuanya tidak berjalan sesuai dengan rencana?

Apakah mungkin ini adalah kesalahanku karena percaya dengan janji Laras? Bodohnya aku karena langsung percaya padahal selama ini Laras adalah bencana bagi semua orang. Dia cewek bermuka dua, sering membicarakan hal yang baik di depan guru, lalu akan menjelek-jelekkan di belakang sana.

Aku menahan diri untuk tetap berada di atas panggung, ditertawakan oleh orang-orang karena hanya mendapat 2 suara. Satu suara aku yakin dari Abel, satu suara entah dari siapa dan aku tidak peduli.

🍁

Setelah acara selesai, aku berniat untuk mencari keberadaan Oki dan meminta maaf, tapi dia tidak ditemukan di manapun.

Aku tidak berani pulang. Aku takut mengecewakan Mama dan Papa. Aku tidak tau akan seperti apa perlakukan orang-orang padaku setelah kegagalan ini.

"Eh, eh, lihat!" seru suara dari arah belakang membuatku menoleh. Di ujung koridor, Laras dan 6 temannya berjalan mendekatiku. Aku tidak mengerti kenapa aku tetap diam di tempat alih-alih pergi meskipun aku tau mereka datang untuk membullyku.

"Gimana rasanya dapat dua suara doang?" Laras merangkul bahuku sangat erat. Seharusnya aku sadar, Laras hanya mengerjaiku sejak dulu.

"Gue heran deh apa yang otak lo pikirin." Rangkulan Laras semakin kencang. Aku menahan batuk. Ini bukan lagi pembullyan, tapi ini kekerasan. "Seharusnya lo ngaca, Ra. Emangnya ada yang mau milih orang kayak lo?"

EVIDEN (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang