19

323 1 0
                                    

Langit membuka matanya , rasanya tubuhnya terasa sakit dan kaku . Rupanya ia tertidur dengan kondisi duduk di kamar ibunya .

Langit berdiri dan menggerak-gerakan tubuhnya ke kanan dan ke kiri guna merenggangkan otot .

Seakan tersadar langit langsung menatap ke arah tempat tidur yang kosong bahkan sudah terlihat rapih .

Langit berlari keluar dari kamar sang ibu , hari sudah siang , semua lampu sudah di matikan .
Beruntung ini hari minggu , waktu libur sekolah .

Langit melihat ke arah ruang tamu , kosong tidak ada siapa pun .

Langit mendengar suara sang ibu di dapur sedang berbicara . Akhirnya langit pun berjalan ke arah dapur .

Disana terlihat dua wanita berbeda usia tengah duduk di kursi meja makan .

Yang satu wanita paruh baya sibuk menyuapi sambil berbicara  , sedangkan yang satu gadis muda yang menerima suapan dengan posisi kepala menempel di meja makan dengan kedua tangan yang dilipat menjadi sandaran .

" Habiskan makanannya sedikit lagi "

" Udah bu , aku mual " tolak kanza dengan suara merengek lemah .

" Ya sudah , istirahat lagi sana " perintah ibu langit .

Hati langit menghangat melihat pemandangan di depannya , bagaimana bisa gadis yang dicintainya bisa sedekat itu pada ibu langit .

Bahkan ibunya memperlakukan kanza seperti anaknya sendiri , dan lebih memanjakan kanza di banding langit yang anaknya sendiri .

Langit pun mendekat ke arah mereka yang belum menyadari ke hadiran langit .

" Selamat pagi " sapa langit pada ibu dan kanza .

" Sudah bangun nak ? " tanya sang ibu.

Sedangkan kanza hanya menoleh sekilas dengan posisi yang sama .

Langit mengangguk dan duduk di kursi yang berhadapan dengan kanza .

" Makanlah , ibu masak capcai dan ayam kecap kesukaan kanza "

Langit melihat meja makan , ada ayam kecap , capcai , sayur sop , dan ikan goreng .

Sang ibu memang akan memasak banyak bila kanza datang ke rumah , bila dalam keadaan sehat gadis itu biasanya akan makan banyak dan lahap saat makan masakan ibunya .

" Ibu sudah sarapan ? " Tanya langit namun matanya tidak beralih dari kanza yang memejamkan matanya di meja makan .

" Sudah sebelum kanza "

" Nak kalau mau tidur , ke kamar saja " ucap sang ibu lagi tapi kali ini pada kanza .

" Lemes buk " lirih kanza .

" Mau di gendong ? " tawar langit .

Kanza tidak menjawab , hanya menatap langit sekilas .

Langit menghela nafas , sepertinya gadis itu masih merajuk pada langit .

" Di gendong saja ya ? " Tanya sang ibu sembari mengelus kepala kanza .

Kanza mengangguk , membuat langit tersenyum dan beranjak mendekati kanza .

" Gendong belakang " lirih kanza saat melihat langit akan membopongnya .

Langit pun mengubah posisinya dan setengah berjongkok membelakangi kanza .

Tubuh kanza terasa hangat saat sudah menempel di tubuhnya dengan kepala bersandar .

Lengannya melingkar di leher langit , langit berjalan setelah berpamitan pada sang ibu .

Nafas hangat kanza terasa menggelitik leher langit .

" Pusing ? " Tanya langit .

" Hmmm "

Langit tidak bertanya lagi sampai di kamar ibunya , menurunkan kanza di pinggir ranjang .

Lalu membantu gadis itu berbaring dan menyelimutinya , bibirnya terlihat sedikit pucat .

" Sudah berobat ?" Tanya langit .

Kanza hanya mengangguk dengan menatap langit lemah .

" Dimana obatnya ? , Kamu harus minum obat "

" Sebentar lagi juga sembuh , gue cuma mau tidur '' ucap kanza lemah .

" Ya sudah tidur , aku temani ya " ucap langit meminta izin , langit menyelimuti kanza hingga leher .

" Kalau pak awan datang , tolong bagikan saja langsung ya pada anak-anak " pinta kanza.

Langit pun mengangguk tersenyum haru sekaligus bangga , bahkan saat seperti ini , gadis itu masih memikirkan orang lain .

" Kenapa kamu baik sekali " bisik langit sembari mengelus rambut kanza .

Langit BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang