Amara

88 17 18
                                    

"menurut gue? dibuang si" ucap Alea enteng sambil menyeruput jus mangga milik Amara.

"lo kok nggak bilang?"

"hm? "

"kalo temenan sama mereka bikin makan hati, kenapa lo malah ninggalin gue" ucap Amara yang mulai menitihkan air mata.

"bukannya gue pernah bilang? gue tipe orang yang ngingetin orang sekali, kali ngenyel ya gue diemin aja si sampe tu orang menghadapi kenyataannya, terlalu cape gue ngingetin orang" ucap Alea.

"Huaaaa tapi ini sakit banget gue capeee kenapa disaat itu lo malah pergiiii" keluh Amara,air matanya mengalir deras sampai bahu Alea basah dibuatnya.

   Disisi lain ada geng Karen yang merasa tak suka karena Amara tidak sendiri, disisi lain juga ada sahabat Alea yang sudah duduk itu depan mereka berdua. Mereka tak menaruh rasa kesal, mereka hanya senang melihat sifat lain dari Alea yang ternyata masih menyimpan sisi baik di dalam dirinya, bahkan ia tak pernah benci dengan Amara setelah semua yang telah diperbuat."udah udah masa lalu jangan di inget lagi, mending kita makan, seminggu lagi udah puasa" ucap Afra yang ternyata dari tadi sudah memesan makanan terlebih dahulu.

"yah gue harus tutup jasa Intel gue dong" kata Alea yang lesu, rasanya akan hambar jika satu hari tanpa ia gibah dan harus memendam rasa ingin taunya.

"iyah si paling Intel" ucap Saga dengan nada mengejek.

"saga lo dari tadi bikin emosi mulu ya, apa gue mau gue banting dulu nih sebelum besok puasa ha? "

"silahkan"

"oh nantangin betul ni orang"

   Merasa ditantang Alea langsung mendekati Saga yang kebetulan duduk di paling pinggir. "weh jangan weh, gila lu ya. bisa rontok semua tu tulang nanti" larang Afra sambil menahan tubuh Alea dengan sekuat tenaga, bisa masalah jika mereka berdua bertengkar, untuk saja Saga sabar.

-RUANG SENI-

   Sudah jam waktu pulang, bahkan anak-anak ekstra pun sudah berpamitan sejak tadi, namun Alea masih saja termenung di depan lukisan yang kemarin ia buat. entah mengapa pikirannya masih berat sejak tadi, entah kondisinya sedang tak baik atau karena tadi terjatuh dari tangga.Bisa dibilang kakinya tak normal seperti anak pada umumnya, dia bisa tersandung tanpa sebab, bahkan bisa terjatuh juga tanpa sebab. itu karena kecelakaan yang hampir menewaskannya saat ia kecil, ia bersyukur masih diberi kehidupan sampai sekarang, ia tak bisa membayangkan jika ia pergi meninggalkan ibu dan adiknya. "nggak pulang? "

"anjiir lo kok bisa ada disini? "

"astaghfirullah, nggak anjiir"

"ck iya iya maap astagfirullah, puas" ucap Alea tunduk, dia juga yang salah karena terlalu terbiasa berbicara kasar.

"lo mau masukin dia? " tanya Saga, sudah jelas Pertayaan itu menuju pada siapa lagi jika bukan Amara. kejadian tadi bisa saja Alea memasukkan Amara ke circle .

"nggak"

"hm? alasannya? bukannya kalian udah baikan? " tanya Saga.

"gue memang maafin Amara, tapi bukan berarti dia bisa masuk ke circle kita dengan mudahnya, toh dia nggak bakal kuat, apa lagi sama kalian" ucap Alea sambil membereskan perlengkapan melukisnya, untung saja, canvasnya sudah disingkirkan, bisa gawat jika Saga melihat jika Alea melukisnya.

"kenapa emang? "

"Iyah lo tau kan, kita semua nggak punya hati, ngomong kadang juga nggak mikir kalo itu bukan diantara kita berenam, ngomong juga nggak di filter" ucap Alea santai.

"hm nggak juga si"

" gue nggak bakal masukin dia jadi member kita si" ucap Alea setelah mempertimbangkan semuanya.

"bagus deh" jawab Saga yang tanpa sadar satu senyuman lolos begitu saja di depan Alea.

"hmh kok keliatannya lo seneng sag" tanya Alea yang sadar laki-laki itu senang dengan keputusannya, tak biasanya laki-laki itu bisa memperlihatkan rasa senangnya semudah itu.

"yah gue suka aja, jadi nggak ada yang mengganggu chemistry kita"

"idih chemistry katanya" ucap Alea sambil menunjukkan ekspresi jiijiknya, entah Saga yang terkadang menggunakan kata-kata yang tidak pas, apa Alea yang terlalu memahami setiap kata-kata yang di ucapkan orang-orang.

"Alea!" teriak seseorang dari kejauhan menghampiri mereka berdua.

"lhoh Amara, lo belom pulang? " tanya Alea yang heran masih ada murid yang belum pulang selain mereka berdua.

" tadi ada tugas ambalan si, yuk pulang bareng gue, gue anterin ke rumah lo, takut udah malem nanti malah bokap lo tiba-tiba di rumah kan nggak lucu" ajak Amara. Benar juga apa yang dikatakan gadis itu, ia tak bisa membayangkan jika ayahnya bertemu dengan Saga, bisa saja mereka berdua akan digantung bersama-bersama di atas pohon.

"okeh, ayok" ucap Alea setuju.

"oke gue ambil motor dulu yah" Amara langsung pergi meninggalkan mereka Berdua lagi dalam keheningan.

   Saga menatapnya dengan datar membuat gadis itu merasa bersalah "maksudnya Amara apa? " tanya Saga yang merasa aneh, kenapa jika ayah Alea melihat dia mengantarkan anaknya.

"aha nggak papa kok, udah yuk pulang" ucap Alea untuk mengalihkan pembicaraan, ia tak ingin ada yang tau bagaimana keadaan keluarganya yang kacau, sudah cukup Amara saja yang mengetahui masalahnya karena gadis itu juga sama halnya dengannya yaitu sama-sama membenci ayahnya.

"serius mau bareng Amara? " tanya Saga sekali lagi untuk memastikan jawaban gadis itu tak salah.

"iya, ada yang perlu kita omongin berdua"

"hm yaudah gue pulang dulu"

"Hati-hati bang" balas Alea sambil melambaikan tangannya dengan perasaan tak enaknya, jika tau dari tadi ia bisa membiarkan Saga pulang lebih dulu.

  Suasana di kala itu begitu sepi rasanya canggung berbicara dengan Amara setelah sekian lama tak berbincang-bincang. " gue kalah Al" ucap Amara yang memulai pembicaraan, walaupun ia tak bisa melihat wajah Amara, tapi ia bisa mendengar gadis itu sedang kesusahan menahan air matanya yang hendak terjatuh.

"maksud lo? " tanya Alea yang sempat bingung, ia mencoba mengingat apakah mereka pernah melakukan tantangan atau bagaimana sampai gadis itu mengakui kekalahannya.

"gue kalah, gue kira setelah lo berdua pisah dari kita dulu,kalian bakal menyesal, tapi nyatanya kalian berdua malah bahagia"

"...... "

"awalnya gue kira persahabatan kita bakal awet Al , dari pada persahabatan kalian yang sama cowok"

"hm nggak sih, justru mereka diluar ekspetasi lo. mereka jauh lebih baik dari kalian, yang selalu maksa gue sama Afra yang main jauh lah, pulang malem lah. padahal kalian tau kita nggak bisa melanggar dua aturan itu" ucap Alea santai, padahal dia sudah menyindir Amara. tak secepat itu ia bisa memafkan kesalahan yang telah diperbuat.

"mereka nggak pernah memaksa kita, malah mereka yang main ke rumah kita." lanjut Alea lagi. ia tak bisa melupakan bagaimana perlakuan mereka dulu, dan perkataan mereka yang menganggap Alea dan Afra adalah seorang penghianat, terlalu sakit saat mengingat perkataan itu."gue minta maaf"

Antara Sahabat dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang