⋆melihatmu tertawa bersama orang lain terasa begitu menjengkelkan⋆
__________Tawa Sheryl terhenti. Ia menoleh ke arah pintu, begitu juga Ana, dan Malvin yang mengalihkan pandangannya.
Dengan segera, Sheryl berdiri tanpa basa-basi melangkah ke pintu masuk lalu membukanya, lihat, siapa yang datang. Cowok berpostur tinggi itu menunjukkan senyumnya pada Sheryl. Ia menyapa yang kemudian dibalas Sheryl. Segera setelahnya, Sheryl mempersilahkan ia masuk.
Cowok itu masuk ke dalam rumah, ia bersalaman dengan Ana, lalu duduk di sebelahnya tanpa mengubah senyum di bibirnya, ia adalah Adrian.
Sheryl sudah menduga kalau Joy tidak akan sebentar untuk merias diri. Ia berjalan ingin menuju dapur, berniat untuk menyajikan minuman. Namun pergelangan tangannya dicekal oleh Malvin, otomatis kaki Sheryl berhenti melangkah. Ana dan Adrian beralih menatap mereka berdua, diam, memperhatikan.
Sheryl memasang muka seolah berkata "ada apa?" pada Malvin.
Malvin yang menyadarinya jadi bingung sendiri. Dalam presepsi Malvin, ia merasa akan berada dalam situasi yang tidak mengenakkan apabila Sheryl meninggalkannya sendiri dengan dua orang yang akrab sedang mengobrol.
"Mau kemana?" Akhirnya Malvin mengeluarkan suaranya.
Sheryl tersenyum tipis, seolah lega, ia kira akan ada apa. "Dapur."
"Ikut." Malvin membalas dengan cepat. Ia kini bahkan seperti anak kecil yang sedang membujuk ibunya dengan wajahnya yang imut dan polos agar diizinkan ikut kemanapun ibunya akan pergi.
Sheryl melirik ke arah Ana dan Adrian, mereka terlihat menantikan jawaban Sheryl. Sheryl kembali memandangi Malvin. Entah kenapa, tangan Malvin yang memegangi pergelangan tangannya menjadi terasa sedikit dingin sekarang. Apakah Malvin gugup?
Tanpa sadar Sheryl mengelus tangan Malvin pelan, ia mengangguk tanpa tersenyum atau menunjukkan ekspresi apapun. Dengan anggukan Sheryl, Malvin segera berdiri, ia siap mengikuti Sheryl kemanapun Sheryl akan membawanya pergi. Bahkan, pegangan tangan itu masih kuat, belum ia lepaskan.
Sepeninggal Sheryl dan Malvin, Ana melirik Adrian yang duduk disampingnya. Adrian melamun, masih memandang pada tempat dimana Sheryl dan Malvin menghilang. Sorot matanya terlihat tajam seolah bisa menembus tembok itu, namun sorot mata itu juga terlihat tertahan, bahkan kedua tangannya mengepal kuat.
Ana dengan lembut membelai satu tangan Adrian yang terkepal dengan senyum lembut khasnya. Adrian sesegera mungkin mengubah sorot matanya, ia menoleh pada Ana.
"Kamu suka sama Sheryl?"
Mata Adrian terlihat sedikit membesar, ia kaget. Tak menyangka pertanyaan itu akan keluar dari mulut Ana, disaat seperti ini. Harusnya Adrian sadar, hanya gara-gara 'emosi' ia jadi kehilangan akal untuk berpikir walau hanya sejenak.
Masih dengan wajah tersenyum Ana, namun kali ini berubah menjadi seolah ada keraguan di dalamnya, ia menatap Adrian yang kini sudah mengubah ekspresinya pula. Suasana di ruang tamu berubah menjadi terasa sedikit panas, sepi.
Tak ada alasan bagi Adrian untuk menjawab tidak. Pasalnya karena memang ia sudah menyukai Sheryl tanpa ia sadari sejak pertama kali bertemu. Tak ada pula masalah yang akan terjadi jika dirinya mengatakan yang sejujurnya pada Ana, kan? Lagipula, Adrian bukanlah tipe orang yang akan berbohong hanya karena masalah 'sepele'. Ia bukan termasuk ke dalam golongan orang yang suka beebohong. Ia lebih suka berbicara jujur dan mengatasi masalah yang timbul, itu lebih baik baginya. Karena itu juga lebih simpel daripada kebohongan yang ia ciptakan akan menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih dari sekadar merepotkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagian Pertama
Teen Fiction( PLAGIATOR DILARANG MENDEKAT!!! ) Sheryl Raquella Anastasia Florence. Ia adalah anak SMA biasa, sampai ia mengenal Adrian. Adrian telah mengubah hidup Sheryl secara drastis. Sebenarnya Sheryl mempunyai satu permintaan saat ia masuk SMA, "Gue mau hi...