Episode 48 : Lee Taeyong Point Of View part 1
🌵🌵🌵
Ruangan ini terasa begitu sempurna. Gelap, dingin, pengap dan sunyi. Hanya sebuah lampu kecil yang mulai meredup menjadi sebuah penerangan di tempat ini.
Gambaran kenyamanan untuk seorang Psikopat.
Ya! Benar. Mereka menyebutku seperti itu.Siapa?
Para korban yang menjadi pemuas hasrat membunuhku. Tempat ini terasa sangat pas untuk berpesta. Menuntaskan perasaan haus akan darah dan rintihan kesakitan. Oh! Itu terdengar sangat mengerikan, namun aku menikmatinya.
Di sini aku tak sendirian. Di sana, di sudut ruangan kumuh ini terdapat sesosok manusia yang terduduk dengan beberapa tali mengikat tubuhnya dan ia... tak sadarkan diri.
Aku memainkan sebuah cutter berwarna kuning keemasan di tanganku. Memutarnya lalu menaik turunkan mata pisaunya. Menyenangkan, seperti anak kecil.
Pandanganku beralih pada sosok itu, ia masih tak sadarkan diri. Aku berpikir apakah pukulanku terlalu keras padanya? Sepertinya tidak. Begitulah.
“Ngh... aw!”
Tak berselang lama, ia merintih. Sudah sadar rupanya. Aku tetap tak bergerak dari tempat dudukku. Memantaunya dari kejauhan. Ia mengerjapkan matanya, sepertinya berusaha menyesuaikan diri. Tak lama kepalanya menengadah, memperhatikan keadaan sekitar dan
begitu pandangan kami bertemu... ia tersentak.Seketika tubuhnya bergetar hebat, wajahnya memucat dan bibirnya komat-kamit seolah ingin mengucapkan sepatah kata, namun nyatanya satu pun tak ada yang keluar.
Melihat itu, aku menyeringai puas. Kemudian beranjak dari tempat duduk dan menghampirinya.
“Bagaimana kabarmu? Apakah kau baik-baik saja? Aku merindukanmu,” ucapku penuh dengan kelembutan.Ia semakin ketakutan, dan aku sangat menikmatinya.
“A...apa yang kau lakukan padaku HAHH!!?” teriaknya tertahan, nafasnya tersengal.
Ia menatapku dengan air mata yang keluar begitu deras dari kedua mata cantiknya. Sungguh dia terlihat begitu menawan.
“Oh tidak... jangan menangis sayang,” bisikku pelan. Aku merendahkan tubuhku, lalu menyeka air mata yang keluar begitu deras. Ia memejamkan matanya kuat-kuat begitu merasakan telapak tanganku di wajahnya.
Ya Tuhan gadis ini begitu ketakutan.
“Le...lepaskan aku Brengsek!”
“Sudah pintar mengumpat rupanya, siapa yang mengajarimu hm?” tanyaku masih dengan mengelus wajahnya yang basah.
Ia sekuat tenaga menghindari elusan itu, berusaha semaksimal mungkin agar aku tak menyentuhnya.
“Apa yang membuatmu menjadi seperti ini?” tanyanya dengan menatapku begitu dalam.
Sorot mata itu yang kurindukan selama ini.
Aku menyudahi mengelus wajahnya, kemudian berdiri dengan tegak dan berbalik memunggunginya.
“Karena aku merindukanmu.”
“Mustahil!”
“Benar, aku merindukanmu Joy.”
“La...lalu mengapa kau mengikatku? Menyekapku dalam ruangan ini! Apa yang membuatmu seper—““Karena aku merindukanmu. Bukankah itu sudah jelas?” ucapku santai dengan kembali memainkan cutter di tangan kiriku.
Kemudian kembali berbalik, menatapnya dengan pandangan menggoda.Tatapannya mengarah padaku. Begitu tajam, selayaknya pisau belati yang siap menghunjam jantungku.
“Aku sangat membencimu!”
“Dan aku mencintaimu.”Bagaimana semua ini dapat terjadi? Akan kujabarkan kilas balik bagaimana seorang manusia seperti diriku bisa menjadi seperti ini.
___
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
a day with park sooyoung
أدب الهواةJust for fun. I am Joyfulls! Kisah tentang Joy yang menjadi pemeran utama dalam setiap oneshoot.