2. Satu kebohongan

106 8 2
                                    

Nala bertemu dengan Luth setahun lalu, saat Luth datang ke hotel untuk melakukan check-in, dan kebetulan Nala adalah resepsionis di sana.

Setelah itu keduanya jadi sering bertemu dan semakin dekat. Tidak sulit bagi Nala untuk mengagumi sosok Luth, apalagi sejak Luth datang ke rumahnya dan bersikap sangat baik kepada orang tuanya.

Walau baru dua tahun, tapi Nala yakin sekali jika Luth adalah persinggahan terakhirnya. Dia tidak mau lelaki lain, dia hanya mau Luth yang menjadi jodohnya, sebab dia sudah menyerahkan sepenuh hatinya untuk lelaki itu.

Namun, kenapa Nala merasa sekarang Luth mulai berubah? Minggu lalu dia tidak bisa mengantar ke rumah sakit, dan sampai sekarang sikapnya masih sama.

"Nala, kamu lagi bertengkar sama Luth?" tanya Bu Riris, yang tentu saja menyadari kegelisahan anaknya akhir-akhir ini.

Nala menggeleng sembari tersenyum kecil.

Bu Riris memandang sang anak dengan ekspresi tidak yakin. Dia merasa Nala tengah menyembunyikan sesuatu, wajahnya pun sejak beberapa hari ini terlihat kusut.

"Jangan bohong, lebih baik sekarang kamu jujur sama Mama."

Lagi, Nala tersenyum sambil mengusap lengan ibunya, berusaha meyakinkan jika dia dan Luth baik-baik saja.

"Nala enggak bohong, Luth sekarang lagi sibuk aja, kok."

"Sejak dia enggak bisa antar Mama ke rumah sakit, sampai sekarang enggak ada kabar apapun. Kalaupun enggak ada waktu buat ke rumah, dia bisa kan hubungi kamu dan minta maaf ke kita?"

"Ma, dia kan udah minta maaf waktu itu."

Sebenarnya tidak ada perkataan maaf dari Luth, tapi Nala saja yang mengarang cerita. Nala paham, Luth pasti mau mengatakannya, hanya saja saat itu dia tengah banyak masalah. Jika masalahnya sudah beres, Luth pasti akan datang ke rumah dan menyampaikan maaf pada orang tuanya.

Bu Riris masih memasang wajah tidak puas hati. Bagaimana tidak, Luth hanya menyampaikan maaf lewat pesan, apa sesibuk itu sampai tidak ada waktu untuk bicara meski lewat telepon? Kalau seperti ini sikap Luth yang sebenarnya, tentu dia tidak akan merestui lelaki itu untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius dengan anaknya.

"Sudahlah Ma, Luth lagi sibuk. Lagipula ini hanya masalah sepele, tidak perlu di besar-besarkan," ujar Nala lagi, mencoba membujuk agar sang ibu tidak ambil pusing.

Tok tok tok!

Mendengar suara ketukan pintu, Nala langsung bergegas membukanya. Dia yakin sekali yang datang adalah Luth, dan begitu bahagianya dia ketika tebakannya benar.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Nala, tidak bisa menyembunyikan senyum bahagianya.

"Mama ada?"

"Ada, ayo masuk ke dalam."

Sebelum masuk, Luth memberikan sebuah bingkisan pada Nala.

"Apa ini?"

"Oleh-oleh dari Solo." kata Luth, sambil tersenyum meyakinkan.

"Solo? Kamu—"

"Ada proyek pembangunan pusat perbelanjaan, satu minggu aku di sana untuk memantau perkembangannya langsung, dan baru pulang semalam," potong Luth.

Begitu ringan Luth mengatakan hal itu, padahal kalimat yang dia katakan tidak sepenuhnya benar. Memang, dia baru pulang dari Solo semalam, tapi hanya dua hari dia di sana. Karena sebelumnya, dia sibuk menyiapkan segala keperluan untuk kepulangan Celia, gadis yang memiliki tempat spesial di hatinya.

Pilihan Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang