3. Bukan Nala

88 7 3
                                    

Di sebuah pusat perbelanjaan, seorang lelaki berjalan sambil menenteng beberapa paper bag berisi belanjaan perempuan di sampingnya, keduanya terlihat asyik mengobrol dibarengi canda tawa.

"Masih ada yang mau dibeli lagi enggak?" tanya Luth, begitu langkahnya tiba di depan eskalator.

Perempuan berambut panjang bergelombang dengan warna ash brown yang ditanya itu tampak berpikir sejenak, sampai kemudian menggeleng.

"Kayaknya enggak deh, tapi aku laper," jawabnya, lalu memajukan bibir bawahnya.

Luth terkekeh gemas melihat ekspresi itu, hingga tangannya tidak tahan untuk tidak mengusap puncak kepala gadis itu.

"Oke Princess, kalo gitu sekarang kita cari restoran."

"Let's go!"

Dengan penuh semangat gadis yang terlihat anggun mengenakan dress hitam dipadukan high heels berwarna senada itu menarik tangan Luth, menaiki eskalator untuk mencari tempat makan.

Salah jika kalian berpikir gadis itu Nala. Bukan, dia adalah Celia Primrose Hartono, seorang gadis dengan wajah menawan yang baru saja kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan S2 nya di negeri tirai bambu.

Tubuhnya yang indah dengan warna kulit cerah, ditambah memiliki paras cantik, lelaki manapun akan terpukau dari pertama jumpa, tidak terkecuali Luth. Namun, Luth sudah mengenal dan mengaguminya jauh sebelum Celia mengerti berbagai macam produk kecantikan dan terlihat semakin cantik seperti sekarang.

"Siapa yang telpon?"

Luth bertanya penuh rasa penasaran saat Celia baru saja kembali setelah izin untuk menerima panggilan. Tentu saja Luth penasaran, karena bisa-bisanya Celia sampai menjauh hanya untuk mengangkat telepon itu.

Celia dengan anggun kembali duduk di depan Luth, makanan juga minuman yang sudah tersaji di meja belum sempat mereka nikmati, karena gadis itu sudah lebih dulu pergi sebelum makanan datang.

"Daddy, nanyain aku ada di mana."

"Terus, kamu jawab apa?"

"Ya aku jawab lagi di mall sama kamu."

Pak Chao Hartono, yang merupakan ayah Celia adalah rekan bisnis sekaligus sahabat ayah Luth. Mereka sudah lama berhubungan baik, jadi tidak heran mengapa beliau mengenal Luth.

Luth sebenarnya berasal dari keluarga terpandang, begitupun Celia, keduanya cocok jika disandingkan, siapapun pasti setuju akan hal itu. Namun di depan Nala, Luth selalu memberikan kesan sederhana, bahkan bila datang menemui gadis itu, Luth selalu menggunakan mobil paling lama di rumahnya. Luth melakukan semua itu, hanya sekedar ingin tahu sebesar apa perasaan Nala kepadanya.

"Dia nyuruh kamu pulang ya?"

"Oh. Enggak kok, cuma nanya aja. Maklum lah, anak kesayangan. Kalo aja aku bukan jalan sama kamu, pasti udah disuruh-suruh cepat pulang. Orang tuaku selalu nyuruh aku buat selektif cari teman, itu sebabnya aku enggak punya banyak teman. Bahkan saat kuliah pun, mereka sangat memantau pertemanan ku, especially my Dad."

"Tandanya mereka sayang, enggak mau kamu kenapa-kenapa."

"Tapi aku jadi ngerasa dikekang, padahal aku kan udah dewasa."

"Oh ya? Beneran udah dewasa?"

Celia mengangguk kemudian mulai menikmati makanannya. Kembali, Luth tersenyum gemas melihat tingkah laku gadis itu. Sungguh, apapun yang Celia lakukan entah kenapa selalu terkesan manis, Luth sangat menyukainya.

"Kalo gitu minggu depan aku ke rumah kamu bareng orang tuaku, mau?"

Celia yang tengah sibuk menikmati makanannya seketika tersedak, buru-buru Luth memberinya minum. Setelah kembali tenang, dia menatap Luth dengan ekspresi masih terkejut.

Pilihan Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang