4. Makan berdua

66 7 1
                                    

Suraya menepati ucapannya, gadis itu datang ke rumah Nala malam ini, dan sekarang keduanya sedang berbincang di kamar ditemani berbagai jenis cemilan dan minuman yang Suraya beli sebelumnya di jalan.

"Mungkin Luth emang lagi sibuk."

Suraya berusaha meyakinkan Nala sambil sibuk memakan batagor, setelah mendengar keluhan Nala tenang perubahan sikap Luth.

"Sesibuk apapun, kalo sekadar balas chat harusnya bisa kan? Aku takut deh Ya, gimana kalo sebenarnya Luth enggak pernah ada rasa sama aku, dan sekarang dia lagi deket sama perempuan lain?"

"Enggak mungkin! Kalo Luth enggak suka sama kamu, enggak mungkin dia mau repot-repot antar atau jemput kamu kerja setelah dia pulang dari kantor."

"Tapi sekarang dia udah jarang ngelakuin itu."

Suraya berdecak. "Ya karena dia sibuk, atau mungkin ada masalah di kantornya yang enggak bisa diceritakan karena takut kamu ikut kepikiran. Coba deh, kamu positif thinking aja kayak biasa," katanya, masih berusaha menenangkan.

Baiklah, Nala akan berusaha berpikir positif. Namun, bagaimana jika ketakutannya menjadi nyata? Sungguh, dia tidak mau hal itu terjadi. Orang tuanya sudah sangat berharap agar Luth menjadi suaminya, Bu Riris begitu menyayangi Luth dengan tulus layaknya anak sendiri, karena di mata dia, Luth memang sebaik itu.

Luth, semoga kamu enggak mengecewakan orang tuaku.

"Hubungan kamu sama Rakha gimana?" tanya Nala berusaha cover line agar berhenti berpikiran negatif tentang Luth.

Suraya menautkan alisnya, dan beberapa detik setelahnya dia tertawa.

"Ngapain tanya hubungan aku sama Rakha, sore tadi kamu liat sendiri kan gimana kita?"

"Rakha itu udah serius tau sama kamu."

"Na, kamu tau aku kan? Aku masih pengen nikmatin masa muda, dan sama sekali gak ada kepikiran buat cepat-cepat nikah. Lagian kamu gak usah terlalu dengerin ucapan dia, penampilannya aja masih kayak ABG gitu."

"Memangnya harus gimana? Aku ngeliat penampilan dia biasa aja kok."

"Aku udah sering bilang sama dia, kalo emang udah serius mau nikah, harusnya dia bisa cari kerja yang lebih baik dan ubah penampilannya biar terlihat lebih dewasa."

"Dia udah punya pekerjaan yang baik, Aya."

"Jadi penjaga toko buku?" Aya terkekeh singkat, lalu melanjutkan. "Enggak banget, Na. Dia lulusan Manajemen, terbaik pula. Harusnya dia bisa kerja di kantoran, pake kemeja atau jas rapi, dan bawa mobil mewah, tapi?"

"Toko buku itu kan punya dia sendiri, dan dia happy kan dengan pekerjaannya?"

Suraya memutar bola matanya sambil berdecak sekali. "Zaman sekarang orang makin males datang ke toko buku, dan pekerjaannya gak menjamin kehidupan sejahtera. Nikah itu bukan sehari dua, tapi seumur hidup. Kalo belum nikah aja dia susah nurut sama aku, gimana nanti?"

"Maksud kamu apa, Ya?"

Nala kembali dibuat pusing oleh perkataan Suraya. Ah, gadis itu memang sering sekali mengeluhkan sikap kekasihnya, tapi baru kali ini Nala mendengar alasan mengapa Suraya selalu mengalihkan topik setiap kali Rakha membahas tentang pernikahan.

"Kamu sering iri sama hubungan aku dan Rakha, tapi sebenarnya aku juga iri sama kamu, yang bisa disukai sama lelaki seperti Luth, punya pekerjaan tetap dan terlihat dewasa. Pokoknya, apapun yang terjadi kamu harus pertahankan Luth sampai dia jadi suami kamu. Dia itu paket lengkap, udah ganteng, kaya, pekerja keras lagi."

"Rakha juga sama, malah dia lebih punya banyak waktu luang buat kamu. Kalo kamu cari yang seperti Luth, terus kenapa kamu masih mempertahankan hubungan sama Rakha?"

Pilihan Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang