20. Calon kakak ipar

62 5 0
                                    

Nala menepuk pipinya beberapa kali, berharap apa yang terjadi hari ini bukan mimpi, dan dia sangat bahagia ketika merasakan pipinya sakit. Benar, Luth baru saja mengenalkan dia dengan saudarinya, dan kemarin lelaki itu sudah membahas tentang pernikahan mereka. Ah, rasanya Nala tidak pernah sebahagia ini. Dia memohon pada Tuhan, agar kebahagiaan ini tidak segera berakhir.

Namun, senyum indah itu perlahan memudar saat mengingat kembali kejadian siang tadi, dimana dia berhadapan dan berbincang dengan Sasha...

Sasha kembali menemui Nala, dan mengajaknya untuk mengobrol di kafe yang terletak di seberang butiknya, hanya mereka berdua karena Luth harus pergi untuk menemui kliennya di tempat lain yang sudah membuat janji sebelumnya, dan akan kembali menjemput setelah selesai.

Di kafe setelah memesan minum, Sasha kembali memberikan tatapan kurang mengenakkan. Perempuan itu memang terkenal dingin, dan ekspresinya tidak pernah berbohong jika tidak suka dengan seseorang. Jujur Nala merasa sedikit tidak nyaman, tapi dia tetap menebarkan senyum dan berusaha bersikap hangat.

"Di mana kenal sama Luth?" tanya Sasha, akhirnya membuka obrolan.

"Di hotel, Kak, tempat aku kerja."

"Hotel mana?"

"La Leon."

Sasha mencoba mengingat nama hotel itu, terdengar tidak asing, dan ya dia ingat pernah beberapa kali bertemu dengan kawannya di sana, tapi rasanya tidak pernah melihat Nala, atau barangkali dia lupa karena sikapnya yang bodoh amatan.

"Bagian apa? GM, AG, atau ...,"

"Resepsionis, Kak."

Sasha membulatkan mulutnya membentuk huruf o ketika pertanyaannya langsung dipotong oleh Nala.

"Cuma resepsionis," gumamnya.

Meski begitu, Nala tetap mendengar dengan jelas, dan rasanya sedikit sakit. Namun, dengan cepat Nala berusaha menepis rasa sakit itu. Tidak ada yang salah dengan pekerjaannya, selama ini dia menikmati itu, dan dari sana dia bisa membiayai pengobatan ibunya, juga mencukupi kebutuhan sehari-hari.

"Sudah lama kamu sama Luth pacaran?"

"Sebenarnya kami gak pacaran, Kak."

"Oh, ya? Lalu, kenapa kamu bisa mau-mau saja diajak menikah?"

"Karena sudah lama aku sayang sama Luth, dan cuma Luth yang aku harapkan untuk menjadi suamiku."

Sasha ingin muntah rasanya mendengar ucapan itu. Sungguh, gadis di depannya ini sepertinya masih sangat lugu dan tidak tahu malu.

"Memangnya kamu sudah begitu kenal dengan adik saya? Tahu kehidupannya seperti apa?"

"Dia lelaki baik, aku percaya itu."

Apa Nala tidak tahu kebiasaan Luth yang hampir tiap minggu pergi ke kelab malam? Menyimpan rasa cintanya begitu dalam kepada Celia, gadis yang menjadi cinta pertamanya? Ah, jika dia tidak tahu hubungan antara Luth dan Celia, sungguh Sasha ingin memberikan tepuk tangan atas kehebatan adiknya dalam menyimpan rahasia.

"Orang tua kamu kerja apa?"

"Papa ku sudah meninggal, dan aku cuma tinggal bersama Mama. Mama juga sering sakit dan harus berobat setiap bulan, jadi gak kerja."

Astaga, bagaimana bisa Luth berteman dengan gadis miskin ini. Duh, Sasha jadi takut Nala akan memeras Luth jika mereka sudah menikah nanti.

"Berat juga ya hidupmu. Kalau tau punya banyak beban, kenapa ingin menikah cepat-cepat? Kamu masih muda lebih baik bahagiakan dulu orang tuamu."

"Justru melihat aku bahagia adalah tujuan utama Mamaku, Kak."

"Jika sudah menikah, Luth pasti akan membawa kamu tinggal bersamanya, dan kamu siap berpisah dengan ibumu? Apa begitu cara membahagiakan dia?"

Nala diam, setelah dipikir-pikir cukup menyulitkan juga. Dia tidak mau jauh dengan ibunya, tapi dia juga tidak bisa membantah perintah suaminya nanti.

"Gak apa, aku masih bisa mengunjunginya setiap minggu."

"Sebaiknya kamu pikirkan lagi baik-baik, jangan asal iyakan saja perkataan Luth, karena saya jelas lebih kenal Luth. Dia masih belum cukup dewasa, saya gak mau kamu capek sendiri nantinya."

Nala tidak paham kenapa Sasha bicara seperti itu, hingga kemudian dia menggeleng dengan senyum halus. Keputusan dia sudah bulat untuk menerima Luth, dan apapun kekurangannya nanti akan dia terima.

Sejak tadi Nala asyik merenung dengan pandangan lurus pada langit-langit kamar, jika diingat-ingat kembali semua ucapan Sasha, rasanya Nala malah tidak bisa tenang.

...

Malam ini pulang dari hotel, Nala mengajak Suraya dan Rakha makan di sebuah restoran, dan dia bilang akan mentraktir mereka.

Setelah tiba di restoran, barulah Nala menceritakan semuanya pada dua sahabatnya itu. Suraya turut senang mendengar kabar jika Nala akan segera menikah dengan Luth, tapi tidak bisa dipungkiri jika dia juga merasa kaget.

"Tuh kan apa aku bilang, Luth itu serius sama kamu, gak ngajak pacaran tapi tiba-tiba ngajak nikah. Ini kan yang kamu mau?"

Nala hanya terkekeh dan kembali memeluk tubuh sahabatnya.

"Makasih ya, ucapan kamu udah jadi doa."

Sementara Rakha yang duduk di depan mereka, sejak tadi hanya diam saja sambil menikmati makanannya setelah sebelumnya mengucapkan selamat kepada Nala.

"Kamu kenapa, Kha? Tumben diem aja," ujar Nala ketika menyadari raut wajah Rakha agak lain hari ini.

Minimal dia ikut senyum kek saat Nala menceritakan kebahagiaannya.

"Lagi badmood kali, karena ditinggal nikah duluan sama kamu," ujar Suraya, lalu tertawa dan tawanya langsung menyebar pada Nala.

Sebagai seseorang yang sudah lama mengenal Nala, Rakha tentu bahagia jika melihat sahabatnya itu bahagia. Namun kali ini, rasanya ada yang mengganjal ketika dia dengar Luth tiba-tiba mengajak Nala menikah. Rakha memang tidak berteman dengan Luth, tapi mereka pernah bertemu beberapa kali dan saling menyapa. Selama ini, Rakha tidak pernah merasa jika Luth benar-benar mencintai Nala, karena sikap lelaki itu pada Nala selalu terkesan cuek. Bahkan, sering sekali Rakha menemui Nala dibuat lama menunggu seorang diri, sampai larut malam oleh Luth. Bodohnya Nala, setiap kali Rakha menawarkan diri untuk mengantar, dia selalu menolak dengan alasan Luth akan segera tiba, tapi Rakha tahu itu akan berujung lama.

"Na, apa alasan Luth ingin menikahi kamu?"

Nala yang hendak memasukkan makanannya ke mulut, memilih kembali menyimpannya dan terdiam memikirkan pertanyaan Rakha.

"Karena kita sudah sama-sama dewasa dan saling mencintai," jawabnya begitu yakin, lalu melanjutkan makannya.

"Cinta? Kamu doang kali, Luth sering banget loh buat kamu kecewa, dan setahuku laki-laki kalau sudah jatuh cinta tidak akan memperlakukan perempuan yang dicintainya seperti itu," celetuk Rakha.

Suraya membulatkan matanya setelah mendengar perkataan dingin dan cukup tajam dari sang kekasih untuk sahabatnya. Sungguh dia tidak menyangka, Rakha bisa mengatakan hal itu. Dia kemudian melirik Nala yang langsung meminum jusnya, dan terlihat gadis itu sangat kesal.

"Seperti itu bagaimana? Cuma aku yang lebih tau diriku sendiri, dan selama ini aku gak pernah merasa kecewa sama Luth," ketus Nala sambil memandang dingin wajah Rakha. "Asal kamu tahu, bagi aku cuma Luth lelaki terbaik yang kukenal." tekannya kemudian.

Akibat perkataan Rakha, suasana yang semula hangat menjadi dingin, dan Nala sudah kehilangan selera makannya. Dia memilih bangkit, dan meninggalkan mejanya tanpa pamit, setelah membayar semua menu yang dipesan.

"Rakha, ngapain sih kamu ngomong gitu? Cepat kejar Nala," perintah Suraya dengan tatapan tajam pada kekasihnya.

"Ucapanku gak salah, Ya."

Rakha hanya berniat mengingatkan Nala agar tidak salah pilih, karena dia tidak mau melihat sahabatnya tersakiti. Namun Rakha lupa, jika menasihati orang yang tengah jatuh cinta sama saja dengan menasihati orang gila.

Pilihan Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang