21. Berkunjung ke rumah Luth

59 5 4
                                    

Sebenarnya Rakha malas untuk meminta maaf pada Nala, karena dia pikir apa yang diucapkannya tidak salah. Namun, daripada gadis itu sakit hati dan tidak mau berteman dengannya lagi, jadilah dia terpaksa mengikuti saran Suraya untuk mengejar Nala.

Beruntung saat keluar dari restoran, Nala masih berdiri di depan, sibuk mengotak-atik ponselnya, mungkin akan memesan ojek online.

"Nala!"

Nala refleks menoleh, mengalihkan perhatiannya dari ponsel, menatap Rakha yang sudah berdiri di depannya.

"Kamu marah?"

"Pikir saja sendiri," ujar Nala ketus.

"Aku bicara begitu karena sayang sama kamu, Na. Aku gak rela kalau kamu sampai disakiti oleh lelaki itu."

"Luth mencintai aku, Rakha. Aku udah yakin seratus persen sama dia."

"Pikirkanlah dari berbagai sudut, menikah itu bukan main-main, dan bertahan dengan satu orang sepanjang hidup itu berat, kecuali jika cinta Luth lebih besar dari cinta kamu, baru kamu akan diratukan sama dia."

Nala memejamkan matanya sejenak, lalu menghela napas gusar.

"Jadi maksud kamu, hanya aku yang mencintai Luth?"

"Mungkin."

"Ih, nyebelin banget sih kamu!"

Nala menghentakkan sebelah kakinya sambil menatap Rakha dengan wajah kesal, beruntung ojek yang dia pesan segera datang, dan dia pun langsung naik tanpa berkata apa-apa lagi pada Rakha.

Rakha berdecak sambil berkacak pinggang, Nala mungkin kesal padanya, tapi dia yang lebih kesal pada Nala karena sulit dinasehati. Minimal, Nala mikir-mikir dulu kek sebelum menerima Luth. Jangan terlalu memamerkan perasaannya.

...

Nala berusaha melupakan semua perkataan Rakha dengan mengingat-ingat kembali kenangan-kenangan indahnya bersama Luth, yang selalu berhasil mengembalikan moodnya.

Melihat sang anak tersenyum-senyum sendiri beberapa hari terakhir ini, membuat Bu Riris ikut merasa bahagia. Wanita itu berjalan, lalu duduk di samping sang anak.

"Enggak takut kering itu gigi?"

Nala menoleh dan langsung memeluk ibunya.

"Aku bahagia banget Ma, dan gak sabar hari itu tiba."

"Sabar, enggak lama lagi kok."

"Pokoknya dari sekarang Mama harus lebih jaga kesehatan, biar nanti pas hari pernikahanku, kondisi Mama fit."

Bu Riris hanya mengangguk sambil terkekeh, mengusap-usap lengan anaknya penuh kelembutan.

"Dulu waktu Mama mau menikah sama Papa, rasanya kayak gini gak?"

"Iya dong, Mama kan juga pernah muda, tapi kalau bahagia jangan terlalu berlebihan ya, secukupnya saja."

"Enggak bisa Ma, aku bahagia banget sekarang, karena aku rasa Allah sudah mengabulkan doa-doa ku."

"Mama lebih bahagia, terus seperti ini, oke?"

Nala mengangguk sambil memejamkan matanya, menikmati kehangatan pelukan sang ibu.

"Tapi gimana kalo aku gak tinggal disini lagi setelah nikah, Ma?"

"Lho, memangnya kenapa? Kamu kan akan menjadi istri orang, masa masih tinggal sama Mama?"

"Mama sendirian dong?"

"Tidak apa-apa, masih banyak tetangga, lagian selama ini juga paling kamu hanya beberapa jam di rumah, karena sibuk kerja."

Pilihan Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang