19. Membahas pernikahan

82 6 0
                                    

Nala begitu senang melihat kedatangan Luth, karena sudah lama lelaki itu tidak menemuinya. Jujur hati Luth yang semula keruh, sempit, dan kusut menjadi terasa lebih nyaman saat mendapat senyuman hangat khas seorang Nala. Setelah menemui Bu Riris dan berbincang sejenak, dia mengajak Nala berjalan kaki menuju pantai.

"Na, kamu selalu bilang ingin bertemu keluargaku, kan?"

Nala mengangguk antusias. "Iya. Kenapa?" tanyanya sambil mendongak dan bejalan pelan di samping Luth.

"Kalau besok aku kenalkan dengan kakakku, mau?"

Nala kembali mengangguk, kali ini lebih cepat, membuat Luth terkekeh dan tanpa sadar mengusap gemas rambutnya yang tergerai dan tersapu-sapu oleh angin.

"Kakak kamu laki-laki atau perempuan?"

"Rahasia."

Jawaban menyebalkan Luth membuat Nala ingin mencubitnya, tapi sebelum cubitan itu melayang, dengan cepat Luth berlari yang langsung Nala kejar. Mereka saling kejar sambil tertawa, seperti pasangan bahagia yang saling mencintai, terlihat begitu hangat.

Meski Luth selalu menepis jika dia tidak pernah memiliki perasaan pada Nala, tapi selama ini Nala lah yang selalu ada untuk Luth. Setiap hari gadis itu tidak pernah absen mengirimkan rentetan pesan random, berupa video-video yang menurutnya lucu, beragam meme, atau menceritakan kesehariannya, tidak peduli meski jarang mendapatkan respons dari Luth. Walau jarang membalas, tapi tidak bisa disangkal kalau pesan-pesan itu mampu menghibur Luth, dan Luth akan merasa gelisah jika Nala telat mengirimnya. Mungkin, itu salah satu alasan mengapa sampai kini Luth merasa berat untuk mengatakan semua rahasianya. Sebab Luth rasa, Nala selalu ada untuknya.

Luth duduk di bawah pohon kelapa dengan beralas pasir, dan Nala setia berada di samping, pandangan keduanya lurus ke arah pantai.

"Na, kamu ingin pernikahan seperti apa?"

Nala membulatkan mata dan refleks mengalihkan pandangan saat Luth tiba-tiba bertanya begitu. Memang, ada angin disini, tapi tidak ada hujan, jadi ada apa gerangan Luth berkata demikian?

"Maksudnya?" tanya Nala heran sambil memeluk kedua lututnya.

"Setiap manusia pasti punya pernikahan yang mereka impikan, pernikahan seperti apa yang kamu impikan?"

"Ke-kenapa kamu nanya itu?"

"Ingat tidak, aku pernah bilang bahwa jika waktunya sudah tepat, maka aku yang akan membahas hal ini lebih dulu?"

Nala mengangguk, tentu saja dia ingat. Apa itu berarti? Ah, hanya dengan membayangkannya saja Nala sudah ingin berjingkrak-jingkrak. Tidak tidak! Dia harus tahan dulu kebahagiaannya.

"Kurasa, sekarang sudah waktunya."

Jantung Nala seperti ingin melompat dari tempatnya. Nala segera menutup mulut, karena dia sudah hampir menjerit.

"Luth, kamu serius?"

"Tentu."

Luth sudah memikirkan hal ini semalaman, jadi dia yakin dia serius. Luth benci melihat keluarganya yang kini selalu memberikan tatapan iba padanya, seolah dia adalah lelaki paling menyedihkan di dunia. Dia ingin semua orang tahu, terutama Celia, jika dia bisa menemukan gadis lain dan bahagia tanpa gadis itu. Sudah Luth bilang kan, kalau Celia berani menyakitinya, maka Luth akan membuat gadis itu jauh lebih merasakan sakit. Luth bahkan tidak peduli meski sebelumnya melihat Celia terluka adalah hal yang paling dia benci.

Jika Luth hanya ditinggal bertunangan, maka Celia akan ditinggal menikah. Bahkan, Luth sudah berencana untuk menikah sebelum acara pertunangan Celia dengan Victor. Terdengar gila, tapi Luth yakin keputusannya tidak salah.

Pilihan Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang