Penat dengan pekerjaan dan merasa bosan, seperti kebiasaannya sebelum Celia kembali, Luth akan datang ke hotel tempat Nala bekerja, dan menyegarkan pikirannya di sana.
Hotel La Leon tempat Nala bekerja tidak begitu luas, hanya terdiri dari dua lantai saja. Namun, kelebihan hotel ini adalah memiliki halaman yang asri dengan rerumputan hijau penuh bunga dan dekat dengan laut. Jika memesan kamar di lantai atas, maka tamu bisa langsung melihat keindahan laut dan kemilau sinar matahari dari balik jendela.
Dari meja resepsionis, terlihat Nala masih sibuk bekerja. Melayani para pengunjung, baik secara langsung atau lewat telepon. Selain itu, Luth juga memperhatikan Nala sering sekali mondar mandir, mengambil berkas ini itu, atau memanggil rekan kerjanya yang lain. Ternyata jika diperhatikan, pekerjaan Nala cukup melelahkan. Belum lagi, gadis itu juga diwajibkan untuk selalu tersenyum bahkan dalam keadaan apapun, tidak peduli meski pada pengunjung yang baik atau bawel, bahkan galak. Namun ajaibnya, Nala masih terlihat segar dan tidak lelah setelah seharian bekerja, seolah dia sangat menikmati pekerjaannya.
Setelah pekerjaannya selesai, Nala segera menghampiri Luth yang menunggunya di halaman depan. Wajah tampan lelaki itu tersorot kilau cahaya dari langit yang mulai menguning, serta rambut tertiup angin yang sedikit berantakan. Begitu tampannya, sampai diam-diam Nala menyempatkan untuk memotretnya dari samping.
"Hai, Luth!" sapa Nala setelah memasukan kembali ponselnya ke dalam tas, kemudian izin duduk di sebelah Luth.
Luth membalas senyum Nala.
"Hai, kasian, pasti capek ya baru selesai kerja?" tanya Luth sambil membelai rambut Nala dengan lembut.
Nala membeku, jantungnya berpacu cepat. Apa yang Luth lakukan saat ini bukanlah kali pertama, tapi amat langka, dan itu selalu berhasil membuat debar jantung Nala menggila. Tentu saja, semua lelah yang Nala rasa hari ini lenyap.
"Aku pikir kamu udah lupa sama aku," kata Nala setelah Luth berhenti mengusap rambutnya.
"Kenapa kamu bisa mikir gitu, hm?"
"Karena beberapa hari ini, kamu jarang banget balas chat aku," jawab Nala sambil memasang wajah cemberut.
"Na, aku pernah bilang kan sama kamu, kalo aku jarang balas chat kamu, berarti aku lagi sibuk."
"Terus sekarang udah gak sibuk lagi?"
"Iya, aku penat, pengen refresh otak dulu disini."
Dengan pekerjaan menumpuk dan masalah keluarga, Luth jadi malas untuk pulang malam ini, itu sebabnya dia memilih untuk menginap di hotel saja.
"Kamu udah makan?" tanya Nala.
"Kamu tanya begini, pasti karena lagi laper kan?"
"Ih enggak, kalo kamu gak keberatan, aku mau masak buat kamu."
"Dalam rangka apa?"
"Aku nemu resep baru, dan pas aku coba enak banget. Udah lama sih, tapi belum sempat bikinin buat kamu, hehe."
"Tapi kamu baru aja pulang kerja, pasti capek."
"Enggak kok, aku gak capek."
"Ya udah, kalo gitu ayo kita pulang."
Andai kata pulang yang Luth maksud adalah rumah mereka berdua, Nala pasti akan merasa lebih bahagia. Pulang bekerja, menyiapkan makanan untuk Luth, lalu bercengkrama di halaman rumah. Betapa indahnya jika hal itu menjadi nyata.
...
Selepas shalat maghrib, meja makan minimalis itu terisi penuh oleh nasi dan berbagai lauk yang Nala masak sendiri. Bu Riris dan Luth sudah menunggu, dan mereka pun makan bersama setelah Nala selesai menghidangkan semuanya.
"Ini dia, cobain deh, semoga kamu suka!" Nala menyodorkan piring berisi ayam asam pedas yang menjadi menu utamanya malam ini.
Nala tahu Luth suka sekali berbagai macam olahan dari daging ayam. Bahkan setiap kali makan bersama, dia tidak pernah absen memesan ayam sebagai menu utamanya. Baik ayam goreng, sate ayam, bakso ayam, dan lainnya.
"Wow, kelihatan enak," seru Luth membuat Bu Riris terkekeh.
"Nala, ambilkan nasi sama lauknya buat Luth dong."
"Oh iya, Ma."
Nala menjalankan perintah sang ibu, dan mereka pun makan bersama. Luth tidak bisa menampik, jika apapun yang Nala masak selalu cocok di lidahnya. Nala pandai memasak, dan tidak pernah ada yang mengecewakan sejauh ini. Luth begitu menikmati makanannya sampai menambah dua kali, membuat Nala senang luar biasa, begitupun Bu Riris.
"Mama senang liat kamu makan lahap begini, Luth, kan bagus kalo nantinya suami suka sama masakan istri."
"Mama," rengek Nala merasa malu.
"Lho kenapa, Mama gak salah kan? Luth, kamu pasti suka kan kalo punya istri yang pandai masak?"
"Pasti suka lah Ma, jadi aku gak perlu keseringan makan di luar, yang belum tentu sehat."
"Nah, itu maksud Mama. Ayo, lanjut makannya, habiskan ya."
Luth mengangguk. Entah bagaimana, dia selalu merasa nyaman berada disini, kehangatan yang Nala dan Bu Riris berikan padanya, membuat tempat ini bagai rumah kedua untuknya.
Selesai makan, Luth tidak langsung pulang, dia masih berada di rumah Nala. Sekarang keduanya sedang duduk di beranda rumah, ditemani Daniel yang begitu nyaman bergelayut manja di pangkuan Luth setelah diberi makan oleh Luth yang dia belikan di animal shop sebelum kesini.
"Kayaknya Daniel kangen sama kamu."
"Iya nih, manja banget."
Lagi-lagi, pikiran bodoh Nala dengan lancang membayangkan jika saat ini yang ada dalam pangkuan Luth adalah anak mereka. Nala segera menggeleng berusaha menyingkirkan pikiran itu.
"Na, makasih ya, masakan kamu selalu enak. Malam ini aku pasti tidur nyenyak."
"Sama-sama, aku senang kalo kamu suka. Lain kali, bilang aja kalo mau dimasakin apa-apa, pasti aku buatin."
"Okay."
Sedang asyik menggelitik perut Daniel, tiba-tiba ponsel Luth berdering, pertanda ada panggilan masuk.
Luth mengambil ponsel dalam saku celananya, lalu segera menjauh dari Nala saat tahu jika yang menelponnya adalah Celia. Nala tentu penasaran, tapi dia tidak boleh lancang, jadi dia memilih untuk tetap duduk di tempat tanpa mendengar apa yang Luth bicarakan dengan si penelpon.
"Kamu di mana Luth, tadi aku datang ke rumah, tapi kata Kak Sasha kamu belum ada pulang?"
"Kamu ke rumah? Kok, gak bilang?"
"Niatnya sih mau ngasih kejutan, sekalian ketemu Kak Sasha, udah lama kan kita gak ketemu."
"Sekarang kamu masih di rumahku?"
"Enggak. Aku udah pulang, soalnya tadi ke sana sama Daddy dan Mommy, jadi gak lama. Makanya baru sempat hubungi kamu sekarang."
"Memangnya ada acara apa?"
"Gak ada apa-apa kok, orang tuaku cuma mau main aja, kebetulan lagi ada waktu luang. Sekarang kamu di mana sih?"
"Eum, di rumah teman."
"Agam? Bagaskara? Atau siapa?"
"Ada lah, kamu gak akan tau."
"Oh gitu ya main rahasia-rahasia sekarang?" tanya Celia dengan nada curiga.
Luth terkekeh.
"Santai aja, bukan orang penting kok jadi kamu gak perlu tau."
"Iya deh iya. Oh iya, besok temani aku ya."
"Ke mana?"
"Pasang eyelash, udah pada rontok nih, gak lama kok, habis itu nanti kita nonton. Oke?"
Luth heran, kenapa Celia hobi sekali pergi ke salon dan memasang hal-hal yang memakan waktu seperti itu. Padahal tanpa menipedi, mewarnai kuku, pasang bulu mata palsu, totok wajah, dan lain sebagainya, Celia akan tetap terlihat cantik. Bahkan bagi Luth, gadis itu terlihat jauh lebih cantik ketika tampil natural.
Perempuan memang rumit dan sulit dipahami, tapi selama hal itu mampu membuat Celia bahagia, maka akan sepenuh hati Luth dukung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Kedua
RomanceSejak 2 tahun terakhir impian terbesar Nala adalah menikah dengan Luth, lelaki terbaik yang dia kenal, lelaki yang berhasil memenuhi ruang hatinya. Sederhana saja, mereka menikah lalu memiliki keluarga kecil yang bahagia. Namun, itu hanya menjadi an...