Bab 19.

15.2K 834 19
                                    

"Sialan. Kenapa gue bisa jatuh cinta sama sahabat gue sendiri?!." Ia memukul dirinya sendiri dengan tangan kosongnya sambil terus terusan mengumpat.

"Gue gabisa terus sembunyiin ini semua, tapi ... Bangsat,kenapa gue harus jadi sahabat dia segala,kontol?!."

"Kevin, kenapa teriak teriak?!." Seseorang dari luar kamar Memanggil kevin yang berteriak di dalam kamarnya, tidak terlalu jelas karna ruangan itu kedap suara, tetapi masih tetap saja terdengar.

Kevin diam, tidak menjawab. Seakan bisu, dia tidak bisa menjawab pertanyaan ayah nya dari luar.

"Nak?! Kamu ada masalah?!." Vandra berteriak sambil terus mengetuk pintu Kamar Kevin.

Ceklek.

Pintu terbuka, menampakkan sosok kevin dengan rambutnya yang berantakan, bajunya yang kusut, juga tatapannya yang kosong.

"Hey kamu kenapa?." Vandra menatap lembut kevin sambil memegangi pundak Kevin dengan kedua tangan nya.

"Pa..." Kevin memeluk ayahnya dengan lemas. Hangat, itu yang di rasakan kevin. Jika dia ada masalah, dia lebih sering bercerita kepada ayahnya daripada kepada ibunya.

"Kenapa nak?. Ayo masuk dulu." Vandra mengajak kevin memasuki kamarnya kembali. Lalu vandra menuntun kevin untuk terduduk di kasurnya.

Terlihat dari dalam, di Balkon kevin sangat banyak batangan rokok. Vandra yang melihat itu hanya bisa menghela nafas nya, dia yakin anak ini sedang memiliki masalah.

Kevin menatap ayahnya lalu kembali memeluknya. Ayahnya pasti tau jika ia sedang ada masalah, tidak tau dia akan menceritakan nya atau tidak. Yang ia butuhkan saat ini pelukan hangat ayahnya.

"Hiks... Papa..hiks." Kevin menangis sesenggukan di pelukan ayahnya. Jika seperti ini, mungkin masalahnya sedikit berat.

"Kenapa? Cerita sama papa." Vandra mengelus punggung kevin dengan sayang. Bagaimanapun kevin ini anak satu satunya yang sangat ia sayangi.

"K-kevin.." Kevin terdengar ragu saat ingin berbicara. Sedangkan ayahnya kembali menepuk pelan punggung kevin di iringi kata kata penenang, jika ingin Kevin pasti akan bercerita jika ia sudah mulai tenang.

10 menit berlalu, kevin sudah mulai tenang tetapi masih senantiasa memeluk ayahnya sayang.

"Kevin suka sama orang pa." Celetuk kevin. Setelah di pikir pikir mungkin ayah dan ibu nya harus tau.

"Siapa sayang? Siapa yang bikin kamu nangis gini ? Udah di sukain sama orang ganteng kok ga terima sih?." Ayahnya terkekeh pelan sambil terus mengusap punggung kevin. Di mata Vandra, kevin akan terus seperti Kevin yang dulu, kevin kecil.

"Dia bukan orang biasa,pa." Air mata kevin kembali turun dengan deras. Ia mengeratkan pelukannya terhadap ayahnya.

"Maksud kamu?."

"Apin pah, dia apin. Sahabat epin sendiri, pah. Apin pah.. hiks afin. Segender sama epin pah.." Kevin semakin sesegukan. Saat ini kondisinya memang mengharukan, entah apa yang membuat nya sehancur ini.

Ayahnya sebenarnya sedikit terkejut, anaknya ini benar benar menyukai sesama jenisnya?. Di pikirkan nanti sajalah, toh anak satu satunya, biarin dia bahagia sama pilihan nya sendiri.

"Terus apa yang buat kamu sesedih ini? . Sebelum kamu tanya, papa ijinin kamu suka sama pilihan kamu, yang penting kamu bahagia." Ucap Vandra, kasian dia melihat anaknya seperti ini.

"Makasih pa, papa yang terbaik." Ucap kevin parau.

"Iya nak, apapun itu yang penting kamu bahagia. Lalu, apa yang buat kamu jadi sehancur ini?."

"Apin pah.."

"Iya, dia apain kamu?."

Flashback on

Afin sekarang tengah jalan jalan di taman bersama kevin, dia akan menginap di rumah kevin malam ini, jadi sorenya dia mengajak kevin berjalan jalan di taman yang indah di pandang itu. Tempat favorit afin saat kecil bersama kevin, banyak sekali kenangan lucu di situ.

Mereka berdua duduk di kursi taman sambil memakan permen kapas yang di beli kevin untuk afin. Permen kapas termasuk dalam kategori makanan kesukaan Afin yang pasti nya di ketahui Kevin.

"Apin." Kevin membuka pembicaraan, supaya ga hening hening amat dari tadi afin asik liatin bocil main.

"Iya, apa?." Jawab afin sambil terus fokus ke bocil yang menurut nya sangat menggemaskan itu.

"Lo pernah suka sama seseorang gak?." Tidak tau, tiba tiba saja pertanyaan itu keluar dari mulut kevin.

"Ya pernah lah, yakali kagak anjir. Sekarang aja gue lagi suka sama orang." Lalu afin menatap kevin yang menatap nya tanpa ekspresi.

"Oh. Suka sama siapa lo?." Kevin berharap sesuatu di dalam hatinya.

"Rahasia dong!." Jawab afin sambil tersenyum manis dan mencubit sedikit permen kapasnya untuk ia masukkan ke dalam mulutnya.

"Cewe apa cowo?."

Pertanyaan macam apa itu, afin hampir saja tersedak air liur nya sendiri.

"Cewe. Gue masih normal ya, jijik gue sama yang namanya homo itu. Walaupun gue sering di katain boti."

Jleb!

'hahaha, kok sakit ya?.'

"Oh gitu, sejijik itu ya lo sama pasangan sesama jenis?." Kevin memberanikan diri untuk bertanya lagi kepada afin.

"Iya, emang kenapa?." Jawab afin. Kevin hanya tidak menyadari ekspresi kebohongan, dan juga panik dari wajah afin.

"Gapapa, lo pulang aja ya hari ini? Gue anterin, besok deh nginep." Ujar kevin lalu segera mengambil jaketnya dan menuju ke motor yang ia bawa.

"Ayo pulang!." Teriak Kevin dari sebrang sambil berusaha tersenyum lebar.

Flashback off

"Dia jijik pa, dia jijik! Gimana kalo dia tau epin suka sama dia! Bahkan dari smp pa!." Kevin berteriak frustasi sambil menjambak rambutnya sendiri. Hancur, itu yang kevin rasakan. Ia belum mencoba mengutarakan perasaan nya kepada afin. Tapi perkataan afin sudah menjelaskan semuanya.

"Mungkin, kenyataan nya ga gitu sayang." Vandra mencoba menenangkan Kevin anaknya itu. Tidak menyangka bahwa kevin selama ini memiliki cinta yang sangat hebat.

"Ga mungkin pa, dia bilang sejujurnya. Bahkan saat dia berkata, epin ga berani liat mata bulat dia. Epin takut kalo bakal nangis saat itu juga di depan dia." Kevin kembali menangis setelah beberapa detik menghapus air matanya.

"Kamu kan belum mastiin nak. Coba nanti papa yang bicara sama apin." Kevin langsung cepat menatap manik mata ayahnya dengan serius.

"Enggak pah, gak usah. Epin takut dia bakalan jauhin epin setelah tau semua ini. Tolong papah jangan bicara apa apa sama apin." Kevin sangat memohon kepada ayahnya.

Vandra hanya mengangguk kan kepalanya dengan mantap. Vandra tetaplah vandra, apa yang ingin ia lakukan pasti akan ia lakukan, entah itu orang dekatnya sekalipun yang melarang.

Lebih baik ia iya kan saja perkataan anaknya supaya anaknya bisa lebih tenang.

Di saat Kevin sedang hancur.. Panik, sedih, takut, Semua nya sedang di alami afin saat ini. Perasaan nya seakan di penuhi oleh sebuah ke khawatiran kepada seseorang.

Dia merasa bersalah dengan perkataan nya saat di taman bersama kevin tadi, tetapi ia tidak tau mengapa ia merasa bersalah.

Yang pasti, afin sangat ingin menangis sekarang ini. Ingin menemui kevin? Ini sudah terlalu malam. Tidak mungkin ia pergi ke rumah kevin sekarang juga. Ia akan menunggu sampai esok pagi.

Walaupun tidak tau, ia nanti malam bisa tidur dengan tenang atau tidak.



























Wlee, aku ruwetin cerita nya wleee , wleee hihihi

Ini agak panjang partnya, puas kamu?😠

Ketos Mesum [BxB] || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang