Lembar - 2

8.3K 896 96
                                    




Tidak ada jam praktek pagi ini, Candra pun tak memiliki jadwal kunjungan pasien rawat inap. Namun dia sudah bersiap pergi dari setengah jam yang lalu. Hulya sedang menginginkan risol mayo sebagai menu sarapan paginya. Dan kebetulan, risol mayo yang rasanya enak yang lokasi berjualannya ada di sekitar pasar tradisional tak jauh dari tempat tinggalnya, biasanya sudah habis sebelum jam delapan pagi. Jadi jika tidak mau membuat Hulya kecewa, Candra mesti bergegas ke sana.

Candra : Apa ada lagi yang kamu pengen?

Candra sempatkan mengirimi ibu dari calon anaknya sembari menuruni satu per satu anak tangga. Hulya tengah mengalami fase mengidam sejak seminggu belakangan ini. Semalam saja dia pulang lewat tengah malam lantaran sibuk mencarikan perempuan itu buah kesemek. Ada sekiranya sepuluh minimarket dua puluh empat jam yang didatanginya. Baru di minimarket yang lumayan terpencil, Candra menemukan buah tersebut.

Hulya : Itu saja, Dok. Jangan lama-lama, ya ....

Sedikit menyunggingkan senyumnya, Candra merasa dadanya mengembang hangat. Bertahun-tahun dia menantikan saat-saat seperti ini. Saat-saat di mana dia menjalani proses demi proses kehamilan pasangannya, termasuk menuruti beragam keinginan sang jabang bayi yang kadang di luar nalar atau tak masuk akal.

Candra : Oke.

Disimpannya ponsel dalam saku celana ketika Candra sampai di anak tangga yang terakhir. Dia lalu berbelok ke belakang bermaksud untuk mengambil air minum. Tapi belum juga memasuki area dapur, suara lembut seseorang yang memanggil namanya terdengar dari arah meja makan.

Candra melirik secepat kilat sebelum mengembalikan arah tatapnya ke depan kemudian meneruskan langkahnya tanpa mau peduli pada Rea yang tampaknya tengah menunggunya.

Selepas membasahi tenggorokannya dengan air putih, Candra kembali melewati ruang makan. Dia bersikap tak acuh karena menghindari pertengkaran. Mood-nya ketika bertemu dengan Hulya nanti harus bagus. Dia tak boleh merusaknya dengan perdebatan-perdebatan menjengkelkan bersama Rea.

"Apa seperti ini caramu menghargai orang yang telah menemanimu dari remaja?"

Sontak ayunan kaki Candra terhenti. Dia mengambil napas panjang lalu memutar tumitnya malas-malasan.

"Bukankah ini terlalu kejam buatku, Yang?"

Rea yang menempatkan dirinya sendiri di posisi yang sakit seperti sekarang. Andai saja istrinya itu menuruti kemauannya untuk melepaskan alat kontrasepsi yang Rea pasang tanpa sepengetahuannya kemudian menjalani program kehamilan, sudah pasti Candra tidak akan pernah mengambil jalan penuh resiko ini.

Candra berjalan pelan menuju meja makan. Baik. Dia akan makan dulu seperti keinginan sang istri. Sebisanya dia takkan memberikan perlawanan apa pun. Dia ingin sisa-sisa harinya di rumah ini dilewati dengan tenang.

Tanpa pertengkaran.

Tanpa perdebatan.

Dan kalau bisa ... tanpa air mata.

"Makanlah ... aku yang masak sendiri." Rea menaruh piring berisi sedikit nasi beserta lauk-pauknya ke hadapan Candra.

Masakan Rea merupakan makanan favorit Candra sedari dulu. Tapi sayangnya, semenjak karirnya meroket, Rea nyaris tak pernah lagi menyentuh peralatan dapur meski cuma sekedar membuatkan kopi untuknya. Semua yang masuk ke perut Candra menjadi urusan asisten rumah tangga mereka. Rea terlalu sibuk hilir-mudik ke luar kota, menghadiri seminar demi seminar yang mengundang perempuan itu sebagai bintang tamu atau pun pembawa acara.

LANGGENG (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang