Bukan hanya lekuk tubuh Candra yang Rea ketahui hingga ke detail-detailnya. Bagaimana caranya membuai perasaan laki-laki itu pun, dia hafal di luar kepala.
"Apa pijatannya lebih enak dari pijatanku?" Dari betis, Rea merambat naik ke paha. Dia menambahkan sedikit tenaganya. Otot-otot paha Candra lumayan kencang meski suaminya itu jarang berolah raga. Mungkin karena mobilitas di rumah sakit yang cukup tinggi. Candra terbiasa mondar-mandir ke sana ke mari. Selain berperan sebagai dokter, Candra juga membantu Santi dalam upaya memajukan standar pelayanan mereka.
Candra yang sibuk menghidu aroma di leher Rea, menyahut lirih. "Mana kutahu. Dia nggak pernah mijitin aku."
"Terus apa yang kalian lakuin kalau lagi selingkuh?"
Sejujurnya bukan hal yang mudah bagi Rea menanyakan sesuatu yang jawabannya pasti akan melukainya. Namun, dia memang harus memastikan, sejauh mana hubungan haram itu terjalin di belakangnya.
Rea kadang memijit, kadang cuma mengelus dengan gerakan seduktif, membuat Candra berkali-kali mesti menahan napasnya. "Nggak ngapa-ngapain, paling ngobrol."
Kebohongan yang menggelikan. Rea sampai mencebik. "Kalau nggak ngapa-ngapain, terus dari mana datengnya bayi di rahim Hulya?"
"Ya dari spermaku," jawab Candra sebelum bibirnya mulai mengecupi leher sang istri.
Sungguh, dada Rea nyeri. Kenapa mudah sekali suaminya berkata seperti itu? Seolah menebar benih di mana-mana adalah hal yang lumrah. "Berapa kali kalian melakukannya selama ini?"
"Sekali."
"Sekali dan langsung jadi?" Beruntung sekali Hulya dikaruniai rahim yang normal dan sehat. Bolehkah Rea merasa iri?
Candra menggumam membenarkan. Dia tak berdusta. Mereka memang hanya melakukannya satu kali. Kebetulan, Hulya dalam masa subur waktu itu. "Kalau kamu nggak pasang IUD sialan itu, kita mungkin udah punya banyak anak."
Yang Rea perbuat sebagai tanggapan dari pernyataan itu hanyalah tersenyum masam. Tidak. Tidak begitu kenyataannya. Seandainya saja Candra tahu.
Kembali menggerakkan tangan yang sempat terhenti ketika hatinya terasa tertusuk duri, Rea lekas menghapus sendu di wajahnya. Lagi-lagi Rea mengingatkan diri sendiri bahwa dia tak boleh kalah dengan kesedihan. Dia tak boleh terbawa perasaan.
Rea lantas memutar badan. Ditangkupnya kedua rahang milik sang suami. Bibirnya kemudian mendekat untuk menghadirkan ciuman yang menggoda. "Lebih hebat mana aku sama dia?" Rea bertanya sambil menggesekkan puncak hidungnya.
Senang rasanya mereka bisa berbicara santai tanpa perselisihan. Candra akan terus menjawabnya walaupun topik dari perbincangan ini tak disukainya. "Aku nggak tau. Nggak bisa membandingkan."
"Kenapa?"
"Aku jawab nanti setelah urusan inti kita selesai." Candra lekas mengangkat pantat Rea agar menduduki pangkuannya. Dia harus segera menyalurkan sesuatu. Sesuatu yang sudah ditahannya sejak tadi siang.
*****
Satu minggu berlalu dengan tenang. Semuanya berjalan sesuai keinginan Rea. Candra selalu pulang tepat waktu. Mereka kembali menjalani rutinitas seperti sedia kala, sebelum pertengkaran-pertengkaran kecil menghapus indahnya warna dalam rumah tangga keduanya.
Rea juga sudah tidak lagi bekerja sampai larut malam. Dia usahakan pulang lebih dulu dari suaminya. Dan semua perbaikan itu, membuat Candra senang bukan kepalang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGGENG (Tamat)
RomanceLanggeng ... harapan semua orang terhadap pernikahan mereka, tak terkecuali Rea. Namun, dari banyaknya pertengkaran yang telah menjelma menjadi neraka dalam rumah tangganya, akankah dia dan Candra dapat merealisasikan harapan itu?