Lembar - 10

7.2K 896 112
                                    




Candra bukan tipe pencemburu. Dari awal berpacaran, pria itu selalu membebaskan Rea bergaul dengan siapa saja. Candra juga tak pernah mempermasalahkan keberadaan Endy yang sudah menjadi sahabatnya selama bertahun-tahun.

Tidak seperti suami Rinjani yang sering mengumbar cemburu di luar batas, Candra malah santai-santai saja ketika Rea mengobrol dengan pria asing sekalipun.

Jadi ... tidak mungkin Rea tidak merasa kalau apa yang baru saja suaminya perbuatan di dalam ballroom adalah sesuatu yang aneh. Apalagi aura permusuhan itu Candra taburkan di hadapan Rian, sosok sahabat yang hubungannya sangat dekat.

Mereka sering pergi bersama. Kadang hanya untuk sekedar makan malam. Kadang juga menemani Dira bermain di mall.

Rea juga acapkali berduaan dengan Rian saat Candra menjaga Dira bermain. Dan belum pernah Candra meributkan hal itu sebelumnya.

"Kamu kenapa?" Rea sengaja menoleh agar dapat memperhatikan setiap detail ekspresi yang melekat di wajah sang suami.

Mulut Candra terkatup rapat, dua alisnya nyaris bertemu, dan rahangnya tampak kaku.

"Ada masalah sama Rian?"

Lelah menunggu jawaban yang tak kunjung terlontar, Rea kembali meluruskan tatapan. Biar nanti dia tanyakan saja pada Rian apa yang sebenarnya terjadi.

Keheningan panjang terasa hingga kendaraan mereka sampai di rumah. Candra buru-buru turun, masuk ke dalam rumah, lalu berlari sewaktu menaiki tangga menuju lantai dua.

Rea mengekori dengan dahi yang berkerut dalam. Dia mendengar suara berisik sesaat setelah berhasil membuka pintu kamarnya.

"Kamu sebenernya kenapa?" Ditatapnya beberapa botol perawatan rambut dan kulit badannya yang telah teronggok di lantai bersama jas hitam yang tadi dikenakan Candra. Dia kemudian berjongkok untuk memunguti barang-barang tersebut.

"Jangan deket-deket Rian lagi."

Rea yang sedang menata botol-botol yang untungnya tidak pecah itu, di meja riasnya, menengok ke ranjang. "Kenapa harus begitu?"

Selesai mengatur napasnya yang putus-putus, Candra membalas tatapan istrinya. "Nggak tau."

"Kok nggak tau? Semua mesti ada alasannya."

Candra juga bingung. Dia tak pernah semarah ini ketika melihat Rea dengan laki-laki lain. Dia selalu percaya ... Rea perempuan yang setia. Rea tidak akan pernah mengkhianatinya.

Jadi entah kenapa tadi dia benar-benar emosi. Seakan-akan Rian bermaksud merebut Rea darinya.

"Pokoknya jangan!" Candra menghampiri sang istri yang masih berdiri di depan cermin meja rias. "Nggak tau kenapa tiba-tiba aku takut, Yang ...," sambungnya sambil mulai melingkarkan tangan di perut Rea.

"Takut apa?"

Tanya itu Candra biarkan menggantung di depan daun telinganya. Memang tidak ada niatan untuk menjawabnya. Dia sendiri juga tidak paham apa yang menjadi sumber ketakutannya. Satu hal yang pasti, hubungan yang telah menghangat ini tidak boleh menegang lagi.

Kini Candra ingin menjadi serakah. Dia mau anaknya sekaligus Rea juga. Nanti jika bayinya sudah lahir, dia berencana membujuk istrinya supaya mau merawatnya bersama-sama, tentu saja tanpa Hulya.

"Kamu turutin aja ...."

Seperti biasanya, si egois akan memaksakan kehendaknya agar dituruti. Rea lantas mengangguk, pura-pura mengiyakan. Padahal ada siasat baru yang mendadak tercipta di pikirannya.

LANGGENG (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang