"Halo Hyung," Jimin menjawab panggilan telfon Taehyung dengan suara serak, terdengar jelas habis menangis.
"Yang, kamu nangis? Aku khawatir, tadi kamu pulang gak bilang ke aku," Lelaki bermarga Kim bertanya.
Jimin hanya menangis, tidak tau mau menjawab apa.
"Kau oke?"
"Aku di kurung, Hyung," Jawab Jimin terbata, "Dan Minggu depan harus nikah sama Jungkook," Pecahlah sudah air mata yang sedari tadi berusaha di tahan.
Taehyung di seberang telfon menahan nafas sejenak, kaget dengan apa yang dia dengar.
Jimin menceritakan apa yang terjadi padanya dengan detail, Taehyung di line seberang hanya bisa menahan amarah. Dia harus mencari jalan keluar, mana mau dia lihat Jimin nikah sama orang lain. Mungkin, jika Jimin menikah dengan lelaki yang tepat, Taehyung akan sekuat tenaga mengikhlaskan, tapi jika orangnya Jungkook, mana bisa dia diam saja.
.
.
.Papa Park duduk di meja kerjanya yang ada di rumah, secangkir kopi mengepulkan asap tapi tidak sedikitpun disentuh.
"Katakan pada Papa kenapa kau ingin membatalkan pertunangan," Tuan Park memulai.
Asap rokok mengepul, membuat ruangan pengap. Sebenarnya dia jarang merokok kecuali sedang banyak pikiran seperti sekarang. Bagaimana cibiran relasinya nanti jika tau anaknya menjadi perebut suami orang. Dia tidak siap menerima gunjingan dari relasi bisnisnya, semua hal itu bisa merusak citra keluarga dan juga saham perusahaan bisa hancur.
"Aku tidak mencintai Jungkook, Pa," Jawab Jimin pelan. Meski dia sudah berusaha sekuat tenaga melawan rasa ketakutannya, tetap saja saat berhadapan dengan Papanya, nyalinya ciut juga. Mengingat sekejam apa Papa Park padanya, apalagi sejak kematian Ji-hyun.
"Kenapa baru bilang sekarang? Papa lihat hubungan kalian baik-baik saja," Sanggah tuan Park.
Jimin tersenyum lemah, "Selama ini aku tidak ingin mengecewakan Papa, itulah sebabnya aku menerima segalanya, tapi sebenarnya sejak dulu aku tau, Jungkook pun tidak mencintaiku."
Papa Park mengernyitkan dahi, "Papa lihat dia sayang kamu kok."
"Kalau sayang dia tidak akan mengabaikan aku, Pa," Jimin memulai.
"Kalau cinta dia tidak akan selingkuh dariku."
"Apa bedanya denganmu?" Jawab tuan Park sembari menaruh rokok pada asbak.
Jantung Jimin seolah berhenti berdetak, ingin rasanya mengatakan segala emosi yang dia pendam selama ini. Ingin rasanya berteriak di depan Papanya. Ingin dia bongkar segala kebusukan Jungkook, tapi lidah kelu, segala keberaniannya entah menguap kemana.
"Mama sudah menceritakan semua pada Papa, tapi di mata Papa, Jungkook pemuda yang baik dan dari keluarga baik-baik," Tuan Park menyulut rokok untuk yang kedua kalinya.
"Papa akan memberikan penawaran untukmu, kalau dalam 1 Minggu kamu bisa membuktikan apa yang kau ucapkan, apa yang Mama ceritakan, kau boleh putus dengan Jungkook," Tuan Park mulai bernegosiasi.
"Tapi, jika kau gagal, kau akan tetap menikah dengan Jungkook Minggu depan," Lanjutnya lagi.
Jimin menahan nafas sejenak, rasanya dia sedang berjudi dengan diri sendiri. Bagaimana jika dia tidak bisa membuktikan ucapannya? Bagaimana jika dia gagal? Bagaimana dan bagaimana lainnya. Tapi, disatu sisi inilah kesempatan untuk membuktikan pada Papanya jika Jungkook tidak sebaik itu, pemuda itu hanya pandai berbicara dan memanipulasi.
Dengan patah-patah Jimin mengangguk, menerima tawaran Papanya. Meski dia sedikit tidak yakin, tapi dia akan berusaha, hanya ini kesempatan yang dia punya.
"Ingat, Jimin, waktunya hanya 1 Minggu, kalau kau gagal, siap tidak siap, Papa akan menikahkanmu dengan Jungkook," Final tual Park.
Jimin mengangguk, mengiyakan. Tidak ada waktu untuk ragu, apalagi mundur.
.
.
.
Siang itu restoran cukup ramai, mungkin karena dia datang saat jam makan siang. Secangkir kopi pahit terhidang di atas meja. Sesekali di sesapnya likuid pahit tersebut.Tak lama datang lelaki tampan yang menjadi kekasih putranya. Perawakannya tinggi dan tampan, pantas saja Jimin suka padanya.
Taehyung menganggukkan kepala, singkat, sebagai salam perkenalan pada calon mertuanya.
"Selamat siang tuan Park," Sapa Taehyung sembari tersenyum ramah. Dia psikiater, tahu bagaimana caranya memperlakukan orang dengan baik.
Tuan Park mengangguk sebelum kemudian mempersilahkan lelaki itu duduk di bangku seberang.
"Perkenalkan, saya Kim Taehyung kekasih putra anda," Lelaki Kim memperkenalkan diri secara resmi.
Tuan Park mengangguk, "Ya, kau sudah mengatakannya padaku tadi pagi."
"Sebelumnya saya ingin berterimakasih karena tuan Park sudah meluangkan waktu untuk saya," Mulai Taehyung.
Lelaki setengah abad tersebut tersenyum dalam hati, meski terlihat biasa aja, tapi percayalah, segala gesture Taehyung diperhatikan dengan detail. Dia memang membenci Jimin karena menyebabkan putra tersayangnya meninggal, tapi biar bagaimanapun Jimin masihlah putranya. Jauh dalam lubuk hatinya, dia tidak ingin Jimin menderita. Namun, semua itu tidak mungkin dia ungkapkan secara gamblang.
Sejak tahu Jimin menjalin hubungan dengan suami orang, dia berang, bagaimana mungkin putranya yang masih single berhubungan dengan Taehyung yang sudah berkeluarga bahkan punya anak.
"Aku cukup terkesan dengan keberanianmu, sebelumnya tidak ada laki-laki yang meminta Jimin padaku secara langsung," Tuan Park meminum kopinya lagi.
"Tapi, kau tau jika Jimin sudah bertunangan, bukan?"
"Saya tau Tuan, tapi saya tidak bisa membohongi perasaaan saya, jika saya mencintai putra anda," Taehyung menjawab tenang.
"Kau tau jika kau sudah berkeluarga, tapi tetap mendekati putraku," pancing tuan Park, dia ingin tau bagaimana sikap Taehyung.
Taehyung mengangguk, "Saya sudah bercerai dengan istri saya tuan, dan jauh sebelum Jimin datang, hubungan saya dan mantan istri saya memang tidak baik, bahkan sudah 4 tahun kami tidak tinggal satu atap."
Tuan Park mengernyitkan dahi, berpikir cukup keras, mengamati Taehyung dengan teliti. Mendengarkan setiap detail cerita yang disampaikan kekasih putranya. Sejak tadi dia diam, tapi bukan berarti tidak memperhatikan.
"Apa yang membuatmu yakin kau bisa membahagiakan Jimin?" Tanya Tuan Park.
"Aku tidak bisa berjanji Jimin akan selalu bahagia bersamaku, mungkin akan ada tangis, tapi aku akan berusaha, agar Jimin lebih banyak tersenyum daripada menangis," Taehyung menjawab yakin.
Kembali tuan Park mengangguk, dia suka dengan pemikiran lelaki di depannya, biar bagaimanapun tidak ada kehidupan yang selalu bahagia, akan ada tangis dan tawa.
"Apa kau yakin kau lebih baik daripada pilihanku?"
Taehyung tau siapa yang dimaksud tuan Park, segala aspek kehidupan Jimin, sebisa mungkin dia tau dan dia pahami.
"Aku yakin tuan, tolong beri aku kesempatan untuk membuktikannya," lelaki Kim menjawab dengan penuh keyakinan.
"1 Minggu Taehyung, jika kau bisa membuktikan kau lebih baik daripada Jungkook, aku akan menikahkan kalian."
Taehyung melotot, kaget, penawaran tuan Park tidak main-main. Tentu dia ingin menikah dengan Jimin.
"Tapi, jika kau gagal, kau harus menghilang dari kehidupan putraku, apa kau sanggup?"
Mungkin Taehyung tidak akan sanggup melepaskan Jimin pada Jungkook, tapi menyerah juga bukan pilihan. Dia akan berusaha sekuat tenaga membongkar segala kebusukan Jungkook dihadapan tuan Park.
"Saya sanggup Tuan," Taehyung mengangguk yakin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefined Love
Fanfiction"Menurutmu mana yang lebih menyakitkan, bunuh diri menggunakan obat atau menggunakan pisau? Atau haruskah aku berdiri di tengah jalan dan menutup mata?" -Park Jimin "Tidak bisakah aku menjadi alasanmu untuk terus bertahan?"- Kim Taehyung "Kau bukan...