3.

345 26 2
                                    

"Eoh, Jiminie

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eoh, Jiminie."

Jimin mengernyitkan dahi, merasa kurang familiar dengan suara yang memanggilnya dengan akrab.

Memilih membalikkan badan dan enggan menebak, mata sempat terbelalak sebelum kemudian tersenyum ramah, "Selamat siang Taehyung-ssi."

"Apa yang kau lakukan disini?" Taehyung mencoba akrab, entahlah tapi dia ingin dekat dengan pemuda rapuh tersebut.

Sebelum sempat Jimin menjawab, seorang perawat menyodorkan beberapa bungkus obat yang Jimin terima dengan gugup, sebelum memasukkan obat tersebut ke dalam tas kecil yang di bawa.

Taehyung sempat penasaran tapi memilih diam.

"Saya permisi dulu, Taehyung-ssi," Jimin membungkuk singkat sebelum pergi dengan langkah buru-buru.

Taehyung masih memandang punggung sempit yang ingin sekali di raih entah mengapa, dia ingin melindungi pemuda itu. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Jimin tapi dia bisa melihat pemuda manis tersebut butuh sandaran.

Punggung tegap ditepuk ringan, Kapala menoleh ke belakang sebelum kemudian tersenyum ramah. Salah satu dokter senior menyapanya.

"Kau mengenal Jimin-ssi?" Tanya Kim Namjoon psikiater yang menangani Jimin selama ini. "Ku lihat kau mengobrol dengannya."

"Dokter Namjoon mengenalnya?"

"Tentu saja, dia pasienku," Jawab pemuda berdimple pelan, "Aku kasian padanya, dia terlalu manis untuk bisa berdiri sendiri."

"Apa maksud dokter?"

"Tidak apa-apa, apa kau sudah makan siang?" Mengalihkan perhatian, enggan terlalu menceritakan riwayat pasien.

Taehyung terdiam, benar dugaannya, Jimin memang rapuh tapi mencoba terlihat kuat.
.
.
.

Duduk di samping gazebo samping kolam renang lumayan disukai Jimin saat butuh kesendirian untuk memikirkan beberapa hal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Duduk di samping gazebo samping kolam renang lumayan disukai Jimin saat butuh kesendirian untuk memikirkan beberapa hal. Tempat itu lumayan luas, terdapat deretan sofa yang bisa digunakan oleh beberapa orang, bahkan jika sedang ingin berkumpul dengan beberapa teman dekat, Jimin memilih tempat ini.

Terkadang Jin pun setelah berenang memilih duduk di tempat ini sambil menceritakan banyak hal demi menghibur Jimin. Ah, Kakak sepupunya itu sangat sayang padanya, namun sayang dia belum bisa membagi rasa sakitnya, cukup Jin Hyung tau jika dia sering mendatangi psikiater.

Menghembuskan napas pelan, mata kembali fokus pada tablet ditangan, menampilkan bahan meeting yang akan disampaikannya di depan beberapa investor besok.

"Halo, Sayang."

Jimin terkesiap, sebelum kemudian kembali sibuk dengan tablet ditangan, seakan tidak terjadi apa-apa.

"Kemana saja selama ini? Apakah ponselmu bisa sedikit berguna?" Sarkas Jimin menjawab.

"Sayang, maaf ya, aku sibuk akhir-akhir ini, Appa menintaku menyelesaikan masalah di cabang," Jawab Jungkook dengan nada mendayu, ya dia pandai berbicara manis.

Mengernyitkan alis, kenapa alasan tunangannya terlalu mengada-ada. Kalaupun memang keluar kota, apa salahnya bilang padanya. Ya Jimin sih tidak terlalu peduli ya, hanya saja dia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, mereka terlalu berharap pada hubungan keduanya.

"Hm," memilih diam dan enggan melanjutkan.

"Kau tau aku sangat mencintaimu, kan, Jimin Hyung?" Tangan besar meraih jemari imut yang masih memegang tablet.

Jimin meletakkan tablet di meja, mencoba melihat kedua mata Jungkook, dia tahu tunangannya sedang berbohong, tapi enggan untuk mengkonfrontasi. Apanya yang cinta jika menghubungi saja hampir tidak pernah.

"Kau akan makan malam di sini? Ku rasa Papa sudah lama tidak bertemu denganmu," Jimin memilih mengalihkan pembicaraan.

Jungkook mengangguk, "Tentu saja, aku juga ingin bicara dengan Papa."

Jungkook berdiri sebelum kemudian mengulurkan tangan, hendak menggenggam jemari imut milik tunangannya.

Keduanya berjalan masuk ke dalam rumah, mengingat hari sudah makin gelap.

Punggung tegap itu, milik seorang pria yang dijodohkan dengannya, andai saja Jimin bisa melihat sedikit ketulusan dalam netra bambi itu, mungkin dia dengan suka rela memberikan hatinya, atau setidaknya mencoba mencintainya.

Undefined LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang