"Ma, Jiminie boleh bicara?" Jimin mendekati Mamanya yang sedang membaca majalah fashion.
Mama Park menepuk sofa di sampingnya, gesture untuk Jimin mendekat.
Jimin mencoba menenangkan hatinya, "Ma, bisakah pertunanganku dengan Jungkook dibatalkan?"
Mama Park terdiam, sebelum kemudian menutup majalah dan meletakkannya di meja.
"Ada apa Jiminie?"
"Mama tau kan aku dari awal tidak mencintai Jungkook? Aku sudah mencobanya Ma, tapi tidak berhasil," Jimin mulai bercerita.
"Mama lihat kalian baik-baik saja," sanggah mama Park.
Jimin ingin mengumpat tapi hanya di lakukan dalam hati, biar bagaimanapun hanya mamanya yang masih sayang padanya.
"Baik-baik gimana, Ma, komunikasi kita bahkan nol Ma?"
Mama Park mengernyit, "Nol gimana?"
"Kemanapun dia pergi tidak pernah sedikitpun memberitahu, padahal dia ke luar kota Ma, bukankah itu sudah ga sehat?" Jimin bercerita dengan pelan.
"Setiap kami bertengkar, dia selalu menghilang setelahnya, menghindari masalah," Lanjut Jimin. "Lalu, bagaimana Jimin bisa mencintai orang seperti itu?"
"Apa Mama pernah melihat kami berkencan seperti pasangan lainnya?"
Mama Park mulai berfikir, penjelasan anaknya memang masuk akal, dan selama ini dia hampir tidak pernah melihat keduanya berperilaku seperti pasangan pada umumnya, padahal keduanya sudah bertunangan selama satu tahun.
"Jiminie, bisakah kamu pikirkan baik-baik lagi? Bicaralah dengan Jungkook, Mama yakin dia bisa berubah seperti yang kamu mau," Nasihat mama Park, tidak ingin kedua putus hubungan.
Sebenarnya Jimin sudah memprediksi apa yang akan diucapkan mamanya, hanya saja dia ingin berusaha sekali lagi. Sebelumnya dia sudah pernah bicara dengan mamanya tapi ya jawabnya sama seperti ini, meminta memikirkan masak-masak.
.
.
.Pagi hari, Jimin sudah siap berangkat ke kantor, saat ini dia sedang sarapan bersama kedua orangtuanya, sebelum kemudian datanglah sang tunangan dan sarapan bersama mereka.
Jimin berusaha mengacuhkan keberadaan lelaki kelinci itu, meski Mamanya beberapa kali meminta agar Jimin melayani Jungkook, latihan menjadi istri menjadi dalih Mamanya.
Dengan terpaksa Jimin melakukannya, apalagi saat ini sedang ada Papa Park. Memberontak hanya akan membuat semuanya menjadi runyam.
"Jimin Hyung, aku antar ke kantor ya? Kebetulan ada yang ingin ku bicarakan dengan Papa," disela-sela sarapan, Jungkook memulai.
Jimin terdiam, sebelum kemudian beralasan, "Ah maaf Kook, aku ada meeting dengan client, jadi tidak ke kantor."
Lelaki kelinci memperlihatkan mimik muka seakan kecewa, "Ah baiklah."
"Kamu dengan Papa saja, katanya ada yang ingin di bicarakan kan?" Papa Park menengahi.
Setelah sarapan Jimin memilih meninggalkan rumah, tanpa banyak basa basi sama Jungkook.
.
.Lelaki berdimple sedang menulis pada jurnal pasien saat ketukan pintu terdengar dari luar.
Jimin masuk setelah di persilahkan oleh si empunya ruangan.
"Halo, Jiminie," Sapa Namjoon sambil tersenyum.
"Hai, Hyung," Jimin melambaikan tangannya.
Jimin datang dengan pakaian kerjanya, setelah jas lengkap, meski demikian pemuda tersebut tetap terlihat cute.
Namjoon menutup jurnal yang sedang dia kerjakan, sebelum kemudian berdiri dari bangkunya dan berjalan ke arah sofa, secara tidak langsung meminta Jimin mengikutinya.
"Kenapa tidak bilang sama Hyung kalau mau ke sini?" Mulai Namjoon.
"Hm, aku mau ajak Hyung makan siang, " Jawab Jimin lagi sembari tersenyum.
"Mau ajak Hyung makan siang, apa mau ajak Taehyung?" Jawab Namjoon menggoda.
"Ih!" Seru Jimin, kedua pipi chubby nya memerah malu.
Namjoon mengulum senyum, senang menggoda adiknya, senang melihat adiknya banyak tersenyum akhir-akhir ini.
"Ada yang mau Jiminie ceritakan sama Hyung?" Namjoon memberikan softdrink, agar Jimin lebih tenang.
Jimin membuka kaleng softdrink sebelum kemudian meminumnya perlahan.
"Aku ingin membatalkan pertunanganku dengan Jungkook," Jimin memulai.
"Apa Papamu setuju?"
Jimin menggeleng, "Aku belum bicara sama Papa, aku takut Papa kecewa, tapi aku gak bisa sama Jungkook, Hyung."
Pandangan Jimin menerawang, "Papa berekspektasi terlalu tinggi pada hubungan kami, aku gak mau membuat Papa semakin kecewa, tapi aku benar-benar gak bisa, aku udah coba mencintai Jungkook, tapi dia terlalu kekanak-kanakan, setiap bertengkar dia akan pergi, dia bahkan jarang menghubungi ku Hyung."
Pemuda manis tersebut menghirup napas dalam-dalam, sebelum kemudian melanjutkan sesi curhatnya, "Dia selalu bilang mencintaiku, tapi tidak ada satupun tindakannya yang mencerminkan itu, dan terakhir dia sedang bercinta dengan selingkuhannya dan malah menelfonku."
Jimin tersenyum miris, merasa lelah mengahadapi semua ini, "Apa yang ku lakukan tidak pernah cukup di mata Papa, tidak ada satupun yang membuatnya bangga."
Pemuda chubby tersebut tersenyum, "Dan Taehyung datang dengan rasa nyaman dan aman yang ku butuhkan, apa aku salah Hyung?"
"Hyung aku lelah, aku ingin menyerah," Mata Jimin mulai berembun, titik air mata mulai jatuh.
Ketukan pintu dari luar membuat Jimin berhenti berbicara. Lelaki tampan masuk ruangan tak lama setelah Namjoon mempersilahkan.
"Oh Taehyung?" Namjoon lumayan kaget, tidak biasanya lelaki tersebut datang ke ruangannya.
"Kamu bilang mau ke rumah sakit tapi aku tunggu gak dateng-dateng," Taehyung tidak menjawab pertanyaan Namjoon, justru bertanya pada kekasihnya.
Jimin tersenyum, "Aku ada jadwal konseling sama Namjoon Hyung."
Taehyung melihat jam di pergelangan tangan, "Sudah mau jam makan siang, kamu masih lama?"
"Nanti aku telpon Hyung ya?" Jawab Jimin.
Taehyung mengangguk, sebelum kemudian pamit pada keduanya. Sejujurnya dia penasaran kenapa Jimin menangis, tapi enggan menanyakan pada Namjoon, mengingat kode etik mereka yang melarang membocorkan rahasia pasien.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefined Love
Fanfiction"Menurutmu mana yang lebih menyakitkan, bunuh diri menggunakan obat atau menggunakan pisau? Atau haruskah aku berdiri di tengah jalan dan menutup mata?" -Park Jimin "Tidak bisakah aku menjadi alasanmu untuk terus bertahan?"- Kim Taehyung "Kau bukan...