Jimin membolak-balikkan laporan, sesekali memberi tanda pada kalimat atau angka yang tidak sesuai.
Kepalanya lumayan pusing, selain karena pekerjaan, rencananya membongkar kebusukan Jungkook pun menjadi beban tersendiri.
Terdengar pintu ruangannya terbuka dan tertutup tak lama kemudian. Langkah kaki dengan aroma parfum tercium di inderanya.
"Jiminie Hyung, ayo makan siang denganku."
Masih berkutat dengan lembaran laporan, "Kau tidak tau sekarang jam berapa?"
"Akh Hyung, aku sibuk sekali, aku tidak sempat melihat jam," Jungkook menjawab dengan nada kekanakan.
Jimin menengadah, memandang Jungkook dengan tatapan datar, "Aku sudah makan siang."
Jungkook tidak heran dengan jawaban Jimin, menang sudah bukan waktunya makan siang, dia hanya basa basi saja.
Jungkook mengehempaskan badannya di sofa, memandang Jimin yang masih berkutat dengan laporan, tanpa memperhatikannya sama sekali.
Terdengar dering ponsel di ruangan yang sunyi, setelah melihat id penelepon, Jimin menjawab panggilan dengan cepat.
"Yang," dari seberang line telepon dia mendengar suara kekasihnya."Iya, Pa" Jimin menjawab singkat tidak ingin Jungkook curiga.
"Papa?" Taehyung sempat sanksi tapi tetap melanjutkan.
"Di sana ada Jungkook?" Taehyung bertanya lagi. Meski samar dia mendengar suara Jungkook di belakang kekasihnya.
"Iya," kembali Jimin menjawab pendek.
"Yang, dengerin, nanti malam aku ke apartemen ya, kita bahas masalah Jungkook, bersikaplah biasa aja, jangan bikin dia curiga, paham?" Tegas Taehyung berkata, meski tetap menggunakan nada yang lembut.
"Iya, Pa."
Sejak mendengar kata Papa dari mulut Jimin, Jungkook diam-diam mendengarkan.
"Papa telfon, Hyung?"
"Hm, begitulah," jawab Jimin singkat, masih sibuk memeriksa ponselnya, membalas chat sang kekasih.
Jimin tersenyum singkat, kenapa Taehyung jadi kaya ABG coba.. kan dia jadi malu. Meski dalam chat terlihat cuek dan jutek tapi percayalah Jimin sedang blushing sekarang.
"Kenapa Hyung tersenyum sendiri?"
Kaget, tapi berusaha kontrol emosi, "Papa mengingatkan untuk istirahat."
"Tumben?" Jungkook memicingkan mata, dia tau papa Park orang seperti apa.
Mengedikkan bahu, berusaha tampak biasa aja, "Entah, mungkin karena kita mau menikah?"
Jungkook menganggukkan kepala, benar juga, dia tahu bagaimana bahagianya papa Park saat dia mengajukan pernikahan.
Jimin mendesis, matanya melotot melihat tunangan yang duduk anteng di depannya.
"Ngomong-ngomong pernikahan, kenapa kau tidak bilang padaku?"
Jungkook cengengesan, sebelum menyatukan tangan membuat gesture meminta maaf.
"Cepat atau lambat kita memang akan menikah,Hyung, jadi apa bedanya?"
Jimin pengen Jambak rambut tunangannya kalo gak inget apa yang dibilang Taehyung.
"Setidaknya bicaralah padaku," Ujarnya sembari meninggalkan bangku dan berjalan menuju kulkas mini di ruangannya. Mengambil kopi kemasan dan meletakkan di depan Jungkook.
Jimin masih berdiri di belakang tunangannya, tangannya memegang pundak Jungkook dan memberi remasan.
"Ngomong-ngomong kau belum menjelaskan padaku mengenai telfon mu terakhir kali."
Jungkook menelan ludah susah payah, keringat dingin membanjiri.
"Ya-yang mana ya, Hyung?" Jawabnya terbata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefined Love
Fanfiction"Menurutmu mana yang lebih menyakitkan, bunuh diri menggunakan obat atau menggunakan pisau? Atau haruskah aku berdiri di tengah jalan dan menutup mata?" -Park Jimin "Tidak bisakah aku menjadi alasanmu untuk terus bertahan?"- Kim Taehyung "Kau bukan...