Ceklek!
Pintu apartemen tertutup secara otomatis saat Jimin memasuki apartemen. Pemuda manis tersebut melepaskan sepatu dan menaruhnya di rak. Dia terkejut saat menemukan sepasang sepatu yang sangat di kenal.
Jimin berjalan perlahan menuju kamarnya, dilihatnya lelaki Kim duduk menunggu di atas sofa samping ranjang. Tatapan tajamnya membuat Jimin membeku, mematung, bingung harus bagaimana. Beberapa menit terdiam, Jimin mencoba mendekat, bersikap biasa saja.
"Hyung, sejak kapan kamu di sini?" Tangannya terulur ingin memeluk, namun Taehyung menghindar.
"Sebaiknya kau mandi dulu, sepertinya bau Jungkook menempel padamu," tidak ada bentakan atau suara tinggi, namun nada datar itu mampu membuat mata Jimin berembun.
Tanpa kata Jimin berjalan menuju kamar mandi, meninggalkan Taehyung dengan rasa bersalah.
Di dalam kamar mandi Jimin menangis, berbagai kemungkinan buruk berseliweran di kepala. Bagaimana jika Taehyung marah dan meninggalkannya? Apa yang harus dia lakukan jika itu benar terjadi?
Kejadian di mobil kembali terbayang, apa karena hal itu, membuat parfum Jungkook menempel padanya?
Setelah sampai rumah, Jimin memang tidak sempat ganti baju, dia langsung pergi lagi ke apartemen takut kekasihnya menunggu terlalu lama, tapi hal tersebut malah menjadi Boomerang untuknya.Hampir 30 menit Jimin menghabiskan waktu di bawah guyuran shower, berkali-kali dia menggosok tubuhnya hingga memerah.
"Hiks, kenapa masih bau," Jimin menangis, dia sudah berulang kali menggosokkan sabun, membilasnya, dan mengulanginya berulang kali, tapi kenapa masih ada wangi Jungkook di badannya, bagaimana jika Taehyung tidak mau memeluknya lagi.
Diluar kamar mandi Taehyung berusaha menenangkan pikiran, sebelum kemudian sadar jika kekasihnya masih di dalam kamar mandi sejak tadi, bahkan suara air pun tidak berhenti. Bahkan samar dia bisa mendengar tangisan tertahan dari dalam. Seakan tersadar, dia berjalan tergesa, mengetuk pintu kamar mandi dengan brutal.
"Jimin! Sayang! Buka pintunya!" Taehyung panik, tidak ada sahutan dari dalam. Dia takut kejadian tempo hari terulang kembali.
Taehyung berusaha mendobrak pintu, setelah beberapa kali percobaan, akhirnya pintu putih tersebut terbuka.
Di depan matanya dia melihat Jimin menangis di bawah shower, pemuda itu menggosok badannya yang sudah memerah, bahkan mungkin lecet.
"Astaga, Sayang," Taehyung berlari, mematikan shower kamar mandi. Sebelum kemudian mengambil bathrobe di samping nya. Menyelimuti Jimin dengan kain hangat itu.
"Hiks, Hyung, maafkan aku, aku sudah menggosoknya berulang kali tapi tidak hilang," Jimin menangis seperti anak kecil. Taehyung tidak tau jika ucapannya berdampak seburuk ini. Saat emosi menguasai, dia menjadi lupa jika Jimin terlalu rapuh untuk diperlakukan demikian.
Setelah menyelimuti Jimin, lelaki Kim membawa kekasihnya keluar. Duduk di sofa samping ranjang. Dengan telaten mengeringkan rambut Jimin dengan handuk.
"Hyung masih marah?" Jimin bertanya lirih.
"Kenapa gak jadi ke RS? Hyung nungguin kamu," masih mengeringkan rambut Jimin.
"Setelah lihat gedung, Jungkook ngajak cek katering, dia udah bilang duluan sama Papa, aku gak bisa nolak,Hyung," lirih mencoba menjelaskan.
"Bukan karena terlalu asik berciuman di mobil?"
Jimin terdiam, kenapa Taehyung bisa tau?
"Aku berniat dateng ke rumah, karena kamu gak muncul di rumah sakit sampai sore, tapi aku liat kalian lagi asik di mobil, jadi Hyung memutuskan pergi saja," Lanjut Taehyung.
"Jungkook memang berniat menciumiku, tapi aku berhasil menghindar, Hyung, tolong percaya padaku," Jimin menengadah, air matanya menetes, dia takut Taehyung akan meninggalkannya.
"Aku cuma cinta sama kamu," dengan kasar Jimin menghapus air mata. Berusaha terlihat lebih kuat.
Taehyung memandang mata Jimin, mencari kebohongan, namun hanya kejujuran dan rasa takut kehilangan yang bisa dia lihat.
Taehyung menghembuskan nafas panjang, merasa bersalah, "Maaf, Hyung cemburu, jadi bersikap menyebalkan."
Jimin mengangkat kepala, memandang Taehyung tepat di mata, "Kenapa harus cemburu? Kita sudah sejauh ini."
Taehyung tersenyum pahit, " Kalian fitting baju, lihat gedung, dan kamu gak dateng ke RS, Hyung takut kehilanganmu."
"Selain itu, undangan sudah di sebar."
"Undangan?" Tanya Jimin tak yakin.
Lelaki Kim mengangguk, "Jin-Hyung menunjukkan undangan pernikahan kalian."
"Hyung terlalu cemburu dan takut kehilangan, maaf bersikap menyebalkan."
Jimin mengangguk, "Hyung gak akan ninggalin aku kan?"
Lelaki Kim diam, memandang Jimin dalam, sebelum kemudian memandang bibir penuh di depan matanya.
Jimin tau apa yang di inginkan Taehyung, hanya saja ucapakan kekasihnya beberapa saat kembali terngiang.
"Maaf Hyung badanku bau Jungkook, a-aku sudah berusaha menghilangkannya tapi gak bisa," Air mata menetes, takut di tinggalkan.
Deg!
Taehyung benar-benar merasa bersalah, tidak tahu ucapannya berakibat sefatal ini.
Taehyung tersenyum tipis, "Gak Sayang, Hyung salah."
Lelaki Kim mencium seluruh wajah Jimin, dahi, kedua pipi chubby, hidung mungilnya, dan terakhir memberikan ciuman di bibir dengan penuh kasih sayang. Ya awalnya hanya ciuman menenangkan, tapi lama kelamaan Taehyung menginginkan lebih, kekasihnya memang seperti heroin, membuat kecanduan.
Tangan yang sebelumnya bertengger diwajah pun, perlahan turun melucuti bathrobe yang dipakai kekasihnya.
"Jiminie punya pengaman?" Tanya Taehyung serak suaranya terdengar berat, berusaha menahan gejolak yang makin membuncah.
"T-tidak," Terbata dia menjawab. Mana simpen hal begituan di apartemen.
Taehyung beranjak dari atas tubuh Jimin, sebelum kemudian mengusap rambutnya kasar, "Astaga."
Setelah menetralkan deru nafas, Jimin berkata lirih, "Aku gak apa-apa kalau Hyung tanpa pengaman."
"Kau yakin?" Taehyung gila, harusnya bukan itu yang dia ucapkan.
Jimin mengangguk malu, "Asalkan itu Hyung, aku gak masalah."
"Gimana kalau kamu hamil?"
Jimin memandang kekasihnya lamat-lamat, "Hyung gak mau tanggungjawab?"
"Astaga Yang, nikahin kamu sekarang pun aku siap," Ucap lelaki Kim itu.
Jimin tertawa gemas, sebelum kemudian merangkul kekasihnya, meminta menciumnya lagi, "Kalau begitu gak ada masalah lagi kan?"
Taehyung terkekeh, kekasihnya benar-benar penggoda, gimana Taehyung gak khilaf terus coba.
Ya, biarkanlah mereka sejenak melupakan segala kerumitan hubungan dan menjadi sepasang kekasih seperti yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undefined Love
Fanfiction"Menurutmu mana yang lebih menyakitkan, bunuh diri menggunakan obat atau menggunakan pisau? Atau haruskah aku berdiri di tengah jalan dan menutup mata?" -Park Jimin "Tidak bisakah aku menjadi alasanmu untuk terus bertahan?"- Kim Taehyung "Kau bukan...