1 : Hujan dan Air Mata

9.3K 297 4
                                    

Jisung.

Banyak orang-orang yang menyukai hujan, rasanya sejuk dan suara hujan menenangkan. Aku juga menyukai hujan, aku suka berada di bawa hujan, karena hujan akan menyamarkan air mataku.

Meskipun luka ini terasa semakin sakit ketika air hujan membasuhnya.

Sebenarnya aku siapa?

Apa dosa yang aku lakukan di kehidupan sebelumnya sampai aku mengalami semua rasa sakit ini?

Aku ingin menyerah.

~~~

Jisung adalah siswa SMA tahun kedua, dia adalah seorang yang pendiam. Anak satu-satunya di keluarganya, tidak memiliki satu pun teman, dia pendiam dan cenderung menarik diri dari pertemanan. Dia bahkan kerap dirundung oleh teman-temannya.

Dia benci pagi hari, dia benci membuka mata di pagi hari. Karena dia akan melalui sepanjang hari dengan berat. Tapi dia membeci malam hari juga, karena mimpi-mimpi buruk itu selalu mengganggu tidurnya.

Jisung menghela napas, hari ini akan seperti apa? kira-kira itu yang ada dipikirannya. Dia melangkahkan kakinya keluar kamarnya untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.  Ketika dia membuka pintu kamarnya, dia melihat seseorang menunggunya sambil menyilangkan tangannya di dada.

"Sudah bangun?" 

"i-iya" jawab Jisung gugup, dia sangat takut.

"Kenapa malah bengong? kamu ga lihat rumah ini berantakan? Kamu pikir apa yang harus kamu lakukan? cepat bereskan!" Bentaknya.

"Baik, eomma" jisung bergegas ke dapur dan segera merapihkan rumah itu.

Benar, Jisung tidak mendapat perlakuan baik dari keluarganya, karena dia hanya anak angkat. Kedua orang tuanya mengadopsi jisung ketika dia berusia 5 tahun. Beberapa tahun pertama jisung memang diperlakukan dengan baik, orang tuanya sangat menyayangi Jisung meskipun dia hanya anak angkat, sampai akhirnya ketika dia berumur 10 tahun sikap orang tuanya terhadapnya berubah, sampai akhirnya Jisung mengetahui bahwa dia diadopsi sebagai "pemancing" agar kedua orang tuanya memliki anak kandung, sayangnya, itu tidak pernah terjadi. Mungkin Jisung harus sedikit bersyukur karena orang tuanya tidak menendang dia keluar dari rumah ini. Tapi, jauh di lubuk hatinya dia ingin segera keluar dari rumah ini, dia ingin segera menjadi dewasa, dan dia merindukan kakaknya.

Ketika di panti asuhan Jisung memiliki seorang kakak, mereka memang bukan saudara kandung, tapi kakaknya adalah yang terbaik, sayangnya waktu itu di desa terjadi bencana gempa, sehingga dia terpisah dengan kakaknya, entah dia dimana, apakah masih hidup ataukah sudah meninggal. Jika masih hidup dia ingin bertemu dengannya, jika sudah tiada, rasanya dia pun ingin menyusulnya.

Jisung berlarian, dia hampir terlambat ke sekolah. Untungnya dia tidak terlambat. Ketika melewati gerbang sekolah dia memperlambat langkahnya, dia sangat lelah.

BUUK. Jisung jatuh tersungkur, dia meringis. kemudian melihat siapa yang melakukannya. Ketika dia mengetahui itu siapa dia menghela napas. Haruto. Dia dan teman-temannya selalu mengganggu Jisung. Tapi apa yang bisa dia lakukan? Dia bahkan tidak memiliki kekuatan untuk melawan. 

Entah apa yang menjadi alasan jisung dirundung oleh Haruto. Mungkin karena dia adalah siswa yang terlihat paling menyedihkan. Ya, dia memang menyedihkan.

Jisung mendapati dirinya meringkuk di samping gudang di belakang sekolahnya. Dia tidak mungkin masuk ke kelas dengan keadaan seperti ini. Ujung bibirnya berdarah, tubuhnya penuh memar.

Dia melangkahkan kakinya, entah akan pergi kemana, dia hanya berjalan tanpa arah, orang-orang melihatnya dengan tatapan menyedihkan, tapi tak ada bahkan satu orang pun yang bahkan menanyakan keadaannya. Mereka lebih menyedihkan.

Jisung terduduk di halte bus, dia tidak berniat untuk menaiki bus, dia hanya-lelah.

Airmata tanpa sadar mengalir, sebenarnya Jisung sudah tidak ingin menangis lagi, dia sudah bosan menangisi hidupnya, tapi air mata ini  bodohnya selalu saja keluar dari kedua matanya. Dan sialnya, hujan pun turun. Seoalah tahu kalau Jisung sedang menangis dan membutuhkannya untuk menyembunyikan air matanya.

Seharian ini dia berjalan tak tentu arah, Jisung akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumahnya, badannya sudah basah kuyup, dia sakit dan lelah.

Tapi kenyataannya rumah bukanlah tempat kembali untuk Jisung.

Seseorang telah menunggunya di depan pintu.

"Appa" Jisung kaget.

"Darimana kamu?"

"Aku..aku" Jisung bingung harus menjawab apa.

"Kenapa kamu tidak masuk sekolah? Kamu mau jadi apa hah? Kamu pikir kita menyekolahkanmu untuk menjadi anak nakal?" Bentak ayah Jisung.

Jisung tersentak sampai tanpa sadar mundur beberapa langkah. Ayahnya kemudian menarik lengan Jisung kasar dan menyeretnya masuk ke dalam rumah, tanpa aba-aba ayahnya langsung mendorong jisung ke kamar mandi, dia mengguyur Jisung dengan air dingin.

"Dasar anak tidak tahu diri"

Jisung menerima pukulan dan tendangan di tubuhnya, dia hanya bisa meringkuk dan menangis, tidak mampu melawan, tubuhnya sudah sangat sakit.

Dia berjalan ke kamarnya, menguncinya dan menangis tanpa suara.

Haruskah dia marah kepada Tuhan?

Kenapa rasanya hidup ini tidak adil kepadanya?

Perlahan Jisung berjalan membuka lemari pakaiannya, dia sudah membulatkan tekad untuk pergi dari rumah ini.

Dia merapihkan barang-barang miliknya ke dalam sebuah koper, pakaiannya tidak banyak, jadi dia tidak kesulitan merapihkan barang-barang miliknya.

Jisung kemudian menghampiri meja belajarnya, dan mengambil secarik kertas.

Untuk Eomma dan Appa.

Eomma, terimakasih karena waktu itu eomma dan appa memilihku untuk menjadi anak kalian. Aku bahagia. Setidaknya aku pernah merasakan memiliki orang tua.

Appa, maafkan karena aku tidak bisa menjadi anak kebanggaanmu.

Aku rasa, rumah ini sudah bukan lagi untukku.

Aku tidak bisa lagi pulang ke rumah ini. 

Saranghae. Mianhae.


Untuk pertama kalinya Jisung meninggalkan rumah itu dan tidak berniat untuk kembali lagi, dengan uang tabungan yang dia miliki dia pergi entah kemana.

Malam itu, dia ingin mengakhiri semuanya.



TBC.






Dear Dream | Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang