20: Janji

1.8K 171 6
                                        

Pagi hari Jisung terbangun, tapi dia tidak merasa baik-baik saja. Kepalanya agak pusing, Jisung memutuskan untuk berbaring saja.
"Jisungie" terdengar suara Jaemin memanggil dari luar.
"Bangunlah kita sarapan dulu"
Jisung akhirnya memaksakan dirinya untuk bangun.

Di meja makan Jeno dan Jaemin sudah berkumpul.
"Pagi Hyung" Suara Jisung lemah, dia tampak tidak bersemangat.
Jaemin yang menyadari itu langsung mendekati Jisung.
"Gwaenchana?" Tanya Jaemin khawatir.
"Kepalaku pusing Hyung" Jawab Jisung. Setelah apa yang terjadi Jisung memutuskan untuk selalu jujur dan terbuka terhadap apapun yang terjadi padanya, dia tidak ingin membuat Jaemin khawatir.
"Kita pergi ke rumah sakit ya" Ajak Jaemin.
"Aniya, aku hanya akan beristirahat Hyung"
Jeno yang memperhatikan mereka mendekati Jisung.
"Kamu yakin tidak perlu ke rumah sakit?" Tanya Jeno lembut.
Jisung mengangguk kemudian duduk di meja makan.
"Hyung akan meminta Mark untuk datang kesini"
Jisung tidak bisa menolak. Jadi dia hanya membiarkan Jaemin menghubungi Mark.

Mereka pun melanjutkan sarapan bersama, setelah selesai Jeno mengantar Jisung ke kamar sementara Jaemin menelpon Mark untuk memintanya datang mengecek kondisi Jisung.
"Aegi, kamu benar-benar tidak apa apa?" Tanya Jeno.
Jisung mengangguk, dia hanya merasa pusing tidak ada hal lain yang dia rasakan, jantungnya pun terasa baik-baik saja. Dia tidak merasa sakit di bagian jantungnya.
"Baiklah, istirahatlah, nanti Mark akan memeriksamu, Hyung akan pulang dulu ya"
"Iya Hyung, hati-hati dijalan"
Jeno tersenyum mengangguk sambil mengusap kepala Jisung.

Tiba-tiba rasa kantuk menyelimuti Jisung. Dia akhirnya tertidur.
Jisung tertidur sangat lelap. Jaemin memperhatikan wajah Jisung yang tengah tertidur lelap, Mark akan datang dalam waktu satu jam karena dia harus memeriksa beberapa pasien rawat inap terlebih dahulu.

Jaemin mengulurkan tangannya mengelus kepala Jisung. Dia sangat menyayangi Jisung. Meskipun tidak dipungkiri dia sedikit kerepotan harua membagi waktunya untuk kuliah, perusahaan dan Jisung. Ah, tapi kuliah sebenarnya bagi Jaemin hanyalah formalitas saja agar dia mendapatkan gelar akademik. Dia hanya tidak ingin dipandang rendah oleh rekan kerjanya karena pemilim perusahaannya hanyalah anak kecil yang bahkan tidak menyelesaikan kuliahnya. Padahal Jaemin sangat pandai berbisnis, dia sangar cerdas pandai bernegosisasi dan jeli melihat peluang. Keputusan yang dia ambil pun sangat akurat, itulah yang menyebabkan bahkan di usianya sekarang dia memiliki perusahaan yang terkenal. Dan itu benar-benar miliknya bukan perusahaan yang diwariskan oleh keluarganya.

Berbicara tentang keluarga Jaemin. Dia adalah anak tunggal, ayahnya seorang direktur berkewarganegaraan Jepang, sehingga ayahnya dan ibunya Jaemin menetap di Jepang. Sebenarnya yang Jaemin ingat dia memiliki seorang adik, tapi adiknya meninggal sehari setelah dilahirkan. Setelah itu ibunya tidak pernah lagi memiliki anak. Padahal Jaemin sangat menginginkan seorang adik. Hidup menjadi anak tunggal sangat membosankan dan terkadang dia merasa kesepian.

"Hyung senang kamu hadir di hidup Hyung" lirik Jaemin sambil terus mengusap rambut Jisung.
"Kamu harus sembuh dan terus berada di samping Hyung"
"Hyung tidak akan membiarkanmu sakit"
Tiba-tiba terdengar suara bel, itu pasti Mark. Jaemin membukakan pintu.
"Bagaimana keadaan Jisung?" Tanya Mark, wajahnya terlihat khawatir dan lelah, dia pasti langsung kesini setelah menyelesaikan pekerjaannya.
"Tadi pagi Jisung mengeluh sakit kepala, dia tidak demam dan tidak merasakan keluhan lain" Jawab Jaemin.

Mark dan Jaemin pergi menuju kamar Jisung.
"Aegi, bisa bangun sebentar?" Mark membangunkan Jisung.
Jisunh mengerjapkan matanya, dia melihat Mark sudah berada disampingnya.
"Apa yang kamu rasakan?" Tanya Mark.
"Aku hanya merasa pusing" Jawab Jisung.
Mark menempelkan stetoskop dan memeriksa Jisung.
"Kondisi jantungmu baik-baik saja, jangan terlalu lelah eoh?"
Jisung mengangguk tanda mengerti.
"Anak pintar" Mark tersenyum

Mark kemudian memberikan resep obat kepada Jaemin.
"Mian, membuatmu datang kesini, Jisung tidak ingin pergi ke Rumah Sakit"
"Tidak apa-apa" Jawab Mark.
"Mau meminum kopi?" Tanya Jaemin.
Mark mengangguk, Jaemin meminta asisten rumah tangganya untuk menyiapkan kopi untuk mereka.

"Emh, Jaemin" Mark memulai pembicaraan.
"Wae Mark-ssi?" Jawab Jaemin.
"Ah, sebenarnya kamu bisa memanggilku Hyung, jika kamu tidak keberatan, kita bisa berbicara santai"
Jaemin mengguk mengerti.
"Gomawo karena telah merawat Jisung dengan baik, aku benar-benar berterimakasih" Ucap Mark.
"Tidak perlu begitu Hyung, aku menyayangi Jisung"
"Aku adalah Hyung yang buruk" Lirik Mark.
"Bertahun-tahun aku mencari keberadaannya, tapi setelah bertemu dengannya aku bahkan tidak bisa bersamanya" Mark menundukkan kepalanya. Terlihat gurat kesedihan diwajahnya.

"Meskipun aku telah memiliki pekerjaan dan penghasilan sendiri bahkan aku memiliki rumah dari hasil kerja kerasku sendiri aku tidak bisa melawan mereka"
Jaemin hanya terdiam, dia tidak menyangka Mark akan mencaeritakan kisah hidupnya kepadanya begitu saja. Jadi dia hanya mendengarkan.

"Aku ingin membawa Jisung tinggal bersamaku, aku merindukannya, tapi Haechan belum terbiasa dengan kehadiran Jisung, dia nampaknya belum bisa menerima kehadiran Jisung"

" Mom dan Dad bahkan sampai turun tangan agar Jisung tidak tinggal bersamaku, aku tidak bisa menolak, seumur hidupku aku merasa berhutang budi kepada mereka karena mereka telah membesarkanku"

Jaemin mulai mengerti arah pembicaraan Mark, dia paham. Mark bukannya tidak ingin bersama Jisung dia hanya merasa terikat.

"Hyung tidak perlu khawatir, aku akan menjaga Jisung dengan baik"
"Gomawo Jaemin" Mark tersenyum.
Setelah mengahabiskan kopinya Mark kemudian pamit untuk pulang.
~~~
Jisunh terbangun, sakit kepalanya sedikit berkurang.
Dia mengecek handphonenya, benar saja beberapa panggilan tidak terjawab dari sahabatnya, Chenle. Jisung tersenyum berniat untuk memanggil Chenle.
"Wae?" Terdengar suara Chenle.
"Bukankah aku yang harus bertanya kenapa kamu menelponku? Tunggu, bukankah ada 15 panggilan?" Jisung menggoda Chenle.
"Hah, lupakan" Jawab Chenle.
jisung terkekeh, dia sangat suka menggoda Chenle.
"Aku baik-baik saja, hanya merasa sedikit pusing, tidak perlu khawatir"
"Ck, siapa yang mengkhawtirkanmu?" Sanggah Chenle, sebenarnya dia merasa lega mendengar Jisung baik-baik saja.
"Datanglah ke rumahku jika kamu merindukanku" Jisung semakin menggoda Chenle
"Aku tidak akan datang!!"
"Ah. Waeeee??" Jisung melakukan aegyo.
"Hentikan, sangat menggelikan"
"Datanglah, aku sangat bosan" Jisung merengek.
"Aku akan memikirkannya, bye!" Chenle menutup telpon.
"Aish, Zhong Chenle! Kenapa dia seenaknys menutup telpon" Jisung kesal.

Jaemin memasuki kamar Jisung membawa semangkuk bubur dan obat-obatan Jisung.
"Aegi, waktunya makan siang"
Jisung mengangguk, dia sangat penurut, dia tidak ingin menyusahkan Jaemin.
"Hyung, apakah aku akan sembuh?" Tanya Jisung.
"Tentu saja, kamu akan sembuh" Jawab Jaemin.
"Jika suatu saat aku pergi, apakah Hyung mau berjanji sesuatu?"
Jaemin mengehentikan aktivitasnya menyendok makanan. Dia menatap Jisung dengan serius.
"Hyung tidak ingin membicarakan itu" Jawab Jaemin, dia kemudian kembali menyuapi Jisung.
"Hyung, jika aku mati--"
"Hentikan Jisung" lirih Jaemin.
"Hyung, jika aku mati maukah hyung---"
"HYUNG BILANG BERHENTI PARK JISUNG!" tanpa sadar Jaemin membentak Jisung, dia tidak suka Jisung membicarakan kematian, tidak akan ada yang mati dalam waktu dekat ini, Jaemin tidak akan membiarkannya.
"Mian Hyung" Jisung kaget melihat Jaemin membentaknya, dia baru pertama kali melihat Jaemin seperti itu. Jisung menundukkan kepalanya.
Menyadari hal tersebut Jaemin buru-buru meraih tangan Jisung.
"Jisungie Hyung minta maaf"
Jisung terdiam, dia masih menundukkan kepalanya.
"Hyung tidak bermaksud membentakmu"
Tiba-tiba Jisung merasa dadanga sakit, dia meremas dada bagian kirinya.
"Argh" Jisung meringis.
Jaemin panik.
"Jisungie, apa yang terjadi" Tanya Jaemin.
Jisung masih meringis merasakan sakit di jantungnya.
Jaemin segera mengambil obat yang diresepkan Mark dan memberikannya kapada Jisung, obat tersebut selalu ada dan dibawa oleh Jisung kemanapun.
Setelah meminum obat Jaemin membantu Jisung untuk merebahkan badannya.
"Apakah masih sakit?" Tanya Jaemin.
"Sudah berkurang" Jawab Jisung.
"Istirahatlah" Jisung kemudian menutup matanya, tertidur.
"Mianhae" lirih Jaemin.

Hyung, jika aku mati nanti, maukah Hyung berjanji, dikehidipan selanjutnya Hyung akan menjadi saudaraku? Benar-benar menjadi Hyungku?

TBC.
haài, aku kembali, ada yang nungguin ga?kekekek
Maaf ya agak telat updatenya, selamat membaca semoga kalian sukaaa~
Jangan lupa vomen yaa
See youuu 💚

Dear Dream | Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang