Bagian 14

127 33 66
                                    

Sepanjang jam pelajaran Pak Hutomo, aku enggak bisa fokus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepanjang jam pelajaran Pak Hutomo, aku enggak bisa fokus. Perhatianku terbagi antara penjelasan guru tambun itu dengan Kak Delima. Sebenarnya apa yang Kak Delima lakukan di luar sana, sampai-sampai memilih merokok segala. Kupikir Kak Delima cukup berani karena merokok di rumah.

Selain Kak Delima, aku takut jika Papa dan Mama tahu. Mereka bisa marah besar. Papa mungkin jarang memarahi kami, tetapi bagaimana jika nanti beliau merasa kecewa?

Ini yang aku maksud. Saat semuanya terjadi di depan mata, bagaimana mungkin aku bisa bersikap enggak peduli? Seolah-olah hal tersebut enggak terjadi. Ternyata Kak Delima sukses membuat pikiranku kacau pagi ini.

"Lily?"

Aku menoleh dan menemukan Pak Hutomo berdiri sambil mengetukkan sebilah penggaris kayu di mejaku. Sorot matanya mungkin tenang, tetapi sering sekali beliau ini membuat deg-degan, ya ... maksudku tiba-tiba menyuruh mengerjakan soal Matematika di depan kelas misalnya.

"Sepertinya kamu sudah jadi, ya?"

"Jadi, apa ya, Pak?"

"Lho!" Pak Hutomo menyingkirkan penggaris panjang di hadapanku, menunjuk papan tulis yang dipenuhi rumus dan hitungan. Bikin kepalaku puyeng. "Itu Bapak ada ngasih soal di depan. Ayo, Lily maju dulu dan jelaskan ke teman-teman yang lain."

Aduh, mampus! Aku meringis menyaksikan soal-soal deret aritmatika di depan kelas. Sejak tadi aku enggak memperhatikan penjelasan Pak Hutomo. Bagaimana mungkin bisa menjawab dengan benar untuk menjelaskan kepada teman- teman?

Aku melirik Asti yang tampak menatap iba. Lalu, kulihat Adit yang menggeleng-geleng di kursinya. Baiklah, aku mengaku saja.

"Maaf, Pak. Saya belum mengerti."

"Bapak sudah jelaskan dari tadi, Lily. Bagian mana yang belum dimengerti?"

"Semuanya." Suaraku teramat pelan, tetapi kelas yang mendadak hening membuatnya menjadi cukup keras. Beberapa teman melirik sesaat, lalu kembali fokus pada kegiatannya. "Maaf, saya nggak memperhatikan penjelasan, Bapak."

Pak Hutomo menggeleng dan melangkah kembali ke depan kelas. Sementara aku kian merasa bersalah karena sudah mengabaikan penjelasannya. Aku menunduk dalam-dalam sampai akhirnya suara Pak Hutomo kembali memecah hening.

"Lain kali kalau Lily nggak memperhatikan lagi, lebih baik keluar saja." Pak Hutomo meneliti seluruh isi kelas. "Yang lain juga. Minggu depan Bapak akan mengadakan kuis, jadi tolong diperhatikan agar bisa menjawab."

Bel istirahat berbunyi nyaring menyelamatkan kami dari Pak Hutomo dan Matematika. Pria itu pun segera keluar sesaat setelah membereskan buku-bukunya di atas meja. Para penghuni kelas sebagian keluar dengan riang, menyebar ke segala arah.

Sementara aku masih duduk bersama Asti yang melipat tangan di depan dada. Kulirik Dista dan tampak tengah memperhatikanku. Sesaat, sebelum akhirnya ia ditarik oleh teman-temannya untuk keluar dari kelas.

Lily dan Klub Sastra√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang