Bagian 23

129 29 67
                                    

Asti berhasil menahan langkahku yang hendak keluar dari kelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Asti berhasil menahan langkahku yang hendak keluar dari kelas. Memanyunkan bibir sambil menggandeng lenganku.

"Lo asyik banget, ya, sama Klub Sastra? Sampai-sampai gue dilupain. Sekarang lo sering bareng sama Dista tau."

Benar. Aku enggak mau menampik ucapan Asti. Sejak Klub Sastra mulai bangkit, aku sering menghabiskan waktu di sana. Bahkan sesekali Dista menghampiriku hanya untuk membahas Klub Sastra atau sesekali memberikan referensi novel fiksi bergenre fantasi.

Seperti saat ini misalnya. Dista tengah mengobrol dengan beberapa cewek di depan pintu kelas. Meski sebenarnya dia sejak tadi tengah menungguku untuk ke ruang Klub Sastra.

"As, lo jangan cemburu gini, deh. Nanti kalau udah ada waktu luang, gue traktir lo. Sekarang, kan, gue lagi berjuang buat Klub Sastra," tuturku. Tanpa bantuan Asti, aku mungkin enggak akan punya banyak informasi tentang Klub Sastra.

"Bener, ya? Gue lagi senggang, sih. Kayaknya nanti nggak bakal ikut tampil buat acara hari jadi sekolah."

"Kenapa? Lo tahu nggak, kalau Klub Sastra dapat tantangan dari Pak Arman. Salah satunya, ya, buat kolaborasi sama Klub Drama. Walaupun kami mainnya di belakang layar."

"Kok, gue nggak tahu, ya?"

"Belum. Kayaknya hari ini Anggi sama yang lain bakal ketemu ketua klub, deh. Sementara gue sama Tomo, dan Rani bakal bicara sama Klub Jurnalistik."

Nah, kalau yang ini lebih membuat Asti berdecak enggak percaya. Mungkin buat dia yang sudah lama bersekolah di SMA Cendekia Muda, Klub Jurnalistik-lah yang paling susah untuk didekati.

Terlihat dari raut wajahnya, serta acungan jempol yang kini mengganggu penglihatanku. "Lo emang keren! Lo bakal berhadapan sama Rana, loh. Rana! Cewek yang waktu itu. Tapi, nggak apa-apa, sih. Banyak kakak kelas ganteng di sana, lo biasa main kedip-kedip ke mereka. Mana tau dapet satu."

"Ngaco lo! Gue pergi dulu, keburu bel."

Lantas aku melangkah menghampiri Dista. Begitu aku datang, teman-temannya langsung bubar. Kami berjalan bersisian menuruni anak tangga. Koridor di lantai kelas sebelas sangat ramai. Maklum. Sedang jam istirahat.

Mulai dari kakak kelas yang asik berkumpul di depan kelas sambil menggoda beberapa cewek yang melintas. Sampai yang berlari tunggang-langgang saling mengejar, sudah seperti anak Sekolah Dasar. Bahkan ada juga cewek-cewek yang kedapatan tengah ditegur karena seragam terlalu ketat.

Aku dan Dista hanya memperhatikan. Sesekali terkikik melihat mereka yang bertingkah lucu. Terkagum-kagum saat kakak kelas yang mengenakan jersei bola, baru saja melintas di hadapan kami.

"Gue suka cowok yang doyan olahraga," bisik Dista setelah gerombolan tadi menjauh. "Kayak keren banget gitu! Terus, ya, mereka tuh sehat, Li. Sama badan aja sayang, apalagi sama pacar. Oh, God! Semoga gue bisa jadian sama anak futsal, amin."

Lily dan Klub Sastra√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang