Bagian 19

144 32 60
                                    

Sejak tadi aku berusaha mencari-cari celah untuk membicarakan rencana pertemuan di rumah Rani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sejak tadi aku berusaha mencari-cari celah untuk membicarakan rencana pertemuan di rumah Rani. Meski salah, aku memutuskan untuk berbohong. Sebab jika enggak melakukan hal itu, Mama pasti enggak akan langsung memberi izin.

Aku berusaha menjernihkan pikiran, mengumpulkan segenap keberanian hanya untuk meminta izin dari Mama. Biasanya nanti Mama sendiri yang akan meneruskan ke Papa. Jadi, aku hanya perlu berani dan memasang wajah meyakinkan. Permintaan maaf berkali-kali yang terucap di dalam batin rasanya hanya omong kosong belaka.

Satu kebohongan akan menciptakan kebohongan lain. Aku sering mendengar ini dari Mama dan Papa. Namun, sayangnya aku dan Kak Delima telah menciptakan kebohongan. Sesaat aku merasa jika, kami berdua sama saja.

"Ada apa, Lily?" Mama menegur membuatku terkesiap. "Piringnya udah kamu tata semua, loh. Ada yang mau kamu bicarakan atau mau minta maaf soal mendebat Papa?"

Aku yakin jika Mama-lah yang mengadukan tentang Klub Sastra. Sampai-sampai aku dan Papa masih perang dingin. Beliau saja sampai enggak mengajak berbicara sejak kejadian di kamarku dan Windy.

"Eum, besok aku mau izin, Ma."

"Ke mana? Klub Sastra?"

Wajar jika Mama berhasil menebak alasanku. Beliau mungkin sudah terlalu curiga karena sangat mengenal putri tengahnya yang cukup keras kepala.

"Bukan, Ma. Aku ada tugas kelompok, jadi mau mengerjakan di rumah teman."

Kedua alis Mama bertaut heran. "Kamu nggak lagi bohong, kan, Lily?"

Tuh, kan! Mama pasti sangat memahami putrinya ini sampai rasa curiga tersebut adalah kenyataan. Namun, kenapa Mama enggak mau memahami apa yang aku suka? Apa yang selama ini aku inginkan?

Mengapa setiap kali membahasnya, Mama seolah ikut tutup telinga? Apa karena dia adalah istri yang enggak mau durhaka pada suaminya? Lantas, ia memilih membuatku merasa kecewa berkali-kali?

"Lily, kenapa bengong? Mama mau istirahat ini. Kalau nggak ada yang mau dibicarakan, Mama masuk, ya."

Aku menahan lengannya. "Ma, ini bukan tentang Klub Sastra, kok. Aku beneran ada tugas kelompok."

"Beneran?" Pertanyaan Mama kubalas dengan anggukan. Meski jauh di dalam batin, ada suara-suara yang meminta maaf berkali-kali. "Ya, sudah. Jam berapa perginya?"

"Jam sembilan udah berangkat, kok, Ma. Aku janji nggak sampai sore."

Mama akhirnya mengangguk takzim. Tentu saja berkat kebohongan itu, bagaimana mungkin aku enggak akan mengantongi izin? Bagus, Lily! Kamu sangat pintar berbohong. Semoga enggak ada kebohongan-kebohongan lain yang tercipta setelah ini.

"Oh, ya, jangan lupa minta maaf ke Papa. Kamu tahan nggak ngomong sama Papa sampai tiga hari?"

"Papa aja nggak mau minta maaf ke aku."

Lily dan Klub Sastra√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang