"Dista udah masuk list, kok. Lo ada rekomendasi lagi?" tanyaku pada Asti yang sedang bersiap-siap untuk ke ruangan Klub Drama.Dia merotasikan bola matanya sesaat. Namun, enggak segan untuk menjawab pertanyaanku. "Please, banget. Gue nggak mau ikut campur sebenernya, Li. Tapi, karena lo niat banget, gue mengapresasi usaha lo. Sampai denger-denger gosip lo naksir Kak Prima."
"Jadi, ada rekomendasi?" Aku berusaha mengabaikan ucapannya yang malah ke mana-mana.
Biarlah orang bergosip sesuka mereka. Asalkan hal itu bukan sebuah kebenaran. Aku hanya memiliki tujuan yang jelas dan jika bukan karena janji harus kutunaikan, mana mau aku mengejar Prima. Lagipula, dengan sikapnya yang sok ngartis itu, aku sudah keburu yakin dia enggak mau bergabung lagi.
Kurasa tanpa ada Prima pun, Klub Sastra pasti bisa berjalan. Orang-orang terlalu berlebihan dalam mengelukan namanya.
"Siapa, ya?" gumam Asti sebelum beranjak meninggalkanku. "Ah! Lo coba gaet Anastasia, deh."
"Anastasia?"
"Ya, gue dengar dia punya banyak pengikut di Instagram dan Twitter. Banyak juga yang suka membaca ulasan novel yang dia buat di blog pribadinya."
Tanganku yang sedang menulis pun terhenti. Seakan-akan baru saja menemukan sebuah harta karun, aku bersyukur karena ternyata Asti berguna juga karena banyak mengenal murid SMA Cendekia.
Kalau sudah sampai membuat blog pribadi dan banyak pengunjung, serta memiliki banyak pengikut di sosial media, maka cewek bernama Anastasia pasti cukup terkenal di sekolah. Sayangnya, aku enggak tahu dia yang mana dan seperti apa.
"Lo mau ngasih tahu gue di mana kelasnya atau mau menemani gue ...."
"No!" Asti langsung menggeleng. "Lo cari aja sendiri. Dia juga kakak kelas kita dan setahu gue dia ngambil kelas IPS. Satu lagi, gue ada rekomendasi, sih. Tapi, nggak tahu dia bakal mau masuk Klub Sastra."
"Sebut aja. Itu urusan gue nanti."
"Tomo. Seangkatan sama kita, di kelas Bahasa Satu. Dia suka bikin puisi, sih. Terus sering banget bikin buat gebetannya." Asti tampak berdeham, menatapku sesekali, sampai aku sedikit curiga dengan gerak-gseriknya.
Aku menunjuk wajah Asti dengan pulpen, bermaksud menggodanya. "Lo pernah dibuatin puisi, ya?"
"Nggak usah rese, deh. Gue pergi dulu. Semoga lancar, ya!"
"Oh, ya. Gue minta Line atau kontak Kak Prima, dong."
"Nggak ada, ih! Ntar gue coba minta ke teman lain."
Asti melenggang membuatku menggeleng. Kalau sedang salah tingkah, pipi Asti akan merona merah. Itu asli, bukan berkat sapuan blush on. Aku juga sedikit takjub karena pipinya yang mudah sekali memerah. Bukan hanya karena salah tingkah, tetapi setiap kali kami panas-panasan ketika olahraga, pipi Asti akan semerah buah tomat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lily dan Klub Sastra√
Teen Fiction[Sudah Tamat di KaryaKarsa] Berkat kecintaannya pada dunia literasi, Lily berniat untuk bergabung dengan Klub Sastra. Sayangnya, Klub Sastra terancam bubar atas beberapa pertimbangan. Namun, karena terlanjur menjatuhkan hati, Lily bertekad untuk mem...