Bagian 26

128 28 100
                                    

Aku dan Asti baru saja kembali dari kantin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku dan Asti baru saja kembali dari kantin. Tentu saja karena Asti terus merengek agar aku ikut. Tadinya kami berangkat ke sana bersama Adit dan Rian juga. Akan tetapi, Adit yang doyan nyepik cewek pun meminta Rian untuk berlama-lama di kantin. Asti mengaku muak melihat keduanya sok kecakepan, jadi memintaku untuk kembali ke kelas.

Sejak tadi pagi, aku sebenarnya agak terganggu dengan pesan via Line yang dikirim oleh Zayn. Kenapa Zayn yang harus mengurus rencana kerjasama kami? Setahuku Rana adalah ketua Klub Jurnalistik, paling enggak, kami bisa berbicara bersama terlebih dahulu.

"Wah, lo sering chating-an sama Kak Zayn?" Asti mengintip ke layar ponsel. "Demi apa? Gue pikir lo pacaran sama Kak Prima. Kak Zayn lumayan-lah, apalagi kalau sudah jadi tim dokumentasi saat acara-acara sekolah. Kameranya bikin dia tambah ganteng."

"Lo ngomong apa, sih?" Aku mengunci layar ponsel setelah membalas pesan Zayn. Menghalau beberapa siswa yang mengganggu jalan kami. "Kalaupun ada cowok yang gue harapkan untuk jadi pacar, itu mungkin ...."

"Chris Evans." Asti memutar bola mata malas. "Terserah lo, deh. Tapi, sukses ya buat PDKT sama Kak Zayn."

"Bukan, elah. Klub Sastra nanti bakal kerjasama bareng Klub Jurnalistik, jadi gue harus berurusan dulu sama Zayn."

Asti malah enggak percaya dengan perkataanku. Terlihat dari matanya yang menyipit pertanda ia curiga. "Hm, mencurigakan. Pertama, Rana adalah ketua ekskul, tapi kenapa bukan dia yang harus lo temui? Kedua, Kak Zayn kan lagi jomblo, nih. Bisa aja dia modus buat dekatin lo."

Aku menoyor pelan keningnya, sampai ia terkikik geli. Namun, pikiranku mendadak terusik dengan perkataan Asti. Bagaimana jika kemungkinan kedua adalah niat Zayn sebenarnya? Auh, apa aku terlalu percaya diri?

Sebelum aku melanjutkan pembicaraan, atensiku tersita oleh Dista dan Tomo yang berlari menghampiri kami. Kontan Asti panik, seperti cacing kepanasan.

"Li, Bu Fariza ada di ruangan klub. Ayo! Yang lain udah nungguin," kata Dista.

"Ya, lo ke mana aja, sih? Kita cari dari tadi." Tomo menambahkan, lantas matanya membulat ketika menemukan Asti menggandeng tanganku. "Hai, Asti," sapanya ramah seraya memamerkan senyum pamungkas.

Asti melengos tak acuh membuat Tomo enggak ceria lagi. Dista hanya menggeleng melihat interaksi mereka.

"As, gue duluan, ya. Lo nggak apa-apa balik sendiri, kan?"

"Nggak usah, gue aja yang duluan. Bye, Lily."

Bahkan belum sempat bibirku terbuka untuk mengucapkan balasan, Asti sudah lari terbirit-birit menjauhi kami. Aku yakin, dia pasti enggak betah berlama-lama di hadapan Tomo. Aku hanya meraba-raba, alasan Asti adalah karena masih kesal kepada ulah iseng Tomo tentang April Mop.

Kami bertiga pun segera melangkah menuju ruang Klub Sastra. Walau agak kesal sebenarnya, karena harus melewati lapangan basket yang terik untuk sampai lebih cepat di tempat tujuan.

Lily dan Klub Sastra√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang