2.3 Pusat Dunia

1.7K 111 52
                                    

Sudah empat jam sejak pertama kali Alana mengalami kontraksi, ia bahkan sudah melakukan banyak sekali gerakan yang disarankan agar mempercepat pembukaan, namun tetap saja bukaan-bukaan itu terjadi secara perlahan seakan ingin sekali melihat Alana meringis lebih lama dan melihat Arsen menderita lebih lama lagi karena jelas ia yang menjadi sasaran Alana ketika merasa kesakitan atau kesal.

"Pokoknya abis ini kamu enggak boleh lagi bikin aku hamil." kata Alana disela-sela rasa kesalnya karena ia merasakan sakit berulang kali dan Dokter tetap mengatakan bahwa belum waktunya untuk melahirkan.

"Ssst, Nana mulutnya dijaga!" Mama langsung menyahut ketika mendengar anaknya berkata demikian.

Alana hanya bisa cemberut, ia bahkan sudah lelah kalau harus merengek atau menangis lagi memohon pada Dokter agar ia segera melahirkan, namun tetap saja ia harus menunggu.

Sementara Arsen yang duduk di sebelah ranjang Alana hanya bisa pasrah, ia sudah memantapkan diri untuk menjadi suami super sabar dan siaga hari ini. Jadi segala macam omelan Alana akan ia telan mentah-mentah.

"Kamu bisa adzan atau iqamah kan, Kak?" Alana bertanya secara random dan tiba-tiba membuat Arsen yang sedang menyedot jus buah naga langsung terbatuk.

"Ya bisa dong, sayang." jawab Arsen.

"Baguslah." balas Alana.

Alana tiba-tiba merasakan sakit lagi seperti sebelum-sebelumnya namun kali ini sakitnya memiliki kekuatan lebih, akan tetapi ia sudah enggan merengek agar Arsen menemui Dokter dan menanyakan apakah ia sudah bisa melahirkan atau belum.

"Kamu mau ke mana?" tanya Arsen ketika Alana mulai turun dari ranjang.

Alana tidak menjawab ia justru berdiri dan memeluk Arsen, "ayo kita dansa!" ajaknya yang membuat Arsen langsung bingung.

"Nana, yang benar aja?" tentu saja Arsen bingung.

"Kak, aku butuh banyak bergerak. Kita gerak ke kanan ke kiri aja, ayo!" ajak Alana.

Arsen langsung mengikuti, sementara Mama Alana memperhatikan mereka dengan tersenyum simpul. Alana memang sudah sejak kecil memiliki tingkah ajaib dan sangat amat random, ia tidak mengira bahwa Arsen akan kebagian juga dampak tingkah tersebut.

"Apa kita play lagu Poco-Poco aja kali ya?" Alana kembali bertanya, kali ini jelas memancing tawa dari Mamanya sendiri.

Sedangkan Arsen hanya tersenyum tipis, ia takut jika tertawa akan membuat Alana tersinggung karena ia tidak tahu maksud ucapan Alana itu bercanda atau serius mengingat ketika mengucapkan hal tersebut Alana memasang wajah datar.

"Mama mau keluar sebentar ya, kalau ada info terbaru tolong segera hubungi Mama ya, Sen."

Arsen mengangguk paham, "hati-hati ya Ma, kalau ada apa-apa hubungi aku aja." ujarnya berpesan.

Sepeninggalnya Mama ke luar ruangan tidak mengubah posisi mereka, kaki mereka masih seirama bergerak ke kanan dan ke kiri sesuai instruksi dari Alana, "kamu wangi banget." ujar Alana ketika ia mengendus tubuh Arsen, kepalanya kini ia sandarkan di dada suaminya itu.

Sebelah tangan Arsen bergerak untuk mengusap rambut Alana yang kini sudah dipotong pendek, kata istrinya hal tersebut ia lakukan agar tidak perlu repot mengurus rambutnya saat tengah mengurus anak mereka.

Mereka sama-sama menoleh ketika pintu ruangan dibuka, ternyata ada Aby bersama Mama Tiwi yang baru saja landing dari Bali. Wajahnya tampak khawatir ketika memasuki ruangan, namun melihat bagaimana posisi Alana dengan Arsen kini, ia langsung menyunggingkan senyum lega.

"Tuh kan Ma, aku tadi juga bilang enggak perlu khawatir." ujar Aby pada Ibu bosnya itu yang telah ia anggap Mamanya sendiri.

Mama Tiwi langsung menghampiri Alana membuat Arsen harus menyingkir dulu, "sayang ..." Mama Tiwi mengusap bahu Alana lalu mengecup pipinya, karena biasanya ia akan memeluk menantunya itu namun berhubung tidak memungkinkan maka hanya itu yang bisa ia lakukan.

Plot Twist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang