2.7 Luka Tanpa Wujud

2K 142 22
                                    

"Nana lagi enggak mau ditemui siapapun, Ma." kalimat pertama yang Alana ucapkan ketika baru terbangun dari tidur panjangnya.

Iya, dia tertidur nyaris 15 jam lamanya setelah lelah menangis lebih dari 2 jam lamanya.

"Tapi sekarang, kamu makan ya, nak?"

Alana menoleh ke piring yang berisi nasi dan beberapa lauk-pauk, "maafin Nana ya, Ma?"

Mertuanya itu mengernyit, "kenapa? Kamu enggak salah apa-apa."

"Nana malah ngerepotin Mama."

Alana dapat merasakan kepalanya diusap, "enggak sama sekali, Mama senang dibikin sibuk. Asal kamu jangan berlarut ya?"

"Aru di mana?"

"Tadi Mama tidurin, dia enggak rewel kok."

Alana tidak tahu harus merasa bersyukur karena anaknya seperti mengerti keadaannya kini, atau merasa bersedih karena dalam kepedihannya Alana justru mengabaikan Andaru.

Tangan Alana memilin ujung piyama yang ia pakai, "Mama enggak ngasih tahu Mama aku kan?" tanyanya, ditengah dirinya yang mengkhawatirkan, Alana lebih khawatir jika orang tuanya tau bahwa ia menangis sejadi-jadinya setelah membaca lontaran kalimat jahat untuknya.

Mama Tiwi menggeleng, "sekarang Nana makan ya?"

Setelah memastikan Alana menyuap makanannya, mertuanya itu meninggalkannya sendirian untuk mengecek Andaru. Alana segera berlari ke kamar mandi, mengeluarkan semua yang ia makan. Ia benar-benar tidak bernapsu untuk mengunyah makanan itu, bahkan ketika menelannya seperti ada gejolak penolakan.

Tidak, ia tidak hamil. Ini adalah kondisi dimana ia benar-benar tidak berminat untuk memakan apapun karena otaknya terus-menerus berpikir mengenai bagaimana lanjutan kegaduhan yang terjadi sekarang, dan memikirkannya me buat Alana mual.

* * *

"Nana matiin handphone ya?"

Ketika Alana sedang diam mengamati Andaru yang telah tertidur, Ibu mertuanya datang menghampiri dan duduk di sebelahnya.

Alana mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan itu.

"Nana menolak untuk komunikasi sama siapapun?"

Lagi-lagi Alana mengangguk, ia tahu ini tidak sopan namun sekedar menjawab saja Alana merasa ia butuh tenaga lebih.

"Sekalipun dengan Arsen?" ketika melontar pertanyaan tersebut, Ibu mertuanya terlihat ragu-ragu.

"Sekalipun dengan Kak Arsen." jawab Alana mengubah kalimat pertanyaan dari ibu mertuanya menjadi kalimat pernyataan.

"Nana butuh Mama di sini atau Mama keluar aja?"

Kali ini mata Alana menatap pancaran tatapan cemas dari wanita akhir 60 tahunan tersebut.

"Kalau Mama adalah orang lain, apa yang Mama pikirkan tentang Alana Dara yang hamil diluar nikah?" Alana menunduk setelah melontarkan pertanyaan itu, pertanyaan yang terus-menerus ada di dalam otaknya mengenai bagaimana tanggapan orang-orang yang mengenal ataupun tidak mengenalnya soal berita yang sedang heboh sekarang.

Ibu mertuanya tidak menjawab apa-apa, beliau justru langsung merengkuh Alana ke dalam pelukannya ketika lagi-lagi perempuan tersebut terlihat kembali meneteskan air mata.

"Katanya anak yang lahir diluar nikah itu anak haram, Aru enggak seharusnya menerima beban itu." Alana berkata disela-sela tangisannya.

"Siapa bilang? Anak yang terlahir di dunia ini semuanya merupakan hadiah terindah, yang namanya hadiah pasti adalah hal yang baik."

Plot Twist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang