15. Pembully yang malang

292 11 0
                                    

"I can handle this, I love you Fina Anggraini."
-David
🍂


Dengan berjalan tertatih memasuki pintu belakang cafe. David yang saat itu akan pulang cepat terpaksa membatalkan niatnya saat melihat kondisi Fina yang begitu berantakan.

"Who hurt you?" Tanyanya.

Ia hanya terdiam sambil sesekali memegangi lengannya yang perih membuat David langsung mengambil kotak P3K.
"Coba buka dulu jaket nya biar gue bisa liat tangan lo kenapa."

Fina membuka jaket yang dia dapat di kursi gudang, menaikkan sedikit lengannya. "Awww." Desis Fina.

"Ini kayaknya dalam Fin, kita ke rumah sakit aja ya?"

"Gak usah. Gue harus nyanyi nanti kak."

"Gue bisa ngomong sama bos."

Fina menggeleng menarik tangan David. "Sekali ini aja jangan ajak gue debat. Tolong obatin gue sekarang biar gue bisa langsung nyanyi setengah jam lagi."

"Tapi lo gak akan bisa main gitar tangan lo aja begitu."

"Udah obatin gue aja dulu."

David menghela nafas seraya mengobatinya. Lima belas menit kemudian ia sudah selesai, Fina langsung berdiri hendak berganti baju.

"Apa lo bisa nanti nyanyi make gitar?" Tanya David menghentikan langkah Fina.

"Gue bakalan coba."

"Gak akan bisa sih itu."

"By the way lo mau balik nih?" Tanyanya dari dalam kamar mandi.

"Iya, gue ada urusan penting."

Setelahnya Fina keluar dengan seragam cafe. "Apaan sih sok gaya urusan penting segala."

David tertawa pelan. "Kenapa hmm?"

"Boleh gak ya gue izin lagi hari ini? Sumpah pas gue ganti baju gak sengaja ke senggol sakit banget anjir."

"Kan udah gue bilang kalau luka nya dalam harus di jahit itu, lo kenapa Fina? Muka lo pada lebam trus rambut lo kenapa di potong acak-acakan begini?"

Fina mengalihkan pandangannya berusaha agar David tak menanyakannya lagi.

"Lo emang mau bikin gue marah ya Fina."

"Gue gak papa kak, jangan di perpanjang gini."

"Kenapa akhir-akhir ini lo sering bikin gue khawatir? Maksud gue, lo sering ngelamun lagi nyanyi, kadang gak sengaja nyenggol para waiters disini dan sekarang lo bener-bener luka kayak gini."

Fina hanya diam berusaha mengalihkan pandangannya saat David menatapnya intens.

"Gue tau setiap orang punya masalah masing-masing yang gak bisa di bagi sama seseorang, but for you gue gak bisa biarin lo mendem semuanya sendirian kayak dulu Fina."

Dulu Fina bukanlah seorang yang sangat terbuka pada David, dia yang saat itu kehilangan sosok ayah dan juga keberadaan seorang ibu membuatnya hilang arah. Jika saja saat itu David tidak mengikutinya mungkin saja Fina sudah meninggal saat itu.

"Apa gue bukan lagi seorang yang penting buat lo? Apa gue terlalu sibuk akhir-akhir ini sampai bikin lo menjauh dari gue?"

"Gue gak mau ngerepotin lo lagi."

"Ngerepotin?" Beo David. "Ternyata gue udah jadi orang lain ya di hidup lo."

Fina sontak menggeleng menatap David dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. "Lo kakak gue, seseorang yang paling gue percaya mana mungkin gue anggap orang lain.  Jujur gue emang ingin cerita sama lo tapi lo selalu ngeluh ke gue soal lanjut kuliah lo, mana mungkin gue mau nambahin beban lo lagi."

ME OR US Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang