Bab 24 - Serangan Tak Terduga

1.1K 67 7
                                    

Serangan Tak Terduga


Pria gila ini ... berani-beraninya dia ...

Evita harus menggigit lidahnya sendiri untuk menahan umpatan yang nyaris terlontar pada Miko.

"Maksudmu apa?" Pertanyaan defensif Nathan itu mewakili Evita.

Miko menoleh pada Talitha alih-alih menjawab Nathan dan bertanya, "Talitha, apa aku juga boleh tinggal di rumahmu? Aku bisa tidur di kamar Jia atau di ruang tamu. Aku juga akan membantumu melakukan pekerjaan rumah."

"Kau ... serius?" Talitha melongo.

Miko mengangguk. "Evita tinggal di rumahmu untuk membantu persiapan pernikahanmu, kan? Aku juga akan membantumu. Dan kurasa, itu adalah solusi terbaik karena waktu satu bulan bukan waktu yang lama. Terlebih, kau masih harus mengurus Jia juga. Bukankah lebih banyak bantuan lebih baik?"

"Hei, apa yang kau rencanakan?" Nathan menatap Miko dengan tatapan menyipit curiga.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Miko memprotes Nathan. "Aku hanya ingin membantu Talitha. Bukankah kau juga harus mulai mengurus pekerjaanmu? Kau akan lebih sibuk dan waktumu untuk membantu Talitha akan berkurang. Jadi, aku menawari untuk membantu kalian. Atau, kau ingin Talitha melakukan semuanya sendiri dan kelelahan karena semua itu?"

Nathan mengernyit tak suka. Miko benar-benar pintar memanfaatkan keadaan. Evita harus mengakui kelicikan pria ini.

"Miko, aku tahu kau berniat baik, tapi ... aku tidak ingin merepotkanmu lebih dari ini," Talitha angkat bicara.

"Aku tidak merasa direpotkan," tukas Miko. "Justru, ini yang kuinginkan. Jadi, bisakah kau mengizinkanku membantumu, Ta?"

Talitha tampak ragu untuk menjawab.

"Baiklah, sejujurnya, aku punya alasan lain," lanjut Miko, seolah bisa membaca keraguan Talitha.

Omong kosong apa lagi yang akan dilontarkan pria ini?

"Alasan apa?" tanya Talitha.

Miko menunjuk Evita. "Aku ingin lebih dekat dengan dia."

Evita harus mengepalkan tangan agar tangannya tidak menyambar salah satu gelas kosong yang tertata di meja itu dan melemparkannya ke kepala Miko. Pria itu dan omong kosongnya benar-benar memancing emosi Evita tanpa gagal.

"Kau mau aku percaya omong kosong itu?" sengit Nathan.

Good job, Cousin!

Miko kemudian menatap Nathan dan tersenyum kecil. "Kenapa kau tidak melihat sendiri, apakah aku bisa benar-benar membantu di rumah Talitha nanti? Jika menurutku aku tidak membantu, kau bisa mengusirku kapan saja. Termasuk, jika apa yang kukatakan ini hanya sekadar omong kosong, aku tidak akan mencari alasan lain lagi jika kau mengusirku nanti."

Tidak. Pria itu ... berusaha memanfaatkan Nathan!

"Miko, kenapa kau begitu terburu-buru dengan hubungan kita?" Evita akhirnya angkat bicara.

"Apa boleh buat?" balas Miko sembari menatap Evita. "Aku takut kau tiba-tiba menghilang dari hidupku. Karena itu, bahkan meski sekarang aku tampak menyedihkan, aku tidak punya pilihan lain. Aku harus melakukan apa pun untuk berada di sampingmu dan menahanmu di sampingku."

Evita sampai ternganga mendengar itu. Ia sama sekali tak menduga pria itu akan menjadi sedramatis ini. Dia hanya ingin menyiksa Evita selama dua puluh empat jam dan tak memberi kesempatan untuk Evita kabur darinya.

Pria licik ini benar-benar ingin mati di tangan Evita, sepertinya.

***

Talitha tahu, Miko serius dengan kata-katanya. Namun, ia tidak tahu hubungan Miko dan Evita berkembang secepat ini. Well, Talitha sudah melihat sendiri cara Miko menatap Evita. Jika memang ini adalah jalan awal Miko untuk menutup masa lalu dan membuka hati yang baru, satu-satunya hal yang bisa Talitha lakukan adalah ...

"Baiklah," Talitha menyetujui.

Dia hanya harus mendukung Miko dan membantu Miko semakin dekat dengan Evita.

"Kau tahu, aku selalu berterima kasih untuk semua yang telah kau lakukan untuk aku dan Jia," sebut Talitha. "Kau sudah melakukan banyak hal untuk aku dan Jia. Kau adalah bagian dari keluargaku, Miko. Karena itu, aku turut senang untukmu. Aku benar-benar ingin melihat kau bahagia." Talitha tersenyum padanya.

Miko membalas senyum Talitha. "Jangan khawatir. Kau akan segera melihat itu, Ta."

Talitha terkejut mendengar itu. Miko ... dia benar-benar serius tentang Evita.

***

Ah ... Evita sepertinya tak punya pilihan lain. Evita juga sepertinya memiliki utang pada pria itu karena dia menjaga Talitha selama Evita tak ada di sini. Pria itu bukan masalah. Bahkan meski dia akan mengerjai Evita di depan Talitha, itu sepadan dengan senyum Talitha.

Talitha yang kehilangan seluruh dunianya, berusaha bertahan demi Jia. Karena itu, alih-alih membuat pilihan Talitha untuk bertahan ini seperti neraka, Evita ingin melihat sahabatnya itu banyak tersenyum. Evita ingin Talitha memulai lembaran baru hidupnya dengan banyak kebahagiaan.

"Tapi, Ta, kau yakin ingin membiarkannya tinggal di rumahmu?" Nathan kembali angkat bicara. Sepertinya, ia masih tak setuju dengan fakta Miko akan berada di dekat Talitha jika tinggal di rumah itu.

Talitha mengangguk sembari tersenyum. "Bukankah lebih banyak orang lebih baik?" balas Talitha. "Rumah kita tidak akan sepi lagi jika semakin banyak orang di sana."

Nathan tertegun. Sepupu Evita itu akhirnya tersenyum dan mengangguk. Lihat itu. Dia benar-benar akan melakukan apa pun jika itu untuk Talitha. Namun, Evita tak bisa menyalahkan Nathan.

Terlebih, apa yang dikatakan Talitha tidak salah. Sepeninggal kakak dan kakak iparnya, Evita tak bisa membayangkan bagaimana Talitha harus menjalani hari demi hari di rumah itu tanpa mereka lagi. Rumah yang seharusnya mereka tempati bersama, kini hanya menyisakan dirinya dan Jia.

"Oh iya, bagaimana dengan orang tuamu?" tanya Talitha pada Nathan.

"Mereka masih ada urusan, jadi sepertinya mereka tidak akan menginap di rumahmu," terang Nathan. "Tapi, mereka akan ke rumah setiap kali ada waktu sampai mereka harus pulang."

Talitha manggut-manggut. Mereka kemudian melanjutkan percakapan tentang orang tua Nathan. Well, perkembangan yang bagus. Namun, Evita tak punya waktu untuk fokus pada Talitha dan Nathan ketika Miko tiba-tiba menyodorkan buku menu ke arah Evita.

"Kau mau makan apa?" tanya pria itu.

Yakin Talitha tak sedang memperhatikannya, Evita menyipitkan mata kesal pada Miko.

"Aku bisa memilih sendiri," sengit Evita sembari menyambar buku menu dari tangan Miko.

"Kalau begitu, aku akan memilih menu yang sama sepertimu," ucap Miko dengan entengnya.

Begitukah? Evita seketika mendapat ide untuk membalas serangan dadakan pria itu.

"Kalau begitu, beritahu aku, makanan apa yang kau sukai?" tanya Evita.

"Um ... aku tidak pilih-pilih, tapi aku lebih suka daging atau ayam daripada ikan atau makanan laut," jawab pria itu.

"Oh ..." Evita manggut-manggut. "Kebetulan sekali." Evita tersenyum licik.

Dia akan memastikan untuk memesan segala macam makanan berbahan ikan dan makanan laut. Rasakan saja nanti! Berani-beraninya dia menyerang Evita seperti ini. Dia pikir, Evita tidak akan bisa melawannya?

Pria itu memilih lawan yang salah kali ini.

***

The Baby's ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang