The Reason
Miko sudah menjanjikan jika dia akan menjelaskan semuanya pada Evita begitu mereka pulang nanti. Namun, Evita menolak diajak Miko pulang dan berkeras mereka harus pergi berbelanja. Meski, suasana saat mereka berbelanja begitu canggung karenanya.
Selama mereka berbelanja, Evita tak sekali pun menjawab pertanyaan Miko. Pun dia tak menanggapi semua perkataan Miko, meski itu tentang Jia atau Talitha. Gadis itu benar-benar ... tak menganggap Miko ada. Tidak. Dia menolak menatap Miko. Dia menolak keberadaan Miko.
Ah ... Miko tak tahu kenapa dadanya terasa begitu sesak dan sakit. Rasanya ia tak bisa bernapas. Bahkan ketika dengan Nania, Miko tak pernah merasa seperti ini. Miko mengernyit.
Evita ... apa yang gadis itu lakukan pada Miko?
Setelah selesai berbelanja, mereka akhirnya pulang. Namun, sepanjang perjalanan, gadis itu masih menolak bicara maupun menatap Miko. Ketika mobil yang disetiri Miko tiba di depan rumah Talitha, Evita meninggalkan Miko begitu saja dan masuk ke rumah lebih dulu.
Talitha dan Nathan tampak sedang menemani Jia bermain di lantai bawah. Sepertinya mereka juga menunggu Evita dan Miko.
Begitu Talitha tahu Evita membelikan camilan sehat untuknya sambil mengomeli Talitha tentang kebiasaan makan mi instan cup kesukaannya, Talitha tampak terharu. Dia dengan pasrah mendengarkan omelan Evita. Namun, ketika Talitha menatap Miko yang hanya mengawasi mereka dari ruang tamu, Talitha mengerutkan kening heran. Miko hanya bisa melemparkan senyum pasrah pada gadis itu.
Ketika Evita mengajak Jia naik ke lantai dua, Talitha mendekati Miko dan bertanya,
"Apa kau bertengkar lagi dengan Evita?"
Miko tersenyum getir. Bertengkar? Seandainya hanya itu yang terjadi ...
"Dia sepertinya tahu," Miko mengungkapkan. "Tentang perasaanku pada kakakmu."
Mata Talitha melebar terkejut. "Maksudmu ..."
"Aku tidak mengatakan itu padanya, tapi dia sepertinya sudah menyimpulkan sendiri tentang itu ketika kami tak sengaja bertemu kenalanku yang sialnya adalah teman kuliahku yang tahu perasaanku pada kakakmu," Miko menerangkan. "Orang itu bilang, dia merasa kasihan pada wanita yang kubawa ke restoran romantis ketika aku adalah orang menyedihkan yang masih terjebak pada cinta pertamanya bahkan setelah dia tiada."
Talitha terkesiap kaget.
"Aku bisa menerima jika dia mengataiku menyedihkan. Tapi ... aku tidak terima dia mengatakan hal seperti itu pada Evita. Dan Evita juga ... tidak terima dikasihani seperti itu." Miko mendengus getir. "Jika aku jadi dia, aku juga pasti akan marah. Evita bukan seseorang yang bisa dikasihani sembarangan, terutama karena seseorang yang menyedihkan sepertiku. Karenaku ... gadis yang kuat, ceria, menakjubkan, dan penuh energi positif itu, justru mendapat penilaian seperti itu."
Talitha mengerjap. "Aku akan bicara pada Evita," putus gadis itu. "Bagaimanapun, aku harus menjelaskannya pada Evita."
Tanpa mendengar tanggapan Miko, Talitha berbalik dan bergegas pergi ke lantai dua. Nathan yang masih tinggal di sana dan ikut mendengarkan percakapan mereka, menatap Miko selama beberapa saat, sebelum menyusul Talitha.
Ah ... tatapan pria itu pada Miko tadi adalah tatapan simpati. Setelah apa yang Miko katakan padanya tentang perasaannya, di sinilah Miko. Seperti orang bodoh, ia menganggap enteng perasaannya sendiri. Ia tak menyadari ... bagaimana ia telah jatuh dengan cepat di hadapan gadis yang penuh energi positif itu.
Mungkin, karena di sampingnya, Miko bisa merasakan keceriaan gadis itu bagai sinar matahari yang memberikan energi pada orang-orang sekitarnya. Bahkan ketika dia terus menolak Miko, tapi tak sedikit pun Miko merasa marah. Ia hanya ... terus menantikan waktunya bersama gadis itu. Karena ketika bersama gadis itu, Miko benar-benar merasa menjadi dirinya sendiri, lebih dari kapan pun.
***
"Evita," panggil Talitha begitu ia masuk ke kamar Jia. Tampak Evita sedang menemani anak itu bermain.
Evita mendongak menatap Talitha. "Hm?"
"Bisa kita bicara sebentar?" pinta Talitha.
"Aku akan menemani Jia," Nathan berkata dari belakang Talitha.
Talitha menoleh pada pria itu dan mengangguk. Setelah Nathan mengambil alih tugasnya menemani Jia bermain, Evita lantas berdiri dan menghampiri Talitha.
"Ada apa, Ta?" tanya Evita.
"Bisa kita bicara di luar?" Talitha meringis kecil.
"Okay," jawab Evita santai sembari keluar lebih dulu dari kamar Jia.
Talitha menarik napas dalam dan mengikuti Evita. Namun, begitu mereka berdiri di koridor depan kamar Jia, Talitha tak tahu harus bagaimana memulai percakapan mereka.
Talitha menggigit bibir ragu sembari menunduk menatap lantai. Apa yang sebaiknya ia katakan lebih dulu? Bagaimana jika Evita juga marah padanya? Bagaimana jika ...?
"Ta," panggil Evita lembut.
Talitha menaikkan tatapan. Ia merasa tidak enak pada sahabatnya itu.
"Kenapa kau memasang ekspresi seperti itu?" Evita mendengus geli.
Bahkan di situasi seperti ini, dia masih bisa menunjukkan reaksi seperti itu pada Talitha.
"Kau ... tidak marah padaku?" tanya Talitha hati-hati.
Evita mengangkat alis. "Kenapa aku harus marah padamu?"
"Itu ..." Talitha ragu sesaat. "Karena aku tidak mengatakan dengan jujur tentang Miko padamu."
"Maksudmu, tentang perasaan pria itu pada Kak Nania?" sebut Evita tanpa basa-basi.
Talitha menghela napas. Ia mengangguk. "Sejujurnya, aku khawatir ketika kalian tiba-tiba mengumumkan hubungan kalian. Tadinya, kupikir kau benar-benar tertarik pada Miko, tapi seiring waktu, aku menyadari jika Mikolah yang berakhir mengejarmu. Dan ... aku akhirnya menyadari jika kau punya motif tersendiri mendekati Miko setelah melihat bagaimana dia makan seafood untukmu.
"Kau mungkin mendekati Miko karena kau terlalu khawatir padaku. Kau pasti tidak bisa tenang membiarkan orang yang tak kau kenal dengan baik berada di dekatku dengan situasi seperti ini. Tapi, aku setidaknya tahu jika Miko benar-benar ..."
"Ta," Evita menyela kalimat Talitha. "Aku minta maaf karena aku sudah berbohong padamu tentang hubunganku dengan Miko. Sejujurnya, aku mendekati dia hanya karena aku ingin menjauhkan dia darimu. Karena aku ingin membantu Kak Nathan untuk dekat denganmu. Meski, ya, sebagian karena aku khawatir ada orang yang tak aku kenal baik ada di sampingmu."
"Oh ..." Jadi, karena itu ...
"Tapi, untuk pria itu, alasan dia menerima ke-absurd-anku setidaknya ada dua. Jika bukan karena sebagai pengganti orang yang dia cintai, berarti sebagai hiburan semata. Tentu saja, sebelum ini, aku tak begitu peduli tentang hal itu. Tapi, aku tak ingin menjadi pengganti untuk siapa pun.
"Aku mungkin lebih bisa menerima alasan jika dia menggunakanku sebagai hiburan, karena aku toh punya motif tersendiri untuk mendekatinya. Tapi, aku tidak bisa menjadi pengganti untuk siapa pun. Terlebih, aku tak ingin bersaing dengan orang yang sudah tiada.
"I was once a pushover. Kau yang paling tahu, bagaimana dulu aku berteman dengan orang-orang munafik yang mengataiku di belakangku. Kau yang paling tahu, betapa pengecutnya aku karena tak bisa melawan mereka yang mengataiku sembarangan. Dan kau yang membantuku ketika tak ada seorang pun yang tulus berteman denganku. Kau yang mengajarkanku untuk tak hidup untuk orang lain, melainkan untuk diriku sendiri. Kau yang menunjukkan padaku, bahwa aku tak perlu mendengarkan apa yang orang lain katakan tentangku.
"Karena itu, Ta, I don't wanna go there again. Aku tak ingin menjadi pengecut seperti itu lagi. Dan aku ... tak ingin menjadi orang lain selain diriku sendiri. Karena itu, akan lebih baik jika dia mendekatiku karena aku hanya hiburan baginya. Bukan karena dia menganggapku sebagai pengganti orang lain." Evita tersenyum, tapi senyumnya tampak sedih.
"Dan, Ta, kau ingat, kan? Kau sendiri yang pernah berkata kepadaku, jika terkadang, aku mengingatkanmu pada Kak Nania," sebut Evita. "Sejujurnya, aku pun merasa jika karakter kami sangat mirip. Bahkan hanya bertemu beberapa kali dengannya pun, aku sendiri menyadari kemiripan karakter kami."
***

KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby's Project
CasualeDunia Talitha seolah runtuh ketika ia harus kehilangan kakak dan kakak iparnya, meninggalkannya dengan Jia, bayi mereka yang masih berumur satu tahun. Talitha bahkan tak bisa mengurus dirinya sendiri, bagaimana bisa dia mengurus keponakannya? Natha...