Bab 32 - Too Precious

291 23 1
                                    

Bab 32 

Too Precious

Evita tak tahu dia akan berada di situasi sama yang menyebalkan seperti ini dalam waktu yang berdekatan. Setelah dari dapur tadi, sekarang dia mendapati dirinya kembali berada di pelukan Miko yang tadi menahannya di tengah tangga tatkala Evita hendak naik ke lantai dua saat mendengar tangisan Jia.

Seperti maling, saat ini mereka berdua bersembunyi di balik tembok di tangga, menguping percakapan Nathan dan Talitha seperti saat di dapur tadi. Dengan situasi yang sama, di mana Miko memeluk Evita dari belakang. Atau, pria itu sengaja? Dia sengaja ingin memancing emosi Evita, sepertinya. Dan Evita merasa seperti orang bodoh yang jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.

Meski begitu, ia tak bisa protes. Karena berkat pria itu, Evita tak hanya bisa mendengar Nathan mengakui perasaannya pada Talitha, tapi juga mendengar bagaimana balasan Talitha untuk pernyataan Nathan itu. Dan seperti yang Evita duga, Talitha akan bereaksi seperti ini. Sahabatnya itu sungguh terlalu baik untuk siapa pun, tapi setidaknya Evita bisa memercayai Nathan. Karena itu, ia membawa Nathan kemari.

Namun, mendengar bagaimana Talitha menerima perasaan Nathan seperti itu, menerima kehadiran Nathan seperti itu, ia merasa sedikit bersalah juga. Ia mungkin terlalu ceroboh. Salah memilih orang, ia bisa membahayakan Talitha. Jika itu bukan Nathan yang ada di samping Talitha, Evita tak tahu apa yang terjadi pada sahabatnya itu.

"Aku tidak akan pernah merasa puas dengan siapa pun yang kau bawa sebagai calon suami Talitha. Tapi, kurasa aku mengerti kenapa kau membawa kakak sepupumu itu," celetuk Miko di belakangnya.

"Apa itu berarti, kau akan menyerah atas Talitha?" Evita memastikan.

"Well, itu tergantung bagaimana kau akan membuatku teralihkan darinya," sebut Miko. "Meski, itu tidak akan mudah. Seperti yang kau lihat, Talitha terlalu baik bahkan untuk sepupu yang kau percaya itu, kan?"

Miko benar. Namun, bukan berarti Miko lebih baik dari Nathan.

"Kau sendiri, bukankah kau terlalu licik untuk seseorang sebaik Talitha?" sebut Evita. "Kau membuat Talitha bergantung padamu di situasi terendahnya."

"Talitha selalu bisa bergantung padaku kapan pun dia membutuhkanku," tandas Miko.

Evita mendengus tak percaya. "Kupikir, kau menyukaiku."

"Kali ini, kau benar-benar cemburu, kan?" pancing Miko.

Ugh. Caranya memancing orang membuat Evita sulit untuk tidak percaya jika dia bukan seorang pengacara. Apa begini caranya menjalani sidang sebagai pengacara?

"Tapi, aku bersyukur karena Talitha memiliki sahabat sepertimu," ucap Miko kemudian.

Kenapa dia tiba-tiba menyinggung itu?

"Dan berkat itu, aku bisa bertemu denganmu," lanjut pria itu. "Berkencan denganmu juga, memakan racun untukmu, dan ..."

"Kupikir kita sudah berdamai tentang itu," sela Evita, tak ingin lagi merasa bersalah untuk insiden seafood itu. Pria itu tak perlu menyebutkannya seperti itu dan menyenggol hati nurani Evita.

"Kalau begitu, kapan kita akan berkencan lagi?" tanya pria itu. "Nathan dan Talitha mungkin butuh waktu keluarga bersama Jia setelah kejadian tadi. Jadi, bagaimana jika kita memberi mereka kesempatan untuk itu?"

Evita menghela napas. "Dengan kata lain, kau ingin aku menyingkir dari rumah ini seharian ini agar tidak mengganggu mereka?"

"Aku hanya memintamu berkencan denganku," tandas Miko.

"Kau tahu? Kau tidak perlu menggunakan kartu nama untuk memperkenalkan dirimu sebagai pengacara. Mengobrol denganmu sebentar saja, orang pasti akan langsung tahu apa pekerjaanmu," sinis Evita.

Miko tampak menahan tawa sebelum menjawab, "Terima kasih karena telah mengakui kemampuanku dalam pekerjaanku."

Evita mendesis kesal.

"Dan kuanggap itu persetujuanmu untuk berkencan denganku seharian ini," tandas Miko.

Evita kontan menoleh ke belakang untuk protes, tapi ia terkejut karena wajahnya saat ini berada di depan wajah Miko. Pria itu berdiri di dua anak tangga di bawahnya, tapi kini tinggi mereka menjadi sejajar dan membuat wajah mereka berhadapan satu sama lain.

Evita tanpa sadar sudah menggigit bibirnya saat tatapan Miko turun ke bibirnya. Evita menahan napas tatkala satu tangan pria itu menangkup dagunya.

"What a dangerous thing to do," ucap pria itu sembari menatap mata Evita.

Evita mengerjap dan tersadar. Ia menarik dagunya dari tangan pria itu. "Dasar mesum," desis Evita sembari bergeser dan menuruni tangga, melewati pria itu.

"Aku akan memesan restoran untuk makan siang," ucap pria itu di belakangnya.

Evita tak menanggapi. Menolak pun tak bisa. Miko benar. Talitha, Nathan, dan Jia butuh waktu untuk mereka bertiga.

***

Begitu tahu jika Nathan berencana bekerja di kamar Jia sembari menunggui Jia tidur, Talitha memutuskan untuk ikut menunggui Jia di kamar itu. Sementara Nathan bekerja, Talitha hanya menatap ke arah box bayi Jia. Sesekali dia bangun dan menepuk-nepuk Jia lembut ketika gadis kecil itu merengek atau bergerak tak nyaman dalam tidurnya.

Menjelang makan siang, barulah Jia terbangun. Awalnya, dia menangis keras, tapi begitu melihat Talitha yang langsung berdiri di samping box bayinya, Jia berhenti menangis. Talitha tercekat, tak tahu harus mengatakan apa. Namun, ia segera mengangkat Jia dalam gendongannya meski anak itu tak lagi menangis.

"Maaf ya, Jia," Talitha berkata. "Maaf karena sudah membentakmu dan membuatmu kecewa." Talitha menggigit bibir ketika air matanya jatuh.

"Ma ..." panggil Jia dengan suara akan menangis.

"Hm, Mama di sini," jawab Talitha. "Mama minta maaf karena sudah membuat Jia menangis."

Talitha menangis tanpa suara tatkala merasakan tangan kecil Jia merangkul lehernya.

"Ma ... Ma ..." anak itu terus memanggilnya.

Talitha memejamkan mata. Nathan benar. Jia membutuhkan orang tuanya. Dan Talitha akan memastikan Jia tumbuh tanpa kekurangan kasih sayang orang tuanya. Talitha bisa menjadi mamanya, Talitha bisa menjadi apa pun yang Jia inginkan dan butuhkan. Selama anak itu bisa tumbuh dengan baik, selama dia bisa terus tersenyum dan bahagia.

Baik kakak dan kakak iparnya akan mengerti. Dan Jia pun, kelak akan mengerti. Karena lebih dari siapa pun, mereka pasti tahu, betapa Talitha menyayangi mereka.

"Mama di sini, Jia. Dan Mama ... tidak akan pernah meninggalkanmu," janji Talitha. Talitha memeluk anak itu dengan erat.

***

Nathan tersenyum melihat Talitha dan Jia yang sudah berbaikan. Talitha akhirnya menerima perannya sebagai mama Jia. Itu mungkin yang terbaik untuk Jia saat ini. Karena di mata Jia, sosok Talitha mungkin sudah seperti mamanya yang tiba-tiba menghilang dari hidupnya.

Saat ini, tak ada yang lebih dibutuhkan Jia selain kehadiran Talitha. Sama seperti Talitha yang merasa ia hanya memiliki Jia, Jia pun mungkin merasa seperti itu. Jia mungkin juga bisa merasakan itu, jika mereka hanya punya satu sama lain sekarang.

Namun, mereka berdua tidak lagi sendiri kini. Nathan ada di sini untuk mereka. Untuk memastikan mereka baik-baik saja dan bisa melanjutkan hidup mereka dengan bahagia. Hanya itu yang Nathan inginkan untuk mereka.

Karena itu, ia tidak akan serakah. Bagaimanapun perasaan Talitha padanya berujung, ia hanya perlu memastikan kebahagiaan gadis itu. Karena sekarang, baik Talitha maupun Jia, sudah menjadi hal yang begitu berharga dalam hidup Nathan.

***

The Baby's ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang