Bab 29
It'll be Fine
Talitha tampak sudah lebih tenang ketika Nathan kembali ke ruang tamu. Meski begitu, dia masih sesenggukan, seketika mengingatkan Nathan pada Jia tadi.
"Ji ... a?" tanya Talitha sesenggukan.
"Sudah tidur," jawab Nathan. "Dan aku meminta Miko menungguinya sebentar sampai Jia benar-benar lelap."
Talitha menggigit bibir, tampak akan menangis lagi. Nathan segera menawari,
"Kau mau minum sesuatu? Cokelat hangat? Air es?"
Talitha mengerjap menatap Nathan. "Ah, kau tidak perlu repot-repot. Aku bisa ..."
"Aku tidak repot, Talitha. Aku juga ingin minum, jadi aku akan sekalian mengambilkan untukmu," tandas Nathan.
"Kalau begitu, aku ikut saja," ucap gadis itu.
Nathan tersenyum geli. "Baiklah, ayo."
Mereka lantas berjalan bersisian ke dapur. Nathan mengeluarkan sapu tangan dari jasnya dan memberikannya pada Talitha. Gadis itu menerima sapu tangan itu dan menyusut hidungnya.
Nathan meminta Talitha duduk di kursi meja makan, sementara dia mengambilkan dua botol air dingin untuk Talitha dan dirinya sendiri. Ia kemudian duduk di sebelah Talitha sembari membukakan salah satu botol air yang dibawanya, sebelum ia berikan pada Talitha.
"Terima kasih," gumam Talitha yang tampaknya sudah mulai tenang.
Talitha tak mengatakan apa pun setelah dia meneguk air minum di botolnya. Mungkin, dia masih merasa tak nyaman dan takut, jadi Nathan yang akhirnya membuka dengan,
"Mulai besok, aku akan memastikan untuk sarapan bersama Jia sebelum berangkat bekerja."
Talitha seketika menoleh pada Nathan dan menjawab, "Kau tidak perlu melakukan itu. Aku tidak ingin lebih merepotkanmu lagi."
"Well, itu sama sekali tidak merepotkanku," tukas Nathan. "Justru, aku akan merasa lebih baik jika aku bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama Jia. Sejujurnya, aku sempat khawatir Jia akan melupakanku jika aku mulai bekerja karena aku tidak bisa ada di sampingnya selama aku bekerja."
Talitha mengerjap. "Apa karena itu, kau menyiapkan playground untuk Jia di ruang kantormu?"
"Ah, benar. Miko sudah mengatakannya padamu, huh?" Nathan tersenyum.
"Tapi ... kau tak perlu melakukan semua itu," Talitha berkata panik.
"Aku ingin melakukan itu untuk Jia. Bukankah sudah seharusnya aku melakukan itu sebagai keluarga Jia?" sebut Nathan.
Talitha mengernyit. "Tapi, baik aku maupun Jia bukan benar-benar keluargamu," ucap gadis itu. "Karena itu, kau tak perlu merasa bertanggung jawab atas Jia juga. Aku dan Jia ... kami sudah banyak merepotkanmu. Dan kau pun sudah sangat membantu kami. Karena itu, bagaimana bisa aku ...?"
"Thalita, ini adalah keputusanku," Nathan menegaskan. "Berada di sini, menjadi wali Jia, itu semua adalah keputusanku."
Thalitha menunduk. "Maaf," ucapnya pelan, dengan suara akan menangis. "Padahal kau sudah banyak membantuku, tapi aku masih saja merasa seperti ini. Padahal kau sudah mengorbankan banyak hal untukku, tapi aku masih saja membuat garis batas di antara kau dengan aku dan Jia. Aku hanya ... terlalu takut, Nathan."
Nathan mengernyit. Jadi akhirnya, gadis itu mengakuinya juga.
"Apa yang kau takutkan, Talitha? Aku ada di sini. Bahkan meski kau membuat garis batas untukku, aku bisa menerima itu. Aku bisa menunggu sampai kau bisa menghapus garis itu dan ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby's Project
AléatoireDunia Talitha seolah runtuh ketika ia harus kehilangan kakak dan kakak iparnya, meninggalkannya dengan Jia, bayi mereka yang masih berumur satu tahun. Talitha bahkan tak bisa mengurus dirinya sendiri, bagaimana bisa dia mengurus keponakannya? Natha...