Serangan Pertama
"Kenapa Jia belum tidur?" Suara menuntut dalam suara mama Juna itu membuat Talitha sedikit gentar, tapi ia berusaha tetap tenang. Ia mengawasi Jia yang sedang bermain di depan televisi di ruang tengah.
"Jia sudah tidur sepanjang hari ini, Te ... eh, Ma ..." Talitha memarahi dirinya sendiri dalam hati. Juna sudah mengatakan padanya untuk memanggil mama Juna dengan panggilan Mama agar hubungan mereka tidak terasa semakin jauh. Namun, Talitha selalu saja lupa. Bagaimana mungkin ia berani memanggil wanita yang ditakutinya itu dengan sebutan Mama. Selama ini, Mama yang ia kenal hanyalah Nania. Dan Nania, tidak pernah tampak mengerikan baginya.
"Jadi, kau sudah bertemu dengan pengacara Juna?" kali ini papa Juna yang berbicara.
Talitha mengangguk.
"Kau juga pasti sudah mendengar wasiat dari Juna, kan?" Suara papa Juna terdengar tak suka.
Talitha kembali mengangguk.
"Aku merasa, keputusan Juna itu sangat tidak bijaksana," kata papa Juna. "Bagaimana dia bisa mewariskan seluruh warisannya padamu, bukan pada anaknya?"
Talitha bergerak tak nyaman di tempatnya. "Talitha juga sebenarnya tidak setuju, Pa. Tapi, pengacara Kak Juna bilang jika Kak Juna ingin Talitha mewarisi hartanya dan mengurus Jia."
Mama Juna mendengus kasar. "Memangnya kau bisa mengurus Jia?" ucapnya merendahkan.
Talitha menunduk. Ia sendiri tidak tahu.
"Kami sudah berunding sebelum datang kemari tadi," papa Juna berbicara. "Kami rasa, kau bisa mendapatkan uang Juna, tapi kami yang akan merawat Jia."
Talitha duduk tegak, terbelalak kaget menatap orang tua Juna. "Apa ... maksudnya itu?" Suaranya bergetar kini.
"Berikan hak asuh Jia pada kami," ulang papa Juna tegas.
Talitha seolah bisa mendengar suara denging menyakitkan di telinganya, denging yang sama dengan yang didengarnya di saat Nania pergi.
"Apa pun yang terjadi ... kau harus menjaga Jia ...."
Suara Nania bergaung di telinga Talitha.
Talitha bisa merasakan tubuhnya gemetar. Ini adalah pilihan yang mudah. Ia tahu ia tak bisa menjaga Jia. Jika orang tua Juna ...
"Apa pun yang terjadi ... Jia harus hidup bahagia."
Lagi-lagi suara Nania memenuhi kepalanya. Tidak. Nania tidak tahu bahwa Talitha tidak bisa menjaga Jia. Talitha tidak akan pernah bisa menjaga Jia. Namun, orang tua Juna ...
"Mereka sangat keras, Ta. Dulu kakak perempuanku akhirnya bunuh diri karena tidak tahan dengan sikap keras kedua orang tua kami. Hanya karena keinginan mereka yang berbeda. Kakakku ingin kuliah di jurusan sastra, tapi orang tuaku memaksanya kuliah hukum. Dia sangat tertekan saat itu. Terlebih lagi, hubungannya dengan orang yang dicintainya tidak direstui, dan dia malah dijodohkan dengan orang pilihan orang tuaku. Karena itulah, akhirnya kakakku memutuskan untuk bunuh diri.
"Ketika kakakku akhirnya meninggal karena bunuh diri, kupikir orang tuaku akan sedikit melunak ketika menghadapiku. Tapi ... mereka justru lebih keras. Aku akhirnya memutuskan untuk meninggalkan rumah. Mereka berkata jika aku pergi, aku tidak akan mendapatkan warisan dan tidak akan diakui sebagai anak mereka lagi. Tapi kurasa, itu lebih baik, daripada aku harus hidup di bawah tekanan mereka dan akhirnya meninggal dengan cara yang sama seperti kakakku.
"Aku tidak ingin Jia hidup dalam tekanan seperti itu, Ta. Aku ingin membesarkan Jia seperti cara ayahmu membesarkan kau dan Nania. Dia selalu mendukung kalian. Aku ingin Jia hidup dalam keluarga seperti itu, Ta. Aku tidak melarang orang tuaku datang dan menemui Jia karena mereka adalah kakek-nenek Jia, bagaimanapun juga. Tapi, ketika mereka memintaku pulang dan tinggal di rumah mereka, aku menolaknya. Karena aku tahu, mereka pasti ingin mengatur hidup dan masa depan Jia.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby's Project
DiversosDunia Talitha seolah runtuh ketika ia harus kehilangan kakak dan kakak iparnya, meninggalkannya dengan Jia, bayi mereka yang masih berumur satu tahun. Talitha bahkan tak bisa mengurus dirinya sendiri, bagaimana bisa dia mengurus keponakannya? Natha...